Mohon tunggu...
Farhan Mufid Muhammad
Farhan Mufid Muhammad Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Hubungan Internasional UPN Veteran Yogyakarta

Hobi membaca novel, menonton film

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Reaksi Terhadap Pandemi, WHO Rancang WHO Pandemic Treaty

25 Mei 2024   07:45 Diperbarui: 25 Mei 2024   07:50 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Pada tanggal 31 Desember 2019 dunia diplomasi kesehatan dihantam oleh isu COVID-19, sebuah penyakit yang menyerang seluruh dunia sehingga lebih dikenal sebagai Pandemi Covid-19. Pandemi yang menyerang sistem pernafasan ini telah merengut 16 juta nyawa penduduk di dunia. Sehingga, pada akhirnya WHO selaku badan kesehatan dunia, mengeluarkan himbauan untuk melaksanakan kebijakan lockdown kepada negara-negara di dunia untuk mencegah penularan dan kematian yang kian bertambah.

Diplomasi kesehatan yang direpresentasikan dengan adanya badan kesehatan dunia atau WHO yang memiliki tujuan untuk memimpin dalam membuat kebijakan yang melibatkan negara, organisasi antar pemerintah, dan organisasi non-negara dalam menanggapi masalah kesehatan atau menggunakan ide-ide kesehatan untuk untuk bekerjasama dan berkoordinasi dalam berupaya mengatasi berbagai isu kesehatan, contohnya seperti pandemi, serta meningkatkan akses terhadap vaksin dan obat-obatan.

Untuk mewujudkan tujuan dan sebagai bentuk reaksi terhadap pandemi, WHO mengeluarkan WHO Pandemic Treaty. WHO Pandemic Treaty merupakan instruksi internasional yang mengatur pencegahan, kesiapsiagaan, dan respons terhadap pandemi jika terjadi lagi. Bentuk dari instruksi ini nantinya adalah perjanjian yang disepakati oleh negara-negara anggota dari WHO yang telah melaksanakan negosiasi pada 18 Maret hingga 28 Maret yang membahas mengenai seluruh pasal-pasal yang ada di dalam perjanjian ini. Sedangkan untuk pembahasan mengenai usulan teks perjanjian pandemi akan dilaksanakan pada tanggal 27 Mei 2024 sekaligus sebagai Majelis Kesehatan Dunia ke-77.

Pertemuan itu nantinya sebagai bentuk dari Dewan Perudingan Pemerintah (INB). INB9 merupakan singkatan dari "Intergovernmental Negotiating Body atau Dewan Perundingan Pemerintah ", yang berfokus pada pembuatan instrumen internasional untuk mencegah, mempersiapkan, dan menangani pandemi. Merupakan rangkaian terakhir dari proses negosiasi di bawah Konstitusi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang dimulai pada tahun 2021 untuk menghasilkan konvensi, perjanjian, atau instrumen hukum internasional lainnya, tujuan utama INB9 adalah untuk memastikan bahwa semua orang memiliki akses yang sama terhadap obat-obatan dan teknologi kesehatan.

WHO Pandemic Treaty memiliki tujuan yaitu meningkatkan strategi pemerintah dan masyarakat secara keseluruhan untuk meningkatkan kapasitas dan ketahanan nasional, regional, dan global terhadap pandemi di masa depan. Ini termasuk meningkatkan kerjasama internasional untuk meningkatkan sistem peringatan, pembagian data, penelitian dan produksi lokal, regional, dan global, serta penyebaran obat-obatan, diagnostik, peralatan pelindung diri, dan vaksin.

Usulan mengenai pengadaan Pandemic Treaty ini sudah disetujui sejak bulan November 2021 lalu dan diharapkan sudah dapat diadopsi pada bulan Mei 2024 ini. Perjanjian ini telah menghasilkan zero darft setelah diadakan berbagai pertemuan oleh INB. Isi dari zero draft diantaranya adalah,:

  • Akses ke teknologi: Produksi dan Distribusi Berkelanjutan dan transfer teknologi
  • Dengan meningkatkan produksi dan mendistribusikan produk secara lebih adil, ketimpangan akses ke produk pandemi harus diatasi. Mempromosikan insentif transfer teknologi dan mekanisme inovatif antara tiga pihak. Di luar masa pandemi, semua pihak harus bekerja sama dan bekerja sama lebih baik. Selain itu, selama pandemi, untuk mempercepat atau meningkatkan produksi melalui fleksibilitas TRIPS, mengesampingkan paten, dan penelitian yang didanai pemerintah untuk digunakan oleh masyarakat umum.

