Gado-gado dan Sushi memang merupakan salah satu dua makanan kesukaan saya, selain rendang padang, coto Makassar dan sop Konro. Dan kebetulan di Makassar juga sudah ada beberapa restoran Jepang yang menjual sushi dan warung makan penjual gado-gado. Tapi yang saya lahap habis seperti judul tulisan ini bukan gado-gado dan sushi sesungguhnya dalam arti harfiah, melainkan gado-gado dan sushi dalam bentuk sebuah buku. Saya pun terinspirasi satu hari nanti ingin mencoba menyantap gado-gado dan sushi dalam arti harfiah secara bersamaan.
Tulisan serial Gado-Gado dan Sushi (G2dS) sudah sering saya baca di Kompasiana sebelum akhirnya diterbitkan menjadi sebuah buku. Beberapa tulisan dalam versi buku sebelumnya memang sudah pernah saya baca di Kompasiana dan ada juga beberapa tulisan di Kompasiana yang tidak masuk dalam versi buku G2dS tersebut.Judul Gado-gado dan Sushi sangat tepat menggambarkan akulturasi 2 budaya berbeda, budaya Indonesia dan Jepang, yang menyatu dalam satu rumah tangga.
Sebelum kembali ke Indonesia setahun yang lalu, saya sering membaca tulisan serial G2dS yang ditulis oleh Soyokaze-san, nama pena Yunitha Fairani di Kompasiana. Setelah kembali ke Indonesia, saya nyaris tidak pernah aktif di Kompasiana, sampai pada bulan Juni lalu saya mendapat kesempatan untuk kembali lagi ke Jepang selama 3 bulan dan kembali aktif di Kompasiana dan kembali berinteraksi dengan Soyokaze-san via Kompasiana. Saya baru tahu ternyata awal tahun ini, serial G2dS di Kompasiana sudah diterbitkan dalam bentuk buku dan sudah dijual di toko-toko buku Gramedia.
Akhir September lalu saya pun kembali ke Indonesia setelah 3 bulan melakukan riset di Jepang. Selama 3 bulan di Jepang, saya sering berinteraksi dengan Soyokaze-san baik melalui komentar di Kompasiana mau pun via email. Soyokaze-san ingin tahu apakah di toko buku Gramedia di Makassar juga ada dijual buku G2dS. Setibanya saya di Makassar, saya langsung menjadwalkan untuk jalan-jalan ke took Gramedia yang berada di Panakukang Mall, yang kebetulan sangat dekat dengan rumah saya di Kompleks Panakukang Mas, sekitar 10 menit berjalan kaki. Selain untuk melihat apakah buku tersebut ada dijual, saya pun berniat membelinya kalau ada stock yang tersedia. Dan ketika saya mencari informasi tentang buku G2dS di komputer took Gramedia tersebut, ternyata ada stock tinggal 4,dan saya langsung membelinya satu untuk saya santap di waktu senggang, sehingga stock buku berkurang satu. Saya belumsempat melakukan survey stock buku G2dS di Gramedia Mall GTC dan Mall Ratu Indah Makassar.
[caption id="attachment_300131" align="aligncenter" width="512" caption="Stock G2dS di Gramedia Panakukang Mall Makassar"][/caption] [caption id="attachment_300132" align="aligncenter" width="512" caption="Buku G2dS di Rak Buku Gramedia Panakukang Mall Makassar"]
Kurang lebih sebulan kemudian ,ketika saya mendapat tugas ke Bandung dan Depok selama seminggu, saya pun menyempatkan jalan-jalan ke took buku Gramedia di Jalan Merdeka Bandung dan di Jalan Margonda Depok dekat kampus UI. Ternyata buku G2dS di Gramedia Merdeka Bandung tinggal tersisa 7 buku dan di Gramedia Margonda Depok buku G2dS sedang out of stock alias laris manis (lihat foto-foto di bawah).
[caption id="attachment_300133" align="aligncenter" width="512" caption="Stock buku G2dS di Gramedia Merdeka Bandung"]
Membaca buku G2dS bikin kita senyum-senyum sendiri, walau ditulis dengan gaya bahasa yang serius, tapi isi ceritanya bisa menggambarkan secara jelas situasi “kocak” dalam kehidupan sehari-hari sehingga momen kelucuannya seperti kita alami sendiri. Tanpa menggunakan gaya bahasa humor, apalagi humor slapstick,tapi beberapa kisah dalam buku ini berhasil membuat saya senyum-senyum sendiri ketika membacanya baik ketika di angkutan umum maupun ketika sedang dalam penerbangan di dalam pesawat.
Keluguan anak kecil merupakan momen-momen yang bisa membuat orang dewasa senyum dan tertawa. Momen-momen seperti ini bisa dibaca dalam beberapa kisah, seperti ketika penulis menjadi petugas penjemput anak-anak sekolah Taman Kanak-Kanak (Disiplin), atau tentang sikap “sok tahu” dan “sok yakin” anak kecil tentang hal yang sebenarnya mereka tidak ketahui dan kurang yakin (Banyak Nama). Juga tentang bagaimana polosnya anak kecil mengambil kesimpulan menggunakan premis sederhana, bahwa yang tidak makan daging babi itu adalah orang kaya, karena di Jepang harga daging sapi lebih mahal daripada daging babi (Orang Kaya), atau kesimpulan bahwa semua orang asing yang bukan orang Jepang adalah orang Bolivia (Disiplin), karena si anak pernah tinggal di Bolivia mengikuti tugas orang tuanya.
