[caption id="attachment_394003" align="aligncenter" width="560" caption="Dalam kunjungan kerja ke Provinsi Kalimantan Barat Presiden Jokowi meninjau Pos Pemeriksaan Lintas Batas Entikong Rabu, (21/1/2015). Dalam kunjugan ini Presiden Jokowi yang didampingi Gubernur Kalimantan Barat Cornelis intensif memeriksa fasiltas scanner X-ray dan loket Pemeriksaan Imigrasi. Presiden Jokowi banyak bertanya kepada pejabat yang bertugas dan menyoroti loket Imigrasi yang tidak online komputernya ke kantor pusat dan scanner X-ray yang tidak maksimal fungsinya dalam memeriksa barang bawaan para pelintas batas. (Agus Suparto/Setpres/tribunnews.com) "][/caption]
Selama dua hari (20-21Januari) Pak Jokowi melakukan kunjungan ke Kalimantan Barat (KalBar). Rencana semula beliau akan mengunjungi tiga daerah perbatasan, namun akhirnya hanya satu daerah perbatasan yang dikunjungi pada 21 Januari, yaitu Kecamatan Entikong, Kabupaten Sanggau, dan itu pun tidak lama. Kunjungan ke daerah perbatasan yang lain, yaitu Dusun Camar Bulan, Desa Temajuk, Kecamatan Paloh Kabupaten Sambas dan Kecamatan Badau, Kabupaten Kapuas Hulu dibatalkan.
Pos Pemeriksaan Lintas Batas (PPLB) Entikong yang berbatasan dengan Tebedu Sarawak Malaysia merupakan tempat yang paling sering dikunjungi oleh para pejabat penting Indonesia. Pejabat yang datang dari SBY ketika masih menjadi presiden, menteri sampai rombongan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan Majelis Permusyaratan Rakyat (MPR). Pada akhir November 2014, tidak lama selesai dilantik, Ketua MPR berserta seluruh wakil ketua dan seluruh ketua fraksi juga ke Entikong.
“Hanya malaikat yang belum ke Entikong”, demikian ungkapan kekesalan masyarakat setempat terhadap para pejabat yang berkunjung yang selalu mengatakan kunjungan mereka sebagai bentuk kepedulian kepada masyarakat perbatasan. Pejabat yang datang silih berganti dengan pernyataan yang itu-itu saja sementara kondisi perbatasan tidak bertambah baik seringkali menimbulkan antipati di kalangan masyarakat.
Tak jarang kunjungan ke Entikong dilanjutkan ke Kuching yang membuat sibuk Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Kuching dari mengurus tamu sampai mengatur pertemuan dengan masyarakat Indonesia. Pertemuan dilaksanakan di berbagai tempat dari aula KJRI sampai hotel bintang lima. Masyarakat yang diundang juga bosan karena yang dibicarakan itu-itu saja walau tamunya tidak selalu sama.
Sama seperti pejabat penting lainnya, Pak Jokowi ke Entikong dengan menggunakan helikopter. Komentar-komentar di Facebook menunjukkan kekecewaan masyarakat terhadap Pak Presiden yang dianggap kurang merakyat karena tidak mau lewat jalan darat yang sebagian sudah lama rusak parah.
Ada juga pejabat yang naik pesawat terbang regular dari Pontianak ke Kuching (ibu kota Sarawak) kemudian masuk ke Indonesia/Entikong melalui PPLB Tebedu Sarawak. Jika naik kendaraan darat memerlukan waktu sekitar 6 jam dari Pontianak ke Entikong ditambah guncangan dalam bis karena jalan yang jelek, naik pesawat hanya sekitar 30-45 menit dari Pontianak ke Kuching ditambah sekitar 2 jam jalan darat dari Kuching ke PPLB Tebedu Entikong dengan kondisi jalan Malaysia yang lebar dan mulus.
Di Entikong, Pak Jokowi mengunjungi PPLB yang terlihat di foto adalah tempat antri untuk cap paspor bagi mereka yang mau masuk ke Indonesia. “Lingkungannya tidak enak,” begitulah kesan Jokowi. PPLB Entikong dan sekitarnya memang kumuh dan semrawut.
