Mohon tunggu...
Fariastuti Djafar
Fariastuti Djafar Mohon Tunggu... Dosen - Pembelajar

Pembelajar sepanjang hayat, Email:tutidjafar@yahoo.co.id

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mengenang Sekolah "Penjara” Favorit Orangtua di Kota Singkawang

3 Juli 2016   16:56 Diperbarui: 18 Juli 2016   13:57 3173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Siswa perempuan setelah praktek mata pelajaran PKK tahun 1970an. Sumber: Guru PKK, Ibu Sri Hartinii

Kisah seorang guru yang harus menjalani persidangan karena dituntut orangtua yang tidak terima anaknya dicubit, mengingatkan saya akan masa sekolah  di Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 3 Singkawang. 

Dibandingkan SMP lainnya di Kota Singkawang, sekolah ini dikenal unik karena cara penerapan disiplin yang relatif keras khususnya sampai pertengahan tahun 1980an. Ditambah dengan warna baju seragam pertama yang merupakan kombinasi baju biru muda dan bawahan biru tua, yang mirip dengan seragam narapidana masa itu, jadilah SMPN 3 dijuluki “sekolah penjara”.

Baju seragam pertama SMPN 3, kombinasi biru muda dan biru tua, mirip seragam narapidana masa itu, hasil rancangan Ibu Sri Hartini. Sumber: Alumni 1978
Baju seragam pertama SMPN 3, kombinasi biru muda dan biru tua, mirip seragam narapidana masa itu, hasil rancangan Ibu Sri Hartini. Sumber: Alumni 1978
Sejak resmi didirikan pada tahun 1966 sampai sekarang, lokasi SMPN 3 tidak pernah berpindah. Sekolah ini menempati bekas bangunan sekolah Nam Hua, sekolah khusus Tionghoa, yang diserahkan kepada Pemerintah Indonesia pada 1 Agustus 1966. 

Siswa di sekolah ini mulanya dikenal sebagai anak nakal dan “buangan”. Mereka  dianggap “dibuang” oleh SMPN 1 dan SMPN 2 Singkawang, walau sebenarnya siswa tersebut dipindahkan ke sekolah baru (SMPN 3) sebagai siswa angkatan pertama tahun 1965. Kenakalan pada masa awal SMPN 3 antara lain beberapa siswa laki-laki yang mengikat seorang siswi di pohon di belakang sekolah dan yang mengajak guru berkelahi.

Kepala Sekolah SMPN 3 yang pertama, Bapak Soetrisno yang disiplin dan berwibawa, telah menanamkan dasar disiplin yang kokoh di sekolah ini. Sesekali, Bapak Kepala Sekolah menggendong anaknya ke sekolah dengan kain gendongan, namun sama sekali tidak mengurangi wibawa beliau. 

Sifat kepemimpinan Kepala Sekolah tersebut menyebabkan Bapak Eko Marseto, yang pada tahun 1969 masih berusia 19 tahun dan baru pertama kalinya menjadi guru, dapat menjalankan tugasnya dengan baik dan lancar. 

Padahal sebagian siswanya terkenal nakal, berbadan lebih besar dan berumur lebih tua dari beliau. Bapak Eko Marseto, guru Ilmu Ukur, kemudian dikenal sebagai guru yang paling ditakuti sekaligus disegani, karena sering menghukum dengan mencubit siswa yang melanggar peraturan.   

Disiplin yang keras dicerminkan oleh berbagai hukuman yang dikenakan pada siswa yang melanggar peraturan. Misalnya secara berkala, ketika sedang belajar, seorang guru akan masuk ke ruang kelas untuk melakukan razia rambut. Siswa laki-laki yang rambutnya melebihi bagian bawah telinga dan siswa perempuan berambut panjang yang rambutnya tidak diikat, akan mendapatkan hukuman berupa pemotongan rambut. 

Kuku harus bersih dan tidak boleh panjang. Jika ada razia dan kuku siswa terlihat tidak sesuai standar, maka kuku tersebut dipukul dengan penggaris atau pemukul lonceng. Siswa yang terlambat datang untuk membersihkan kelasnya, sesuai jadwal yang telah ditentukan, akan dijemur di halaman sekolah. 

Siswa yang ketahuan menonton film 17 tahun keatas, akan dihukum lari keliling kota melewati tiga bioskop di Kota Singkawang, tanpa alas kaki bagi siswa laki-laki dan perempuan, ditambah telanjang dada bagi siswa laki-laki. Namun hukuman tersebut tidak juga membuat beberapa siswa jera, terbukti dengan melanggar kembali aturan sekolah.  

Bioskop Kota Indah, salah satu dari tiga bioskop yang sangat terkenal di Singkawang sebelum tahun 1980an. Sumber: http://caraonline.blogspot.co.id/2011/03/sejarah-kota-singkawang.html
Bioskop Kota Indah, salah satu dari tiga bioskop yang sangat terkenal di Singkawang sebelum tahun 1980an. Sumber: http://caraonline.blogspot.co.id/2011/03/sejarah-kota-singkawang.html
Alih-alih dijauhi, disiplin yang keras di SMPN 3 pada masa itu malah membuat sekolah ini menjadi semakin terkenal, apalagi disertai dengan prestasi akademik maupun non-akademik, yang berlanjut sampai sekarang. Sekolah ini berstatus terakreditasi dengan nilai A. Pada tahun 2009-2010, sekolah ini pernah menjadi sekolah rintisan bertaraf internasional kedua di Kalimantan Barat dan yang pertama, serta satu-satunya di Singkawang, sebelum akhirnya dilarang oleh pemerintah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun