Kata "sepakat" sangat tidak sesuai dengan konteks relasi ilmiah yang tidak sehat. Istilah tersebut sama dengan menoleransi relasi ilmiah yang tidak sehat antar para penulis pada suatu tulisan. Hal ini mirip hubungan antara penulis perseorangan yang mendapatkan artikelnya dari pihak lain seperti pemesanan artikel, skripsi, thesis dan disertasi yang dilarang di perguruan tinggi. Seorang dosen dari suatu perguruan tinggi mengatakan seorang guru besar di tempatnya membayar cukup mahal sebuah tulisan yang menempatkannya sebagai nama pertama.
Menulis adalah suatu proses yang memerlukan waktu dan keseriusan dan di dalam proses tersebut ada alokasi waktu yang cukup banyak untuk membaca dan meneliti. Seorang penulis yang kredibel dan professional sekelas pemenang nobel saja tidak akan mau membuang waktu untuk meneliti, membaca dan menulis yang bukan keahliannya karena mengurangi waktunya untuk memperdalam keahliannya sendiri. Rekam jejak yang beragam dari para dosen juga berdampak pada mengurangi nilai akreditasi. Â Â
Hanya akademisi yang rendah hati dan menyadari betapa panjang jalan untuk menjadi seorang ahli yang akan terus menerus belajar dan memperbaiki diri. Keterbatasan pengetahuan dengan mengatakan "banyak orang lain yang juga melakukannya" atau yang penting "kesepakatan" dalam relasi ilmiah yang tidak sehat, hanya menghalangi kemauan belajar dan justru bisa menjadi boomerang bagi para akademisi sendiri.
Sebagian dari kita memang belum beranjak ke arah budaya menulis dan ilmiah yang sesungguhnya. Agent of change yang sering disematkan pada kaum akademisi tidak selalu sesuai dengan realita. Sumber daya manusia seperti itu tentunya masih jauh untuk menjadi bagian dari world class university yang sering disebut oleh perguruan tinggi tanpa mengetahui makna sesungguhnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H