Kini Work From Home (WFH) mulai tenar sejak dua tahun lalu karena Indonesia dilanda pandemi Covid-19. Maka solusi yang disiapkan agar rutinitas perkantoran terus berjalan, diberlakukanlah penerapan WFH secara menyeluruh, baik instansi pemerintah maupun swasta. Tujuannya, memastikan semua layanan berjalan dengan baik.
Bagaimana dengan instansi pemerintah?
Jika ditelisik kembali terkait dengan penerapan WFH bagi ASN merupakan sebuah kebijakan yang telah melahirkan sistem kerja baru di era digital.
Sebab lahirnya Peraturan Presiden nomor 95 tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) diharapkan semua instansi pemerintah harus mampu dan segera melakukan transformasi pola kerja yang berbasis pada teknologi informasi.
Dalam proses perubahan pola kerja ini tentunya telah dipersiapkan dengan matang sehingga dalam pelaksanaan mampu menghindari risiko yang akan timbul, atau meminimalisir segala sesuatu yang terjadi jauh dari perkiraan sebelumnya.
Bercermin pada penerapan WFH disaat pandemi Covid-19 bisa dijadikan pijakan karena beberapa jurnal hasil riset mengulas tentang penerapan WFH beberapa waktu lalu sangat efektif selama didukung dengan sarana dan prasarana yang memadai.
Misalnya, jaringan internet yang memiliki kecepatan tinggi serta laptop atau personal komputer dengan spesifikasi yang mumpuni, maka dijamin penerapan WFH akan berjalan lancar tanpa hambatan.
Namun bagaimana jika WFH itu ditarapkan pada ASN yang bertugas pada sektor pelayanan publik di daerah 3T (terdepan, terpencil, tertinggal)?
Tentu, akan mengalami kendala yang jauh berbeda dengan ASN yang bertugas di kota dan telah memiliki infrastruktur IT yang memadai.
Jika dilihat dari data Desa/Kelurahan di Indonesia yang berjumlah sekitar 83.381, masih ada sekitar 12.548 (Youtube Kemkominfo) desa/kelurahan yang belum mendapatkan akses internet 4G alias blank spot.