Tidak dapat dipungkiri, banyak orang lebih senang berkomentara atau bicara. Meninjau jalan rusak di Lampung, dikomentari bahkan dinyinyirin. Silaturahmi politik dibahas. Bahkan orang lain yang tidak ada hubungannya sekalipun ikut dikomentari. Gemar bicara banyak omong. Orang sekarang kayaknya sudah lupa diam.
Diam itu tidak berbicara. Tindakan tidak bersuara atau tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Karena lebih baik diam daripada banyak bicara. Apalagi bila tidak tahu banyak akan suatu hal, lebih baik diam. Tapi sayangnya, hanya sedikit orang memilih diam. Padahal diam itu penting. Agar tidak merugikan diri sendiri dan orang lain.
Boleh jadi, diam adalah cara terbaik untuk mengusi kebiasaan buruk. Terlalu banyak omong, segala sesuatu dikomentari. Apalagi bila bicara hanya digunakan untuk gosip,, gibah, dan fitnah. Lebih baik diam, diam lebih baik. Diam, diam, dan diam. Biarkan orang lain terus berprasangka. Toh, mereka yang akan menanggungnya sendiri akibatnya.
Alangkah indahnya diam, bila bicara hanya menyakiti orang lain.
Alangkah terhormatnya diam, bila bicara untuk merendahkan orang lain.
Alangkah baiknya diam, bila bicara justru menimbulkan dosa.
Dan alangkah kerennya diam, bila bicara malah menebar aib orang lain.
Akan tetapi betapa dahsyatnya bicara, bila diam dapat mengakibatkan celakanya orang lain.
Betapa saktinya bicara, bila diam dapat menjadikan ruginya orang lain.
Betapa pentingnya bicara, bila diam dapat mengubur harapan masa depan orang lain.
Betapa bagusnya bicara, bila diam dapat berujung direndahkannya derajat orang lain.