Ada Hati yang Harus Dijaga

Aku membayangkan menggandeng tanganmu saat hal-hal baik terjadi, memelukmu saat hal-hal buruk menghampiri. Aku kembali membayangkan menuliskan surat-surat berisikan pesan singkat untukmu saat banyak kebaikan-kebaikan yang menghampiri. Aku membayangkan senyum lepas dan merah pipimu saat mendengar cerita-cerita dan kabar baik itu aku bagi. Saya membayangkan kerut mata karena senyum terlalu lebar yang tercipta di wajahmu saat mendengar berita baik itu dibagi. Aku membayangkan, kita lalu merayakan hal-hal baik itu dengan pergi ke gunung atau ke pantai, kemanapun tempat yang dapat menyenangkan hati.

Tentu aku tidak bisa menebak masa depan. Tapi aku harap hal-hal baik itu, kamu.

Kita harus tega menahan rindu juga ambisi terhadap sesuatu, bukan karena tak mampu. Karena ada hati yang saling menunggu.

Sebab, demimu aku rela menunggu. Demi kamu, aku akan bersabar, berusaha sekuat tenaga memantaskan diri.

Kita hanya perlu bersabar hingga tiba hari di mana kita bisa berbagi hal-hal baik dan merayakan peluh tanpa perlu khawatir dosa. Hingga hari itu datang, jangan pernah lelah untuk tetap berjuang. Meskipun kita tak pernah bersisian, ketahuilah kamu tak pernah sendirian.  

Sebelum tiba waktunya kita duduk berdampingan, kamu dan aku hanya perlu menambah tabungan kebaikan, ilmu juga ketabahan.

Hidup kita terlalu singkat jika untuk terus-terusan mengeluhkan kesepian. Hatimu juga terlalu berharga jika diisi dengan kesibukan untuk mengurusi cinta yang hanya sementara. Ingatlah, setiap kamu merasa sendiri dan tak ada yang menemami, ingatlah padaku. Seseorang yang mungkin belum pernah kamu duduk bersamanya, berbicara, juga yang lainnya. Lelaki keras kepala yang kata orang punya imajinasi liar dan juga mimpi gila — tersebab ia rela mati-matian menjaga diri agar pantas bersanding dengamu yang entah kapan datangnya.

Tidakkah fakta ini harusnya membuatmu merasa punya teman? Aku mendampingimu dalam doa dan diam. Barang sedetik pun, kau tak pernah sendirian.

Salam.