Kata eksistensi berasal dari kata Latin Existere, dari ex keluar sitere = membuat berdiri. Artinya apa yang ada, apa yang memiliki aktualitas, apa yang dialami. Konsep ini menekankan bahwa sesuatu itu ada.
Dalam konsep eksistensi, satu-satunya faktor yang membedakan setiap hal yang ada dari tiada adalah fakta. Setiap hal yang ada itu mempunyai eksistensi atau ia adalah suatu eksisten. Dengan demikian
Menurut Bapak Gerakan Eksistensialis Kierkegaard, menegaskan bahwa yang pertama-tama penting bagi keadaan manusia yakni keadaannya sendiri atau eksistensinya sendiri. Ia menegaskan bahwa eksistensi manusia bukanlah ‘ada’ yang statis, melainkan ‘ada’ yang ‘menjadi’. Dalam arti terjadi perpindahan dari ‘kemungkinan’ ke ‘kenyataan. Apa yang semula berada sebagai kemungkinan berubah menjadi kenyataan. Gerak ini adalah perpindahan yang bebas, yang terjadi dalam kebebasan dank e luar dari kebebasan. Ini terjadi karena manusia mempunyai kebebasan memilih.
Dengan demikian eksistensi manusia adalah suatu eksistensi yang dipilih dalam kebebasan. Bereksistensi berarti muncul dalam suatu perbedaan, yang harus dilakukan tiap orang bagi dirinya sendiri.
Kierkegaard menekankan bahwa eksistensi manusia berarti berani mengambil keputusan yang menentukan hidup. Maka barang siapa tidak berani mengambil keputusan, ia tidak hidup bereksistensi dalam arti sebenarnya.
Menurut Zainal Abidin (2008) Eksistensi tidak bersifat kaku dan terhenti, melainkan lentur dan mengalami perkembangan atau sebaliknya kemunduran, tergantung pada kemampuan individu dalam mengaktualisasikan potensi-potensinya. Oleh sebab itu, arti istilan eksistensi analog dengan ‘kata kerja’ bukan ‘kata benda’.
Eksistensi adalah milik pribadi. Tidak ada dua individu yang identik. Oleh sebab itu, eksistensi adalah milik pribadi, yang keberadaannya tidak bisa disamakan satu sama lain.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H