[caption id="attachment_366583" align="aligncenter" width="400" caption="Jokowi melihat kondisi PPLB Entikong. (Sumber; http://setkab.go.id/tiba-di-entikong-presiden-jokowi-tinjau-pos-pemeriksaan-lintas-batas/) "]
Selain lingkungan yang tidak nyaman, Pak Jokowi dipastikan tidak melihat hal-hal berikut ini yang menjadi pemandangan sehari-hari di Entikong karena wilayah tersebut sudah disterilisasi demi menyambut RI 1.
1.Pedagang berkeliaran di dalam area PPLB
Mereka yang berada di PPLB seharusnya adalah petugas dari berbagai instansi yang berkantor di PPLB selain pelintas batas. Namun di PPLB Entikong, dijumpai banyak pedagang valuta asing gelap, pedagang kartu handphone dan orang-orang lain yang tidak berkepentingan yang berbaur dengan petugas sambil duduk-duduk ngobrol dan bercengkerama. Mereka berkeliaran dengan bebas di PPLB Entikong dan menyerbu orang-orang yang baru masuk wilayah Indonesia sembari menawarkan barang dagangannya.
[caption id="attachment_366597" align="aligncenter" width="555" caption="Pedagang di dalam area PPLB Entikong "]
Pihak otoritas Malaysia tampaknya juga kewalahan dengan serbuan pedagang tersebut sampai perlu membuat peringatan agar mereka tidak berada di area PPLB Tebedu. Tidak seperti suasana PPLB Entikong yang ramai, area PPLB Tebedu lengang dan hanya ada petugas dan pelintas batas.
[caption id="attachment_366598" align="aligncenter" width="555" caption="Papan peringatan di PPLB Tebedu, Pengurup uang =pedagang valuta asing"]
2.Kartu keberangkatan jadi barang dagang
Peraturan Pemerintah mengganti Kartu Keberangkatan dengan biometrik telah mengurangi sebagian masalah mafia kartu keberangkatan dan dapat menjadi pelajaran bahwa bisa terjadi kerja sama antara petugas PPLB dan calo yang merugikan pelintas batas dalam berbagai bentuk. Pada masa lalu, bagi mereka yang sedang antri untuk cap paspor keluar Indonesia, bukan hal aneh melihat petugas pengecap paspor memberikan segepok kartu keberangkatan ke calo yang dengan bebasnya berkeliaran di sekitar tempat cap paspor. Calo kemudian menawarkan jasa pengisian kartu kepada pelintas batas yang belum mengisi kartu dengan mengutip bayaran.
Bahkan pernah ada kios dekat pintu masuk PPLB secara terang-terangan menulis menyediakan jasa kartu keberangkatan. Supir bis pun ada yang menggunakan kesempatan jasa pengisian kartu ini terutama kepada orang-orang asing (Malaysia) dengan bayaran sampai Rm 30 per kartu. Ketidakjelasan dan ketidaktahuan tentang kartu keberangkatan bagi pelintas batas telah menjadikan mereka mangsa empuk bagi bisnis terlarang ini.
[caption id="attachment_366600" align="aligncenter" width="560" caption="Antrian cap paspor untuk keluar dari indonesia, calo berkeliaran di sini"]
[caption id="attachment_366609" align="aligncenter" width="576" caption="Transaksi antar pedagang/calo dekat area cap paspor"]
3. Paspor dicap tanpa kehadiran pemilik
Suasana di PPLB Entikong bertolak belakang dengan suasana perbatasan Johor Bahru Malaysia dan Singapura yang sangat ketat. Begitu bis dari Johor Bahru masuk ke perbatasan Singapura, ada petugas yang mengecek ke dalam bis untuk memastikan bis kosong dan semua penumpang beserta barang bawaannya keluar dari bis dan masuk ke pos imigrasi.
Di PPLB Entikong, adalah pemandangan biasa jika serombongan orang/TKI tetap duduk di dalam bis sementara penumpang lain turun mengecap paspor dan barang tetap di bis. Kadangkala ada orang yang bukan petugas masuk ke dalam bis untuk mengumpulkan paspor untuk dicap di ruang cap paspor dan mengembalikannya ke pemilik karena ketika mau masuk PPLB Tebedu para TKI tersebut turun untuk membawa paspornya masing-masing untuk dicap oleh Imigrasi Malaysia. Pemandangan ini sering terlihat jika menggunakan bis malam dari Pontianak yang sampai di PPLB Entikong menjelang subuh. Desain PPLB yang kurang baik menyebabkan pelintas batas dapat dengan mudah keluar masuk Indonesia tanpa menggunakan paspor atau cap paspor tanpa ketahuan petugas.