  • Peningkatan kapasitas Research and Development
  • Peningkatan kapasitas penelitian dan pengembangan difokuskan pada pertukaran pengetahuan atau pertukaran pengetahuan yang lebih luas, terutama ketika penelitian dan pengembangan disokong oleh dana publik. Hasil penelitian harus disebarkan secara luas, serta persyaratan untuk penentuan harga, pembagian data, transfer teknologi, dan publikasi kontrak.

  • Akses Patogen dan Pembagian Manfaat
  • Untuk mendorong kesetaraan akses pada produk yang dibutuhkan dan dihasilkan dari mekanisme pembagian data dan informasi patogen, mekanisme pembagian data dan informasi patogen harus disertai dengan mekanisme akses dan pembagian keuntungan yang memadai.

  • Memperkuat dan Mempertahankan Tenaga Kesehatan yang Terampil dan Kompeten
  • Sangat penting bagi pekerja kesehatan untuk memiliki peralatan pelindung diri yang memadai. Terutama bagi tenaga kesehatan migran dari negara berkembang, mereka harus dilindungi dengan jaminan pekerjaan dan kondisi kerja yang layak.

  • Jaringan Pasokan dan Logistik Global
  • Dalam diplomasi kesehatan, Jaringan Pasokan dan Logistik Global (Global Supply Chain and Logistics) merujuk pada sistem yang melibatkan berbagai pihak dalam proses produksi, distribusi, dan penjualan barang atau jasa yang terkait dengan kesehatan, seperti obat-obatan, peralatan medis, dan bahan kimia. Rantai pasokan global ini terdiri dari jaringan dari berbagai pihak yang terlibat dalam proses produksi, distribusi, dan penjualan barang atau jasa yang terkait dengan kesehatan.

  • Pembiayaan
  • Global Public Investment mendorong mekanisme pembiayaan. GPI sendiri merupakan konsep pengelolaan keuangan publik baru yang menekankan investasi jangka panjang dan partisipasi proaktif dalam kemajuan global.

Meskipun kita telah mengetahui sedikit dari isi zero draft dari Pandemic Traety ini, pembentukan Pandemic Treaty ini juga tidak lepas dari adanya kekurangan dari isi perjanjian itu sendiri serta menghadapi berbagai pertentangan dari beberapa negara dan dari sebagian masyarakat. Salah satu kelemahan dari Pandemic Treaty adalah bahwa itu hanya akan berfokus pada penyakit atau kedaruratan kesehatan yang telah ditetapkan menjadi pandemi dan bahwa posisi negosiasinya akan menjadi lebih sulit setelah keluarnya zero draft yang masih lemah. Untuk penyakit yang belum mencapai tahap pandemi, meskipun sudah mematikan di beberapa negara, seperti Ebola, hal ini akan sulit berlaku. Penetapan pandemi juga menghadapi banyak masalah, seperti intervensi dari negara-negara utara, yang memiliki otoritas untuk menentukan apakah sebuah penyakit dianggap pandemi atau tidak. Tidak ditetapkannya beberapa penyakit sebagai pandemi meskipun menyebabkan banyak korban di negara selatan menunjukkan bahwa negara barat masih mengendalikan pandemi.

Selain itu, rancangan undang-undang saat ini tidak memiliki ketentuan penting yang menjunjung tinggi pekerjaan yang layak bagi semua pekerja kesehatan dan perawatan, melindungi kesehatan dan keselamatan mereka, dan mengakui peran penting migran dan pekerja garis depan.

Tak hanya itu, Rusia, Selandia Baru, Inggris, dan beberapa negara lainnya sudah mengajukan surat pernyataan penolakan dan tidak ingin bergabung ke dalam perjanjian ini. Karena dikhawatirkan juga bahwa perjanjian ini nantinya dapat menghilangkan kedaulatan yang dimiliki oleh negara-negara di dunia yang terikat oleh perjanjian ini. Untuk menanggapi kekhwatiran tersebut, dari pihak WHO sendiri sudah mengumumkan bahwa, tidak pernah diminta atau diusulkan bahwa rancangan perjanjian ini akan memberikan wewenang kepada WHO untuk memberlakukan karantina atau mandat vaksin terhadap negara-negara. Perjanjian ini tidak akan dan tidak bisa memberikan wewenang kepada WHO.

Dari studi kasus ini dapat kita lihat bagaimana pentingnya posisi dari diplomasi kesehatan, selain sebagai diplomasi yang berperan untuk pemberian kemudahan akses terhadap penyebaran obat-obatan dan vaksin, diplomasi ini juga berguna sebagai bentuk reaksi dari negara-negara di dunia terhadap isu kesehatan yang sedang atau sudah terjadi. Apakah mereka setuju untuk berkerjasama dengan organisasi internasional atau negara lain unntuk menghadapi suatu isu, atau justru mereka sudah memiliki kebijakan sendiri sehingga memutuskan untuk tidak bekerjasama dengan organisasi internasional maupun negara lain.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun