DEMISIONER. , sebuah kata yang jika saya cari dalam www.artikata.com berarti “keadaan tanpa kekuasaan (msl suatu kabinet dsb yg telah mengembalikan mandat kpd kepala negara, tetapi masih melaksanakan tugas sehari-hari sambil menunggu dilantiknya kabinet yg baru)”.
Yah. , bisa diartikan seperti itu, namun bedanya saya bukan berada dalam sebuah cabinet kenegaraan yang mengembalikan mandat kepada kepala Negara. Tapi, saya hanyalah seseorang yang bertugas mengayomi adik-adik saya yang ingin belajar berorganisasi. Walau saya juga bukan seorang organisator handal. Saya cuma seorang yang ingin berbagi senyuman bersama, membangun keluarga kecil di tengah kegelisahan, mencoba berbagi meski hanya berbentuk tenaga dan pikiran demi kebaikan bersama, serta seorang yang menghargai dan menjalankan adanya kaderisasi.
Tidak pernah terbayang dalam benak saya bisa merasakan apa yang saat ini saya rasakan. Bahkan masuk dalam target yang pernah saya tuliskan atau sekedar di angan pun tidak. Betapa saat ini saya benar-benar mencintai keluarga kecil tersebut. Dengan modal tekad lillahi ta’ala, serta maksud memberikan kebermanfaatan bagi masing-masing orang di himpunan yang sedikit terpinggirkan tersebut, saya mengiyakan lamaran teman saya yang juga ketua himpunan untuk menjadi Menteri Komunikasi dan Jaringan Himpunan Mahasiswa Psikologi UNS.
Saya tidak ingin mengatakan posisi Saya tersebut sebagai jabatan atau kekuasaan atau apalah., namun saya lebih suka mengatakannya sebagai sebuah amanah. Amanah yang mungkin bagi sebagian orang sangat lah tidak penting, buang-buang waktu, tidak kontributif, dan apalah lagi pendapat miring lainya. Ada juga yang mungkin menganggap nya sebagai suatu amanah yang tidak seberapa, sangat kecil, dan yah apalah. ., berbagai bentuk kata dngan gerak menempelkan ibu jari dan kelingking. Namun ada juga sebagian yang lain yang menganggap nya sebagai seuatu yang besar, yang luar biasa, dan menawan. .#upzz., saya kehilangan kosa kata untuk mengimajinasikannya# yang jelas di sini saya tidak akan membahas apa kata orang, saya hanya ingin membagi cerita saya.
Sebelum benar2 menerima amanah ini, saya sempat benar2 galau sampai harus berpikir berulang2 hingga entah berapa liter air mata yang saya kucurkan.. #kalau ini saya sedikit berlebihan, alias lebay, alias bohongg# yang benar, saya sampai harus menelpon dan minta ijin orang tua saya, selayaknya anak yang maw minta ijin kawin karena telah dilamar seorang pria., #hadewww. Dan seperti juga yang telah saya prediksikan, respon orang tua saya sungguh jauh dari kata setuju. Berdasarkan pengalaman saya berorganisasi, atau malah pengalaman mereka bergorganisasi, atau melihat anak orang berorganisasi, pemikiran ortu saya yang berada dalam tingkatan moderat, kurang bisa bertoleransi dengan waktu yang akan saya gunakan untuk memikirkan berbagai hal. .#ups maaf, saya mulai lebay lagi#
……*to be continued. . .*. .
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H