Salah satu kebiasaan buruk manusia yang tidak ada habisnya adalah mencari-cari kesalahan orang lain (tajassus). Sibuk mengumpulkan salahnya orang tidak disukainya. Lebih sibuk lagi memata-matai tiap kesalahan orang lain. Tiap hari sibuk mengurusi kesalahan atau kejelekan orang lain. Sibuk banget walau tidak ada yang membayarnya. Rela banget menghabiskan energi dan waktunya untuk yang tidak bermanfaat bahkan menimbulkan dosa
Mencari-cari kesalahan orang lain, bisa jadi hobi bagi beberapa orang. Di obrolan sehari-hari, di grup WA atau di media sosial. Kerjanya sibuk membicarakan kesalahan orang lain. Orang yang tidak salah saja dicari-cari salahnya. Apalagi orang yang benar-benar salah, dibahas dan disebarluaskan. Agar berhasil membuat kebencian pada seseorang. Sukses menimbulkan permusuhan untuk orang yang tidak disenanginya. Maka benar, mencari-cari kesalahan orang lain adalah cabang kemunafikan. Sebagaimana berbaik sangka pun tergolong cabang keimanan
Abu Hatim RA berkata, "Mencari-cari kesalahan orang lain adalah cabang kemunafikan, sebagaimana berbaik sangka termasuk cabang keimanan. Orang yang berakal sehat akan berbaik sangka kepada saudara-saudaranya, dan bersendiri dengan duka dan kesedihannya". Jadi jelas bedanya, orang berakal sehat akan berbaik sangka kepada saudaranya. Sementara orang jahat akan berburuk sangka kepada saudaranya. Hanya mampu berhitung kesalahan orang lain tanpa bisa berpikir tentang kesalahan dirinya sendiri.
Sibuk mengurusi kesalahan orang lain. Karena terlalu larut pada prasangka buruk. Wajar akhirnya, orang-orang yang gemar ber-tajassus selalu cemas, gelisah dan tidak tenang. Gemar memelihara emosi negatif, di samping  aura-nya sangat negatif. Semua orang akan terlihat bak musuh dalam selimut, gampang menjadi penjahat, gemar bermusuhan kepada siapapun.
Tajassus berarti senang mencari-cari kesalahan orang lain. Lalu berperilaku menyebarkan aib orang lain. Berburuk sangka terhadap orang yang dibencinya, selalu ingin mengganggu orang lain, tidak suka atas keberhasilan musuhnya, dan selalu merendahkan orang lain. Intinya, orang lain selalu salah dan merasa dirinya selalu benar. Faktanya, tidak sedikit orang yang berjuang dan bekerja keras untuk membuktikan prasangka buruknya sekalipun tidak ada manfaatnya.
Mencari-cari kesalahan orang lain jelas dilarang dalam agama. Apalagi menyebarkan aib orang lain. Jadi sumber fitnah dan gibah. Karenanya, hindarilah untuk mencari-cari kesalahan orang lain. Caranya dengan berbaik sangka, mensyukuri segala yang diberikan Allah SWT, menjauhi sifat curiga, mampu mengendalikan emosi dan nafsu, dan merasa selalu diawai Allah SWT. Bilapun orang lain salah, maka maafkanlah. Di situlah letak kualitas akhlak seseorang.
"Janganlah kamu mencari-cari keburukan orang lain" (Al Hujarat:12) yang dipertegas "Janganlah kalian saling mencari berita kejelekan orang lain." (HR Bukhari Muslim). Berhati-hatilah saat mencari-cari kesalahan orang lain, sebelum mampu menghitung kesalahan diri sendiri. Salam literasi!
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H