[caption id="attachment_366610" align="aligncenter" width="576" caption="Selamat datang di Tebedu Malaysia"]
4. Pemeriksaan barang hanya di salah satu PPLB
Mungkin karena ramainya lalu lintas orang di PPLB Entikong dan PPLB Tebedu, seperti ada kesepakatan dari kedua belah pihak, PPLB mana yang menjadi pemeriksa barang bawaan penumpang. Jika keluar dari Indonesia, pemeriksaan barang hanya dilakukan di PPLB Tebedu Malaysia. Sebaliknya jika masuk ke Indonesia, pemeriksaan barang hanya di PPLB Entikong Indonesia. Padahal bisa terjadi ada barang yang tidak boleh dibawa ke luar dari Indonesia tapi boleh masuk ke Malaysia dengan leluasa.
[caption id="attachment_366608" align="aligncenter" width="300" caption="Antrian kendaraan untuk masuk PPLB Entikong pada waktu subuh "]
Kesan yang terlihat sekarang ini, pemeriksaan barang masuk ke Indonesia lebih ketat daripada pemeriksaan barang masuk ke Malaysia. Bahkan alat pengecekan barang sudah dipasang di bagian luar kantor PPLB sehingga memudahkan barang untuk dikeluarkan dari bis untuk dicek. Pengecekan barang dilakukan petugas dengan naik ke bus setelah penumpang turun dan hanya barang yang dianggap mencurigakan yang diminta diturunkan untuk dicek. Barang yang berada di bagasi bis semua diminta diangkut ke tempat pengecekan barang. Hasilnya adalah telah beberapa kali petugas mendapatkan narkoba dan barang terlarang lainnya yang akan dibawa masuk ke Indonesia.
Petugas bagian pemeriksaan barang yang relatif muda-muda ini cukup berwibawa dibanding petugas lainnya. Namun karena banyaknya barang dan terbatasnya petugas serta sistem yang mungkin kurang pas tetap saja bisa kecolongan karena barang yang ditempatkan tersembunyi di bis atau mobil pribadi atau barang yang tidak dibawa ke tempat pengecekan bisa lolos dari pemeriksaan.
5.“Cop Pusing” untuk TKI ilegal
Dengan hanya menggunakan paspor tanpa visa, warga Indonesia bisa berkunjung selama 30 hari di Malaysia. Kondisi ini telah dimanfaatkan oleh sebagian warga Indonesia untuk bekerja secara ilegal karena tanpa visa kerja. Menjelang hari ke-30, para TKI ini keluar dari Malaysia, masuk ke Indonesia, keluar lagi dari Indonesia dan masuk kembali ke Malaysia untuk mengecap paspor mereka. Proses ini disebut ‘Cop pusing” (istilah Malaysia) yang artinya berkeliling keluar masuk PPLB di dua Negara hanya untuk cap paspor.
Sebagian TKI yang tinggal di lokasi yang jauh atau sulit ijin meninggalkan pekerjaan mengupah orang yang bisnisnya adalah mengumpulkan paspor untuk di cap di PPLB walau tanpa kehadiran pemilik paspor dengan membayar sejumlah uang. Karena ini terjadi setiap bulan dan terekam datanya di kantor Imigrasi, sangat mudah untuk mengidentifikasi TKI ilegal apalagi jika menggunakan jasa perantara yang banyak membawa paspor. Selagi “Cop Pusing” terus berlangsung, jangan harap TKI ilegal akan berkurang karena permintaan terhadap jasa TKI di Malaysia yang tinggi.
[caption id="attachment_366604" align="aligncenter" width="448" caption="Long week end di Malaysia, TKI antri cap paspor di PPLB Tebedu, proses awal cop pusing"]
6.PPLB sebagai gerbang perdagangan manusia
Desain PPLB yang tidak ideal dan tidak ada pemeriksaan yang cermat ketika keluar dari Indonesia sangat memungkinkan terjadinya penyelundupan manusia ke luar negara. Dari hasil wawancara dengan korban perdagangan manusia di tempat penampungan sementara di KJRI Kuching, para korban bisa masuk ke Malaysia tanpa paspor antara lain dengan berbaring di lantai mobil yang ditutupi terpal. Ada juga yang baru diberikan paspornya ketika mau masuk wilayah Malaysia dan kemudian diambil lagi oleh calo setelah melewati imigrasi.
