Masih hangat dalam ingatan kita, pada 17 Desember 2010, karena polisi merusak dagangannya, seorang pedagang sayuran di TunisiaMuhammed Bouazizi nekat melakukan aksi bakar diri. Bouazizi yang meninggal beberapa minggu setelah itu, kemudian menjadi martir bagi para mahasiswa dan para penganggur yang memprotes kondisi kehidupan rakyat mereka yang miskin.
Tidak jauh berbeda, peristiwa bakar diri merembet di beberapa negara tetangganya. Sebagaimana yang terjadi di Mesir dan Aljazair, fenomena bakar diri juga sempat menjadi perhatian di negeri ini ketika seorang Sondang Hutagalung, melancarkan aksi bakar diri di depan Istana Negara, penyebabnya di duga adalah refleksi kekecewaan yang sudah memuncak atas berbagai penyimpangan dan tirani penguasa, hal ini dapat terlihat dari sepucuk surat yang ditinggalkan dari si mahasiswa yang berisikan kekecewaan terhadap kondisi masyarakat yang masih berkutat kepada kemiskinan dan mengutuk kezaliman si penguasa jahat.
Kekecewaan yang mendalam tentu menjadi alasan mendasar bagi mereka yang melancarkan aksi-aksi spontanitas seperti itu, dalam khazanah analisismetode perjuangan, tindakan seperti di atas dijustifikasi sebagai tindakan Reaksioner, dalam istilah Lenin juga disebut sebagai Ekonomisme—yakni perlawanan yang dilakukan tanpa pengorganisasian, tak terpimpin, dan lebih peduli pada ujung-ujung persoalan yang mendesak dan harus terselesaikan sekarang. Artinya, bergerak begitu saja yang penting tuntutan terdekat tercapai.
Contoh lain dari tindakan reaksioner lainnya adalah ketika Anak-anak belia dari keluarga berada (kaum desembris). Yang merupakan perwira-perwira seumur kencur, muak dengan kondisi Rusia. kemudian mereka ingin tampil sebagai pembebas demi rakyat jelata. Namun harus pasrah dan menyerah diberondong meriam tentara Tsar Aleksander pada 14 Desember 1825.
Kaum reaksioner mungkin telah sampai pada tingkat kemarahan yang memuncak dan mendidih, ingin segera dan harus tersalurkan, karena pada pokoknya mereka tidak terlalu yakin dengan kekuatan massa terorganisir yang telah menemukan pakemnya dalam gagasan dan metode, lebih memilih menjadi seorang pemantik perubahan atas setiap tindakan yang dipandang “heroik”, seperti yang terdeksripsikan dari ucapan Chun Tae-il, buruh pabrik garmen di kota Seoul, ketika membakar diri di depan aksi. sesaat sebelum api menjilat tubuhnya.
‘Stop eksploitasi buruh! Jangan biarkan kematianku sia-sia!’
Namun kemudian yang terjadi keseringannya adalah mereka kaum reaksioner menjadi martir-martir yang terlupakan dibalik nisan. Melihat fenomena tersebut secara obyektif, maka tidak ada harapan dan begitu memprihatinkan ketika menjadikan metode reaksioner sebagai metode perubahan yang pejal lagi baku.
Lalu bagaimana?
Sebagai seorang Muslim kita diikat dengan aturan Islam dalam setiap aktivitas kita di dunia, termasuk dalam menganut sebuah gagasan dan metode perubahan, dalam menganut sebuah metode perubahan kita harus mengacu pada metode yang benar-benar shahih, yakni metode dakwahnya Rasulullah Saw, berkaitan dengan peristiwa-peristiwa di atas, timbul pertanyaan, apakah Rasul seorang yang reaksioner? Dengan mudah kita dapat menjawabnya, Apabila Rasul seorang yang Reaksioner dalam artian sempit yakni fokus kepada tujuan-tujuan terdekat tanpa sebuah konsepsi yang jelas dan baku, tentu tawaran dari pihak dan tokoh Quraisy akan di terima, yakni ketika Rasulullah dirayu harta dan ajakan Kekuasaan bersama orang-orang Quraisy. Tapi karena mempunyai visi Ukhrowi dan di tuntun oleh wahyu, maka Rasul menolaknya. Kemudian lahirlah tahapan-tahapan yang menjadi gagasan dan metode dalam perjuangan menggusur ide, pemikiran dan kekuasaan Kufur hingga Daulah Islam tegak di Madinah, gagasan dan metode itu begitu pejal dan baku, gagasan dan metode tersebut menjadi explanatory factor (faktor penjelas) bagi gerakan sesudahnya yang mengupayakan kebangkitan tegaknya Daulah kembali setelah dihancurkan. Disinilah dituntut untuk se-Link & Match dengan metode dakwahnya Rasul. Karena keketatan pada metode menghantarkan sebuah gerakan kepada tujuan dan kemenangan yang di cita-citakan. wallahu a'lam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H