Menyambut Hari TB Sedunia, 24 Maret 2016
Perjalanan penyakit TB – dulu dikenal TBC - sudah demikian panjang, sejak ditemukan kuman TB oleh Robert Koch pada tahun 1884 lalu hingga kini berarti sudah satu abad lebih. Namun tanda-tanda pengurangan permasalahan TB belum menggembirakan. Justru sebaliknya, pada tahun 1990-an atau kurang lebih satu abad setelah penemuan kuman TB, WHO menyatakan dunia dalam keadaan darurat TB (global emergency). Apa apa gerangan dengan TB ?
[caption caption="ilustrasi: aktual.com"][/caption]Pengobatan TB pada mulanya berlangsung jangka panjang yaitu sekitar 2 tahun lebih. Baru kemudian melalui berbagai penelitian, ditemukan strategi pengobatan jangka pendek yaitu  sekitar 6 bulan dengan sebutan dots (Directly Observed Treatment Sort Course chemotherapy) yang lebih kurang berarti pengobatan jangka pendek dengan pemantauan secara langsung.  Pengobatan TB dengan pendekatan strategi DOTS mensyaratkan 5 komponen yang terintegrasi dan tidak dapat dipisahkan.
Kelima komponen tersebut yaitu, pertama : komitmen, kemauan atau niat dalam bahasa agamanya. Harus ada itikad baik dan tekad kuatu berbagai unsur dalam masyarakat, baik pemerintah, swasta, kelompok masyarakat dan petugas kesehatan serta penderita tb untuk mau mengatasi TB.
Kedua, penegakkan diagnose TB melalui pemeriksaan mikroskopis yang berkualitas. Artinya standar labooratorium dan sediaan media yang akan diperiksa harus terkontrol. Itulah mengapa setiap 3 bulan sekali dilakukan yang namanya uji silang bagi laboratorium yang menyelenggarakan pemeriksaan dahak diduga tb atau penderita TB oleh badan laboratorium diatasnya, untuk memastikan keakuratan dan kesahihan hasil pemeriksaan yang bersangkutan, segaligus sebagai pembinaan apabila ditemukan permasalahan.
Sedangkan ketiga, yaitu pengobatan jangka pendek dengan pengawasan langsung. Setiap penderita TB yang sudah terkonfirmasi TB maka akan menjalani rangkaian pengobatan TB dengan dosis yang telah ditetapkan yang berlangsung antara 6 sampai 8 bulan. Disela-sela masa pegobatan akan dilakukan pemeriksaan evaluasi sebagai sistem monitor perkembangan pengobatannya. Hal ini dilakukan dengan pemeriksaan dahak juga. Yang perlu perhatian adalah obat mesti dipastikan diminum oleh penderita. Oleh Karena itu dalam strategi DOTS ada istilah pengawasan langsung, yang dalam program pengendalian tb dikenal adanya fihak yang bertindak sebagai pengawas menelan obat (PMO).
Sementara, keempat adalah ketersediaan logistic  untuk penegakkan dan pengobatan TB ini. Harus dapat dipastikan keberlangsungan pengobatan TB yang dijalani selesai sampai waktu yang telah ditetapkan dan dukungan kelengkapan alat, sarana laboratorium, jangan sampai terhenti di tengah jalan. Dalam hal ini pemerintah dibantu lembaga donor telah menyediakan kebutuhan logistic ini melalui dukungan anggaran baik APBD maupun APBN dan membebaskan biaya pengobatan TB ini bagi penderita.
Yang terakhir yang tak kalah pentingnya adalah system pencatatan dan pelaporan. Semua aktivitas dalam pengelolaan tb harus dicatat dan dilaporkan secara periodic. Pencatatan dan pelaporan program ini telah distandarkan melalui berbagai form baku, yang dikenal form tb, yang dimulai form tb 01 hingga form tb 13. Melalui pencatatan danpelaporan yang telah dibakukan ini bertujuan memudahkan dalam kegiatan monitoring dan evaluasi program TB. Bahkan kini, tengah diterapkan dan dikembangkan terus penggunaan system informasi berbasis internet, yaitu Sistem Informasi Terpadu TB.
Kelima komponen tersebut semestinya menjadi titik penting jika kita menghadapi penderita tb dimanapun dilaksanakan, baik rumah sakit, puskesmas, klinik, ataupun dokter praktek. Karena abai dari salah satu komponen ini menjadi pintu masuk permasalahan TB yang tak kunjung usai. Seperti terjebak dalam lingkaran setan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI