ChatGPT, para guru dan siswa sama-sama menghadapi potensi maupun jebakan dari teknologi ini. Tetapi pertanyaannya adalah: Apakah AI dalam dunia pendidikan merupakan aset yang berharga, atau justru membawa risiko?
Artificial Intelligence sangat berdampak terhadap industri di seluruh dunia, dan bidang pendidikan bukanlah pengecualian. Dengan alat yang didukung AI sepertiKehadiran Artificial Intelligence 'ChatGPT' di bidang pendidikan dapat menimbulkan banyak perdebatan tentang cara penggunaannya. Dalam dunia pendidikan, ChatGPT dapat membantu para pelajar dikarenakan ChatGPT bisa digunakan untuk mencari ide, membangun argumen, membantu menyelesaikan masalah, mengembangkan materi kuliah, mencari bahan dan konten diskusi, hingga memberikan kesempatan untuk eksplor belajar bahasa.
Tidak hanya itu, kecerdasan buatan (AI) juga dapat membantu analisis data dan pola belajar siswa. AI memiliki kemampuan untuk menyesuaikan materi pembelajaran dengan kebutuhan dan tingkat pemahaman setiap siswa selama proses belajar. Teknologi AI dalam pendidikan tidak hanya dimanfaatkan oleh siswa tetapi juga oleh guru, yang dapat berfungsi sebagai asisten virtual dan mengurangi beban kerja guru. Manfaat tambahan lainnya adalah AI dapat membantu siswa dalam menjawab pertanyaan, memberikan penjelasan tambahan, atau bahkan mengatur jadwal dan tugas siswa sesuai kebutuhan dalam proses belajar mengajar menjadi lebih efisien.
Mengingat informasi ini, terdapat tantangan atau kekurangan dari penggunaan teknologi ChatGPT di dunia pendidikan yang berkaitan dengan etika seperti cheating, plagiarism, dan lain sebagainnya.Â
Faktanya, hasil survei yang dilakukan Tirto bersama Jakpat tentang penggunaan AI terkait dengan penyelesaian tugas sekolah dan kuliah, menunjukkan betapa banyaknya penggunaan AI di kalangan para pelajar. Dari 1.501 responden yang berusia 15 hingga 21 tahun di tingkat SMA dan Perguruan Tinggi, 86,21% mengakui menggunakannya untuk menyelesaikan tugas setidaknya sekali dalam sebulan, dan hanya 13,79% mengaku tidak pernah menggunakannya. Tantangan ini tidak hanya mempengaruhi proses pembelajaran di kelas, tetapi juga menantang guru dan siswa. Guru perlu menguasai teknologi untuk menerapkan pembelajaran digital di kelas, dan siswa juga perlu menguasai teknologi digital.
Terlebih, ChatGPT bisa menyebabkan ketidakmampuan berpikir kritis karena menghasilkan teks berdasarkan data yang tersedia di Internet, termasuk informasi yang tidak akurat atau belum diverifikasi. Ini dikarenakan siswa percaya bahwa ChatGPT adalah satu-satunya sumber jawaban, akhirnya mereka tidak dapat menganalisis secara kritis informasi yang mereka peroleh.
Tak hanya itu, siswa juga dapat menggunakannya untuk menyelesaikan tugas sekolah seperti menulis makalah dan menyelesaikan persamaan.Â
Walaupun demikian, untuk menerapkan Kurikulum Merdeka di era globalisasi ini, harus ada upaya untuk memasukkan teknologi ke dalam proses pembelajaran untuk membuat pendidikan lebih menarik dan bermakna.Â
Pada zaman di mana teknologi berkembang dengan sangat cepat saat, para guru dan pendidik pasti akan menghadapi lebih banyak tantangan daripada sebelumnya. Guru harus memiliki kemampuan dan keluwesan untuk beradaptasi terhadap kemajuan teknologi dengan mengintegrasikan teknologi canggih yang terus berkembang seiring perkembangan teknologi seperti AI ke dalam metode pembelajaran agar siswa dapat dilayani lebih baik dan memiliki pengalaman belajar yang bervariasi, bermakna, dan menarik.
Oleh karena itu, pimpinan MISAKA 6 Tahun Ngawi, yang dipimpin oleh Hj. Ning Lum’atul Khoirot, Lc., M.Pd., memulai inisiatif penting dengan mendorong Pelatihan Pemanfaatan AI untuk Pengembangan dan Pembuatan Media Pembelajaran. Selain itu, mereka juga berusaha meningkatkan literasi digital guru di MISAKA 6 Tahun Ngawi. Pelatihan ini dimulai dengan penjelasan tentang apa itu AI, jenis-jenisnya, kelebihan dan kekurangannya, serta dampak sosial dan etika penggunaan teknologi ini. Kemudian sebagai inti materi disampaikan bagaimana AI dapat digunakan untuk mengembangkan pembelajaran.
Guru MISAKA 6 Tahun Ngawi dikenalkan dengan berbagai aplikasi kecerdasan buatan, seperti ChatGPT, Lumen5, Gamma, dan Quizizz selama pelatihan ini. Kemudahan yang ditawarkan oleh teknologi AI dapat lebih dioptimalkan pemanfaatannya dan diharapkan bahwa AI sebagai alat bantu atau asisten guru dapat membantu peran guru dan membantu mereka menerapkan kemampuan mereka dalam pembelajaran. Penggunaan AI oleh guru hadir untuk memenuhi kebutuhan siswa yang berubah-ubah, bukan sebagai pengganti peran guru dalam mengajar siswa.