Bagi mereka yang lugu dan tidak tahu informasi, suasana PPLB Entikong cukup menakutkan. Jika sesuatu terjadi, entah kepada siapa mencari perlindungan mengingat antara petugas dan non petugas seperti berteman saja. Sampai ada yang memberi istilah PPLB Entikong sebagai “Texasnya Indonesia” yang maksudnya adalah area tanpa hukum yang boleh semaunya ala koboi (padahal Texas sesungguhnya tidak seperti yang digambarkan masyarakat perbatasan). Garda terdepan Negara untuk membantu menghindarkan perdagangan manusia tampaknya sulit diharap dari PPLB Entikong jika kondisi ini berlanjut.
7. Perbatasan bukan hanya PPLB Entikong
Jika bicara perbatasan, seringkali yang dibicarakan hanya PPLB Entikong dan sekitarnya. Padahal PPLB hanyalah bagian kecil dari desa perbatasan yang berada di wilayah provinsi perbatasan. Pembangunan jalan selama ini lebih mengutamakan jalan raya yang menghubungkan PPLB Entikong dan kota-kota besar di KalBar terutama Pontianak yang kondisinya sekarang sebagian rusak parah. Tak kalah penting untuk diperhatikan adalah jalan yang menghubungkan antar desa dan antara desa dengan jalan raya karena akan memudahkan petani membawa hasil pertaniannya ke pasar selain memudahkan masyarakat akses ke sekolah dan fasilitas kesehatan.
Masalah lain adalah tidak adanya areal peristirahatan yang memadai di sepanjang perjalanan dari PPLB Entikong menuju Pontianak. Di sepanjang jalan tersebut umumnya bis akan singgah dua kali di restoran yang ditentukan oleh supir. Biasanya supir sudah ada perjanjian dengan restoran dan sebagai balasannya supir mendapat makan gratis dan hadiah lainnya terutama saat lebaran/natal dari pemilik restoran. Harga makanan mahal dan ditentukan semaunya serta tidak ada informasi tentang harga.
Biasanya penumpang begitu turun dari bis langsung antri untuk mengambil makanan dan setelah makan baru ketahuan harganya di luar dugaan. Bagi yang sudah sering bepergian di jalur ini, biasa membawa bekal dan makan di dalam kendaraan dan hanya turun jika mau ke toilet atau musholla yang kondisinya kurang nyaman. Turis Malaysia yang mau berkunjung ke Pontianak dengan menggunakan bis akan melalui rute ini sehingga mereka akan menemukan kumuhnya Indonesia bukan hanya di PPLB Entikong tetapi di restoran sepanjang jalan menuju Pontianak.
Pak Jokowi berjanji untuk mulai membangun perbatasan pada bulan Maret dan akan kembali datang bulan Desember tahun ini. Saran saya, tugaskan orang yang mempunyai keterampilan observasi dan investigasi untuk diam-diam datang ke PPLB Entikong tanpa disertai wartawan dengan menggunakan bus malam Pontianak Kuching. Selain hasil observasi yang telah saya uraikan di atas, masih banyak hal lain yang kemungkinan dapat ditemui di sana. Lakukan observasi untuk beberapa hari dan menginaplah di hotel terdekat.
Setelah selesai buatlah laporan tertulis dan simulasikan apa yang akan dibangun di PPLB Entikong untuk menguji apakah bangunan dan desain baru di area PPLB Entikong akan mengurangi masalah yang telah dijelaskan sebelumnya. Masalah tersebut lebih banyak terkait dengan manusia dan sistem yang dirancang yang upaya perbaikannya sebagian sudah bisa dilakukan tanpa menunggu kesiapan bangunan fisik. Tanpa itu semua, yakinlah bangunan fisik yang sangat megah yang dengan mudah mengalahkan Malaysia sekalipun, tak akan menjamin ketertiban dan keamanan di PPLB Entikong.
Tulisan selanjutnya: Pemborosan Dana Pembangunan di Perbatasan
Catatan: semua foto yang tidak dicantumkan sumbernya adalah koleksi pribadi dan teman Nurul Bariyah
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H