[caption id="attachment_366601" align="aligncenter" width="560" caption="Masuk ke wilayah Malaysia/PPLB Tebedu, semua penumpang harus turun dari bis dan berjalan kaki"]
[caption id="attachment_366610" align="aligncenter" width="576" caption="Selamat datang di Tebedu Malaysia"]
4. Pemeriksaan barang hanya di salah satu PPLB
Mungkin karena ramainya lalu lintas orang di PPLB Entikong dan PPLB Tebedu, seperti ada kesepakatan dari kedua belah pihak, PPLB mana yang menjadi pemeriksa barang bawaan penumpang. Jika keluar dari Indonesia, pemeriksaan barang hanya dilakukan di PPLB Tebedu Malaysia. Sebaliknya jika masuk ke Indonesia, pemeriksaan barang hanya di PPLB Entikong Indonesia. Padahal bisa terjadi ada barang yang tidak boleh dibawa ke luar dari Indonesia tapi boleh masuk ke Malaysia dengan leluasa.
[caption id="attachment_366608" align="aligncenter" width="300" caption="Antrian kendaraan untuk masuk PPLB Entikong pada waktu subuh "]
Kesan yang terlihat sekarang ini, pemeriksaan barang masuk ke Indonesia lebih ketat daripada pemeriksaan barang masuk ke Malaysia. Bahkan alat pengecekan barang sudah dipasang di bagian luar kantor PPLB sehingga memudahkan barang untuk dikeluarkan dari bis untuk dicek. Pengecekan barang dilakukan petugas dengan naik ke bus setelah penumpang turun dan hanya barang yang dianggap mencurigakan yang diminta diturunkan untuk dicek. Barang yang berada di bagasi bis semua diminta diangkut ke tempat pengecekan barang. Hasilnya adalah telah beberapa kali petugas mendapatkan narkoba dan barang terlarang lainnya yang akan dibawa masuk ke Indonesia.
Petugas bagian pemeriksaan barang yang relatif muda-muda ini cukup berwibawa dibanding petugas lainnya. Namun karena banyaknya barang dan terbatasnya petugas serta sistem yang mungkin kurang pas tetap saja bisa kecolongan karena barang yang ditempatkan tersembunyi di bis atau mobil pribadi atau barang yang tidak dibawa ke tempat pengecekan bisa lolos dari pemeriksaan.
5.“Cop Pusing” untuk TKI ilegal
Dengan hanya menggunakan paspor tanpa visa, warga Indonesia bisa berkunjung selama 30 hari di Malaysia. Kondisi ini telah dimanfaatkan oleh sebagian warga Indonesia untuk bekerja secara ilegal karena tanpa visa kerja. Menjelang hari ke-30, para TKI ini keluar dari Malaysia, masuk ke Indonesia, keluar lagi dari Indonesia dan masuk kembali ke Malaysia untuk mengecap paspor mereka. Proses ini disebut ‘Cop pusing” (istilah Malaysia) yang artinya berkeliling keluar masuk PPLB di dua Negara hanya untuk cap paspor.
Sebagian TKI yang tinggal di lokasi yang jauh atau sulit ijin meninggalkan pekerjaan mengupah orang yang bisnisnya adalah mengumpulkan paspor untuk di cap di PPLB walau tanpa kehadiran pemilik paspor dengan membayar sejumlah uang. Karena ini terjadi setiap bulan dan terekam datanya di kantor Imigrasi, sangat mudah untuk mengidentifikasi TKI ilegal apalagi jika menggunakan jasa perantara yang banyak membawa paspor. Selagi “Cop Pusing” terus berlangsung, jangan harap TKI ilegal akan berkurang karena permintaan terhadap jasa TKI di Malaysia yang tinggi.
[caption id="attachment_366604" align="aligncenter" width="448" caption="Long week end di Malaysia, TKI antri cap paspor di PPLB Tebedu, proses awal cop pusing"]
6.PPLB sebagai gerbang perdagangan manusia
Desain PPLB yang tidak ideal dan tidak ada pemeriksaan yang cermat ketika keluar dari Indonesia sangat memungkinkan terjadinya penyelundupan manusia ke luar negara. Dari hasil wawancara dengan korban perdagangan manusia di tempat penampungan sementara di KJRI Kuching, para korban bisa masuk ke Malaysia tanpa paspor antara lain dengan berbaring di lantai mobil yang ditutupi terpal. Ada juga yang baru diberikan paspornya ketika mau masuk wilayah Malaysia dan kemudian diambil lagi oleh calo setelah melewati imigrasi.
