Oleh: Farhan Muhammad Idris Mahasiswa Ilmu Pemerintahan UMM
Merdeka Belajar - Kampus Merdeka (MBKM) merupakan kebijakan transformatif dalam dunia pendidikan tinggi di Indonesia yang diperkenalkan pada tahun 2020 oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan saat itu, Nadiem Makarim. Kebijakan ini bertujuan untuk memberikan kebebasan dan otonomi kepada perguruan tinggi serta mahasiswa dalam proses pembelajaran.
Salah satu elemen kunci dari MBKM adalah pemberian kesempatan bagi mahasiswa untuk mengambil mata kuliah di luar program studinya, baik di perguruan tinggi lain maupun di luar lingkungan kampus seperti industri, organisasi masyarakat, atau proyek kemanusiaan. Hal ini diharapkan dapat memperkaya pengalaman mahasiswa dan meningkatkan kesiapan mereka dalam memasuki dunia kerja setelah lulus.
Selain itu, MBKM juga mendorong perguruan tinggi untuk lebih inovatif dalam merancang kurikulum dan proses pembelajaran, serta menjalin kolaborasi yang lebih erat dengan berbagai pemangku kepentingan di luar kampus. Hal ini dapat menciptakan sinergi yang kuat antara pendidikan tinggi dan kebutuhan masyarakat, industri, serta perkembangan teknologi.
Akan tetapi masih banyak mahasiswa yang resah terhadap kebijakan Merdeka Belajar - Kampus Merdeka (MBKM) semakin memuncak di berbagai kampus di seluruh Indonesia. Mereka merasa kebijakan ini memberikan dampak yang tidak selalu positif bagi seluruh mahasiswa.
Salah satu keresahan utama adalah terkait dengan ketidakjelasan implementasi dan dampak kebijakan MBKM tersebut. Mahasiswa khawatir bahwa kebijakan ini akan meningkatkan disparitas antara perguruan tinggi yang sudah maju dan yang masih berkembang. Mereka merasa bahwa kampus-kampus yang kurang berkualitas akan kesulitan bersaing dalam lingkungan pendidikan yang lebih bebas seperti yang diusulkan oleh MBKM.
Selain itu, mahasiswa juga merasa khawatir terkait dengan ketersediaan sumber daya dan fasilitas di kampus. Mereka mempertanyakan apakah kampus-kampus tersebut memiliki infrastruktur yang memadai untuk mendukung konsep Merdeka Belajar, terutama terkait dengan akses internet, perpustakaan, dan fasilitas belajar lainnya.
Selain itu, ada juga kekhawatiran terkait dengan dampak sosial ekonomi dari kebijakan MBKM. Mahasiswa dari latar belakang ekonomi rendah khawatir bahwa mereka akan kesulitan mengakses pendidikan tinggi berkualitas tanpa adanya dukungan dan bantuan yang memadai. Beberapa mahasiswa bahkan mengungkapkan kekhawatiran akan meningkatnya beban finansial bagi mereka yang harus mencari pekerjaan paruh waktu atau sumber pendapatan tambahan untuk memenuhi biaya pendidikan.
Meskipun demikian, di tengah keresahan ini, mahasiswa juga menyuarakan keinginan untuk berpartisipasi dalam proses pembuatan kebijakan dan memperjuangkan pendidikan yang lebih inklusif dan merata bagi semua. Mereka menyadari bahwa kebijakan MBKM mungkin memiliki potensi untuk membawa perubahan positif, tetapi perlu ada komunikasi yang lebih baik dan dukungan yang lebih besar bagi mahasiswa agar kebijakan ini dapat diimplementasikan dengan baik dan berkelanjutan.
Meskipun implementasi MBKM masih menghadapi berbagai tantangan, seperti penyesuaian sistem administrasi dan birokrasi di perguruan tinggi, serta pemahaman yang belum merata di kalangan mahasiswa dan dosen, namun transformasi ini memiliki potensi besar untuk memperkuat daya saing lulusan perguruan tinggi di Indonesia.
Ke depan, diharapkan MBKM dapat terus diperkuat dan disempurnakan, sehingga mampu menghasilkan lulusan yang tidak hanya unggul secara akademis, namun juga memiliki keterampilan, kreativitas, dan daya adaptasi yang tinggi sesuai tuntutan zaman.