Mengenang Jasa Pahlawan di Bulan Nopember (Pahlawan itu masih ada di sekitar kita)
Namanya Ibu Farida. Sehari-harinya beliau hanyalah seorang perawat yang mengurus para penderita TB di Puskesmas Kembangan Jakarta Barat. Ia adalah lulusan sekolah perawat, yang masa lalu disebut sekolah pengatur rawat, kemudian berubah menjadi sekolah perawat kesehatan. Kini pendidikan keperawatan terbagi kepada akademi keperawatan dan profesi keperawatan setingkat sarjana strata satu plus pendidikan profesi bahkan sampai jenjang sarjana strata tiga.
Sepintas tidak ada yang istimewa pada diri beliau. Namun apabila kita mencoba cari tahu perihal kehidupan keluarganya, mungkin anda akan cukup tertegun.
Beberapa waktu lalu kita pernah dihebohkan kisah   sebuah keluarga yang berjuluk “ Gen Halilintar “, pasangan suami istri dengan sebelas putra-putri dengan berbagai kelebihannya. Karena dianggap menginspirasi, keluarga ini kerap tayang di media cetak, menghiasi halaman media elektronik dan berseliweran di media social. diundang ke berbagai seminar sebagai pembicara. Dengan maksud menyebar virus positif, keluarga ini bahkan menerbitkan buku yang dijual kepada umum.. Memang di era internet ini, informasi dengan sangat mudah menyebar, baik positif ataupun negatif.
Ibu Farida ini memang tidak mempunyai anak sebanyak Keluarga Gen Halilintar. Ia bukan menjadi Trending Topic di jagat maya. Untuk urusan komputer banyak dibantu oleh teman kerja yang kebanyakan seumuran dengan anak-anaknya. Dan ia tidak tinggal di kawasan elit Pondok Indah sebagaimana keluarga Gen. Ia hanya seorang ibu yang kebetulan juga bekerja. Dan  sejak 13 tahun lalu harus menghadapi hidup sebagai seorang single parent dengan enam anak, semuanya laki-laki.
Disinilah semangat pahlawan itu ada. Ya kekuatan seorang ibu. Makhluk yang dikatakan lemah ini mampu menghantarkan semua anak-anaknya ke jenjang pendidikan tinggi dan menyelesaikannya. Dan tidak tanggung-tanggung perguruan tinggi yang dimasukipun masuk katagori favorit bagi anak negeri nusantara ini, seperti ITB, UGM UI dan STAN. Ia adalah pahlawan untuk keluarganya.
Selepas sekolah pengatur rawat di Kota Padang tahun 1981 langsung bekerja di Rumah Sakit Reksidiwiryo, di Kota Padang juga. Tahun 1982 menikah dengan seorang PNS di departemen keuangan. Seiring berjalan usia pernikahan, kedua pasangan ini dikarunia 6 orang anak yang kesemuanya laki-laki. Memang keduanya menginginkan suasana rumah banyak diwarnai suara anak, katanya. Pada tahun 1998, Ibu Farida hijrah ke Jakarta, mengikuti tugas sang suami. Kebersamaan dua pasangan ini harus berakhir pada tahun 2002. Ketika itu, sang bapak menderita sakit ( ?), persis ketika anak pertama mereka duduk di bangku kelas 3 SMA. Malang tak dapat ditolak, kematian memisahkan mereka.
Mulailah perjuangan Ibu Farida ini. Masa-masa dimana semua anak membutuhkan perhatian dan biaya yang ketika itu belum begitu marak tentang sekolah gratis. Penghasilan seorang PNS golongan 2 c pada saat itu, Â dengan 6 orang anak dan memasuki usia sekolah, tentu bukan sesuatu yang mudah. Bekerja, mengurus anak, dan membiaya kehidupan 6 orang anak seorang diri, sungguh memerlukan ketekunan dan kesabaran.
Beruntung ketika itu, Pemerintah Provinsi dki Jakarta menerapkan kebijakan unit layanan puskesmas 24 jam, maka ikutlah Ibu Farida jaga di unit ini sebagai perawat. Sudah tentu, sebagai perawat di unit ini, Ia harus mau melaksanakan jaga malam. Demi menambah penghasilan, Ia jalani saja. Selama beberapa tahun, mau tidak mau ia harus jaga pagi, siang dan malam.
Di samping usaha keras sang ibu, di sebagian waktu malam ia sujud dan pasrahkan keadaan kehidupannya kepada Yang Maha Hidup, Allah SWT. Ia meyakini, Tuhan mempunyai rencana baik untuknya.
Waktu terus berjalan. Perlahan dan pasti usaha dan doa sang ibu mulai menuai hasilnya. Anak pertama berhasil menyelesaikan pendidikannya di ITB jurusan teknik elektronika. Anak kedua lulus dari sekolah kedinasan STAN. Sedangkan anak ketiga kuliah di UI Fakultas Ilmu Komputer. Sementara anak ke empat berhasil menggondol gelar dokter di Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas Padang. Anak kelima mengikuti jejak kakaknya nomor 2, yaitu sekolah di STAN. Dan anak yang paling akhir sedang menempuh studi  sarjananya dari UGM jurusan teknik geologi.