Mohon tunggu...
Muhammad Farid Abidin
Muhammad Farid Abidin Mohon Tunggu... -

man jadda wa jadda

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Salah Kaprah Mahasiswa Hukum

6 Juli 2013   09:22 Diperbarui: 24 Juni 2015   10:56 1359
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13730956751514746145

Belum lama ini Saya membaca sebuah artikel di salah satu forum hukum terbesar di Indonesia. Ternyata sekarang kebanyakan mahasiswa-mahasiswa FH ingin menjadi advokat dengan mengejar nilai-nilai glamour yang mereka lihat belakangan ini yang bermunculan baik di media elektronik maupun cetak, dan betul realitas yang ada demikian, advokat-advokat yang bermobil mewah, rumah mewah, dan gadis-gadis cantik nya. bisa jadi inilah yang menjadi pemicu kebanyakan para pendaftar umptn FH ternama di indonesia semisalnya UI membludak, dikatakan sejak tiga tahun belakangan ini fakultas hukum (FH) Universitas Indonesia memiliki peringkat yang cukup tinggi pada pilihan ujian masuk perguruan tinggi (UMPTN).

Akan tetapi tidak sedikit para pengguna jasa lulusan hukum ini mengeluhkan akan kualitas yang ada pada lulusan hukum ini, masalah nya klise yaitu lulusan-lulusan sarjana hukum kebanyakan saat ini belum siap pakai dalam dunia kerja karena kebanyakan hanya menguasai teori sehingga praktik-praktik hukum yang begitu penting dan seharusnya digunakan dalam dunia kerja terabaikan. Dalam system kurikulum di FH memang lebih condong kepada hal-hal yang bersifat teoritis dari pada praktiknya. Saya sendiri sebagai mahasiswa hukum memang merasa system yang diterapkan di bangku kuliah sekarang hanya berkutat pada teori-teori hukum sedangkan praktik nya begitu kurang, sehingga pengaplikasian teori-teori yang kita miliki sulit di aplikasikan didalam praktik. Dapat kita analogikan sederhana, katakanlah teori merupakan kebutuhan sekunder dan praktik merupakan kebutuhan premier, jika demikian rumus dasarnya, kita haruslah memenuhi kebutuhan premier terlebih dahulu sebelum memnuhi kebutuhan sekunder, maka muncul lah pertanyaan apa yang dapat di praktikkan jika kita belum menguasai teori nya ?

Kita tidaklah harus mengikuti teori dasar ini hanya saja kita harus menselarakan kebutuhan premier dan sekunder, kita dapat melihat system didalam fakultas kedokteran (FK) yang melahirkan dokter, tentu saja didalam ilmu kedokteran, praktik nya berfokus selaras dengan teori nya karena lulusan-lulusan kedokteran ini tentunya akan mati langkah jika tak tahu praktik, begitu pula seharusnya kurikulum yang diterapkan di dalam fakultas hukum (FH), praktik lapangan yang minim memang akan membuat lulusan hukum kebingungan dalam dunia kerja nantinya karena hanya di bekali dengan lauk dengan nasi yang sedikit. Ini bukan berarti fakultas kedokteran lebih mampu dibidangnya dari pada fakultas hukum di bidangnya.

lalu yang kedua, masalah mengenai para peminat hukum yang mendaftar ke fakultas hukum dengan hanya mengejar nilai glamour yang mereka lihat dari lawyer-lawyer ternama, itu merupakan hal yang sangat ceroboh mereka hanya saja belum melihat ataupun belum mengetahui bahwa ada banyak pemberi bantuan hukum yang minim dalam segi materi, misalnya saja pengacara bono. Tidak sedikit teman-teman saya di ilmu hukum yang mengetahui apa itu pengacara bono, bahkan ada yang mengatakan belum pernah mendengarnya. Yang mereka tau kebanyakan hanya lawyer-lawyer ternama berkehidupan glamour yang bak selebriti di media massa. Sedangkan pengacara bono yang setia duduk di sudut pengadilan memberi bantuan hukum secara Cuma-Cuma, mereka tidak tau karena memang pengacara bono jarang dipublikasikan di media, Padahal pengacara bono ini lah yang memiliki peran penting dalam penegakan hukum yang merata. Jika sudah demikian sekiranya moralitas haruslah lebih ditanamkan kepada para calon-calon sarjana hukum tentunya demikian juga pada diri saya sendiri, jika hanya untuk mengejar hal-hal yang sedemikian rupa kita akan melupakan sendi-sendi keadilan hukum yang sesungguhnya sehingga hanya menambah carut marut hukum di Indonesia. untuk tambahan kepada teman-teman sesama studi hukum, hukum diciptkan untuk menghasilkan keadilan jika hanya ingin mengejar kenikmatan indvidualis sekiranya ini, anda telah salah memilih ajang untuk menuntut ilmu, jadilah pebisnis jikalau ingin kaya. dibidang hukum keadilan lah pokok utama dan target pencapaian. Pada akhirnya saya ingin mengutip kata Satjipto Rahardjo “Hukum untuk manusia, bukan manusia untuk hukum” dan satu adagium lagi “Quid leges sine moribus = apalah artinya hukum tanpa moralitas”. Salam mahasiswa

yogyakarta, 06 juni 2013

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun