Ini hanya sebuah cerita. Saat ayah saya jadi saksi ahli Bahasa di Polda Metro Jaya. Markasnya polisi di Jakarta. Waktu di ruang tunggu, terlibat obrolan dengan seorang polwan. Sambil menunggu untuk gelar perkara kasus pencemaran nama baik. Terjadilah obrolan yang tidak disengaja antara ayah saya dengan seoarang polwan.
"Bapak ini siapa dan mau apa di polda?" (kata mbak polwan)
"Ohh, ya Mbak. Saya kebetulan saksi ahli Bahasa. Ke sini mau memberi keterangan saat gelar perkara mbak" (jawab ayah saya)
"Jadi, Bapak ahli bahasa ya. Kalo gitu boleh tanya ya pak. Apa sih bedanya physical distancing sama social distancing pak?"
"Sederhana aja sih mbak. Kalo physical distancing itu dulunya anak IPA. Kalo social distancing dulunya anak IPS"
"Kalo Bapak, ikutan yang mana..." (kata sang polwan penasaran)
"Saya nggak ikut keduanya mbak. Karena saya dulunya anak bahasa..."
Si Mbak polwan pun rada nggak puas gitu, mendengar jawabannya.
Lalu, ayah saya pun bertanya balik ke Mbak polwan.
"Maaf ya Mbak, boleh tanya juga? Kalo lagi ada demo. Itu isi gas air mata apa sih mbak?"
"Ohh, kalo gas air mata isinya kumpulan chat-chat yang nggak dibalas pak..."