Laut China Selatan merupakan daerah perairan dekat dengan Indonesia. Perairan yang ramai sebagai jalur perdagangan dunia dan memiliki sumber daya alam yang melimpah. Dengan keuntungan tersebut, banyak negara menginginkan klaim atas perairan tersebut. Negara-negara itu mencakup Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam, Filipina, Vietnam, dan Tiongkok. Ke-enam negara tersebut beradu diplomasi untuk mendapat pengakuan akan perairan Laut China Selatan.
Berdasarkan konvensi UNCLOS 1982 teritori sebuah negara atas laut diatur dengan Zona Ekonomi Eksklusif. Dimana disana diatur bahwa teritori ZEE suatu negara adalah 12 mil dari garis Pantai. Maka, kedaulatan Laut China Selatan sudah jelas milik dari ke-enam negara tersebut. Akan tetapi, Tiongkok dengan seenaknya mengklaim bahwa seluruh perairan Laut China Selatan masuk kedalam teritori negaranya. Klaim Tiongkok ini berdasar pada Nine Dash Line. Tentu dasar itu sudah tidak dapat di gunakan dalam dunia internasional, karna harus berdasar pada konvensi UNCLOS 1982.
Pelanggaran kedaulatan terus dilakukan oleh Tiongkok hingga pada hari ini. Pada Rabu (1/5) kapal cost guard Tiongkok secara sadar dan terarah melakukan konfrontasi terhadap kapal Filipina. Konfrontasi ini menyebabkan dua kapal Filipina mengalami kerusakan karena serangan meriam air yang ditembakan dari kapal Coast guard Tiongkok. Ini bukan pertama kali Tiongkok melakukan konfrontasi di Laut China Selatan.
Dengan Indonesia, Laut China Selatan berbatasan langsung dengan perairan Natuna Utara. Kapal-kapal coast guard Tiongkok dengan masif melakukan pratoli di perairan Natuna Utara yang merupakan milik Indonesia. Konfrontasi Tiongkok selalu berani dan bersifat masif karena mereka merupakan negara dengan militer terkuat ke-tiga di dunia. Ini menjadikan Tiongkok berani dan mampu untuk mengklaim seluruh wilayah di Nine Dash Line.
Kekuatan militer merupakan salah satu alat bagi negara untuk diplomasi. Dengan militer yang kuat, suatu negara akan lebih dihormati dan lebih di pandang sebagai negara yang besar. Dapat dilihat, bahwa Tiongkok berani melakukan konfrontasi dengan negara-negara di Laut China Selatan karena mereka memiliki kekuatan militer yang besar. Maka, bila ingin melawan konfrontasi Tiongkok di Laut China Selatan dibutuhkan kekuatan militer yang besar pula.
Angkatan laut menjadi tombak dalam menjaga kedaulatan dalam konflik Laut China Selatan. Kapal-kapal perang dapat memberi efek yang dapat menggetarkan lawan. Posisi Republik Indonesia yang strategis di Laut China Selatan mengharuskan Indonesia menempatkan beberapa kapal perang di perairan Natuna Utara. Hal ini bertujuan untuk menghalau kapal-kapal Coast Guard China yang selalu melaksanakan aksi di Laut China Selatan.
Peningkatan kekuatan militer harus dilaksanakan secara aktif dan terarah untuk menyelesaikan konflik di Laut China Selatan. Meskipun, saat ini konflik masih terjadi secara tertutup, namun persiapan dalam mengahadapi ancaman di Laut China Selatan harus terus di waspadai. Kementrian Pertahanan Republik Indonesia (Kemhan RI), saat ini secara aktif terus melakukan pembaruan dan moderenisasi alutsista TNI khususnya TNI Angkatan Laut. Hal ini sudah baik dan sejalan dengan adanya ancaman Tiongkok di Laut China Selatan.
Tak hanya Indonesia, negara-negara seperti Malaysia, Filipina, Vietnam, dan Brunei Darussalam harus melakukan moderenisasi alutsistanya. Sehingga Ketika Tiongkok melakukan konfrontasi, negara siap dengan segala ancaman yang muncul. Sehingga, konflik tidak menjadi berkepanjangan dan tidak terselesaikan.
Klaim atas Laut China Selatan juga dapat diperjuangkan dalam diplomasi yang dilakukan Kementrian Luar Negeri Republik Indonesia (Kemlu RI). Dengan diplomasi yang baik dari Kemlu RI dapat menghindarkan konflik di Laut China Selatan tanpa adanya konfrontasi dengan kapal-kapal perang ataupun kapal Coast Guard. Diplomasi harus terus dilakukan untuk menemukan Solusi yang pasti dan dapat diterima seluruh negara di Laut China Selatan. Jangan menggunakan Solusi yang menyebabkan masalah bertambah di perairan tersebut.
Kerjasama yang baik antar Kemhan RI dan Kemlu RI dalam menjaga kedaulatan Indonesia, khususnya di Laut China Selatan harus dilakukan dengan baik dan terukur. Sehingga konflik ini dapat segera teratasi dan tidak menjadi konflik terbuka. Ditengah ketegangan geopolitik dunia saat ini, konflik Laut China Selatan potensial menjadi konflik terbuka. Ditambah dengan sumber daya alam yang melimpah di perairan tersebut. Jangan sampai Laut China Selatan menjadi area konflik terbuka seperti di Ukraina dan Palestina.
Daftar Pustaka