Jika kita refleksikan, dalam konteks saat ini penyempurnaan arwah dapat dilakukan dengan cara berbeda yang menyesuaikan zaman. Arwah yang tidak tenang di depan gate 13, mugkin tidak lagi membutukan jamuan makan, atau pengorbanan dengan membunuh manusia. Tetapi yang bisa diikuti sekarang adalah niatnya, yaitu sesuatu yang membuat hal buruk itu terjadi untuk pergi. Sehingga kejadian yang sama tidak terulang
Dalam konteks tragedi kanjuruhan, layaknya upacara shang didalam penunjukan orang yang bertanggung jawab dengan merangkai keping patahan tulang. tetapi kali ini bukan tulang yang dirangkai, melainkan kronologi-kronologi yang memberikan petunjuk terkait sebab-sebab terjadinya persitiwa tragis di stadion kanjuruhan
Tentunya penyempurnaan arwah kali ini berbeda, beberapa proses ritualnya sudah dilakukan, seperti pembentukan TGIPF (tim gabungan independen pencari fakta) sebagai pihak yang melakukan investigasi, hasilnya akan digunakan sebagai acuan untuk menunjuk pihak-pihak yang bertanggung jawab. Kemudian pihak-pihak yang ditunjuk, Wajib dipersembahkan kepada arwah. Di dalam pesembahan selalu ada yang di korbankan, kali ini yang menjadi korban adalah jabatan dan kebebasan hidupnya. Bentuknya adalah pernyataan pengunduran diri atau tindak pidana kepada pihak yang dianggap bertanggung jawab.Â
Ritual penyempurnaan arwah, minimal bisa dianggap sebagai bentuk penghormatan kepada korban yang gugur. Tidak jauh berbeda seperti kita mendoakan, merawat kuburnya, melakukan 40 hari-an. Tujuannya sama yaitu memuliakan korban, hanya saja caranya berbeda. Dari tragedi ini melalui penyempurnaan arwah kita berupaya terus mengingat korban dan melakukan yang terbaik untuknya. Karena di depan gate 13, kita bersumpah tidak akan pernah lupa terhadap apa yang pernah terjadi disana.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H