Bagi mereka yang lugu dan tidak tahu informasi, suasana PPLB Entikong cukup menakutkan. Jika sesuatu terjadi, entah kepada siapa mencari perlindungan mengingat antara petugas dan non petugas seperti berteman saja. Sampai ada yang memberi istilah PPLB Entikong sebagai “Texasnya Indonesia” yang maksudnya adalah area tanpa hukum yang boleh semaunya ala koboi (padahal Texas sesungguhnya tidak seperti yang digambarkan masyarakat perbatasan). Garda terdepan Negara untuk membantu menghindarkan perdagangan manusia tampaknya sulit diharap dari PPLB Entikong jika kondisi ini berlanjut.
7. Perbatasan bukan hanya PPLB Entikong
Jika bicara perbatasan, seringkali yang dibicarakan hanya PPLB Entikong dan sekitarnya. Padahal PPLB hanyalah bagian kecil dari desa perbatasan yang berada di wilayah provinsi perbatasan. Pembangunan jalan selama ini lebih mengutamakan jalan raya yang menghubungkan PPLB Entikong dan kota-kota besar di KalBar terutama Pontianak yang kondisinya sekarang sebagian rusak parah. Tak kalah penting untuk diperhatikan adalah jalan yang menghubungkan antar desa dan antara desa dengan jalan raya karena akan memudahkan petani membawa hasil pertaniannya ke pasar selain memudahkan masyarakat akses ke sekolah dan fasilitas kesehatan.
Masalah lain adalah tidak adanya areal peristirahatan yang memadai di sepanjang perjalanan dari PPLB Entikong menuju Pontianak. Di sepanjang jalan tersebut umumnya bis akan singgah dua kali di restoran yang ditentukan oleh supir. Biasanya supir sudah ada perjanjian dengan restoran dan sebagai balasannya supir mendapat makan gratis dan hadiah lainnya terutama saat lebaran/natal dari pemilik restoran. Harga makanan mahal dan ditentukan semaunya serta tidak ada informasi tentang harga.
Biasanya penumpang begitu turun dari bis langsung antri untuk mengambil makanan dan setelah makan baru ketahuan harganya di luar dugaan. Bagi yang sudah sering bepergian di jalur ini, biasa membawa bekal dan makan di dalam kendaraan dan hanya turun jika mau ke toilet atau musholla yang kondisinya kurang nyaman. Turis Malaysia yang mau berkunjung ke Pontianak dengan menggunakan bis akan melalui rute ini sehingga mereka akan menemukan kumuhnya Indonesia bukan hanya di PPLB Entikong tetapi di restoran sepanjang jalan menuju Pontianak.
Pak Jokowi berjanji untuk mulai membangun perbatasan pada bulan Maret dan akan kembali datang bulan Desember tahun ini. Saran saya, tugaskan orang yang mempunyai keterampilan observasi dan investigasi untuk diam-diam datang ke PPLB Entikong tanpa disertai wartawan dengan menggunakan bus malam Pontianak Kuching. Selain hasil observasi yang telah saya uraikan di atas, masih banyak hal lain yang kemungkinan dapat ditemui di sana. Lakukan observasi untuk beberapa hari dan menginaplah di hotel terdekat.
Setelah selesai buatlah laporan tertulis dan simulasikan apa yang akan dibangun di PPLB Entikong untuk menguji apakah bangunan dan desain baru di area PPLB Entikong akan mengurangi masalah yang telah dijelaskan sebelumnya. Masalah tersebut lebih banyak terkait dengan manusia dan sistem yang dirancang yang upaya perbaikannya sebagian sudah bisa dilakukan tanpa menunggu kesiapan bangunan fisik. Tanpa itu semua, yakinlah bangunan fisik yang sangat megah yang dengan mudah mengalahkan Malaysia sekalipun, tak akan menjamin ketertiban dan keamanan di PPLB Entikong.
Tulisan selanjutnya: Pemborosan Dana Pembangunan di Perbatasan
Catatan: semua foto yang tidak dicantumkan sumbernya adalah koleksi pribadi dan teman Nurul Bariyah
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H