Ada satu kisah keluguan anak kecil yang pernah saya baca dalam serial G2dS di Kompasiana tapi tidak ada dalam G2dS versi buku, yaitu kisah tentang Ryo-kun, ketika “mudik” ke Jakarta. Ryo-kun, anak penulis buku ini, merasa aneh dengan kebiasaan di Indonesia yang setiap kali masuk ke toilet umum harus membayar, padahal di Jepang semua toilet umum gratis-tis-tis. Saat liburan ke Indonesia, ayah Ryo-kun tidak berangkat bersama dengan,Ryo-kun dan Naomi-chan, juga anak penulis,dan penulis, tapi berangkat belakangan. Ryo-kun berpesan kepada ayahnya sebelum berangkat ke Indonesia, agar membawa banyak uang karena di Indonesia banyak butuh uang untuk masuk ke toilet umum.
Bicara tentang toilet umum, menurut saya memang toilet umum di Jepang paling top markotob, walau pun gratis tapi tetap bersih dan harum, terutama toilet-toilet umum di stasiun kereta Bahkan di taman-taman (koen) umum terbuka juga menyediakan toilet umum yang gratis tapi tetap bersih. Pengalaman saya tinggal di Belanda selama 2 tahun, toilet umum di staisun kereta masih harus bayar dan tolietnya tidak sebersih dan seharusn toilet di stasiun kereta di Jepang yang gratis.
Dua minggu lalu,teman saya orang Jepang datang ke Makassar dan tinggal selama 10 hari. Ketika saya mengantarkannya ke Bandara untuk kembali ke Tokyo, dia bilang ke saya, semua hal-hal baru yang dia alami selama tingal 10 hari di Makassar sangat menyenangkan dan dia suka tinggal di Makassar dan ingin kembali lagi ke Makassar. Cuma ada satu hal yang membuat sangat merindukan Jepang ketika berada di Makassar, yaitu toilet umum di Jepang yang bersih dan nyaman, apalagi dia seorang wanita yang notabene relatif lebih sensitif dengan yang jorok-jorok.
Kembali ke buku G2dS, dalam buku ini juga ada beberapa kisah kocak yang tidak berhubungan dengan keluguan anak kecil, tapi tentang “kenekatan” orang dewasa. Saya tertawa ngakak ketika membaca kisah penulis yang berperan sebagai Michael Jackson (MJ) dengan menggunakan wig kribo seperti rambut MJ plus bodyguard layaknya MJ asli. Saya bisa membayangkan bagaimana hebohnya ibu-ibu orang tua murid menyaksikan MJ “jadi-jadian” yang bergaya Moonwalker, berbekal pengalaman menjadi breakdancer ketika masih SMP. Histeria penonton seperti menyaksikan MJ asli, sampai ada yang berteriak-teriak memanggil nama MJ, “Maikeru..Maikeru” (orang Jepang menyebut Michael menjadi Maikeru).
Dalam beberapa kisah dalam buku ini, kita bisa memahami budaya orang Jepang yang senang bekerja sama dan tidak suka persaingan, saling membantu dan juga berjiwa sportif. Juga sikap rendah hati (humble),seperti dalam kisah menolak menjadi selebriti dan bagaimana perasaan menjadi anak “half”, yaitu anak yang lahir dari orang tua yang berbeda kebangsaan.
Kalimat yang tertulis dalam sampul buku ini,: “Kisah-kisah nyata yang seru dan inspiratif”, memang sangat tepat menggambarkan kisah-kisah yang ada dalam buku ini.Smoga buku ke-2 G2dS bisa segera terbit akhir tahun ini seperti rencana penulis bukunya.
Saya berniat membeli lagi satu buku ini dan akan saya hadiahkan untuk teman saya karena saya yakin teman saya itu juga akan suka dengan buku ini. Saya juga ingin memberikan buku ini kepada teman Jepang saya karena saya yakin dia juga akan suka dengan kisah-kisah dalam buku ini, tapi sayangnya dia tidak bisa berbahasa Indonesia dan buku ini tidak ada versi bahasa Inggrisnya.
Sebelumnya saya sudah pernah membeli buku tulisanKompasianer, tapi baru kali ini saya menulis tentang buku ang saya beli, karena buku-buku yang saya beli sebelumnya tidak pernah sampai ke tangan saya. Saat itu saya masih tinggal di Jepang dan ongkos kirim ke Jepang relatif mahal sehingga saya menghadiahkan buku tersebut ke teman saya di Indonesia dan dikirimkan ke alamatnya di Indonesia.
[caption id="attachment_300136" align="aligncenter" width="384" caption="Buku G2dS yang saya beli di Gramedia Panakukang Mall Makassar"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H