Mohon tunggu...
Farhan Kurniadi
Farhan Kurniadi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Petroleum Engineering Student at Pertamina University

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menggali Dampak Kelam: Eksploitasi dan Illegal Fishing di Perairan Papua Barat Daya

7 Desember 2023   12:45 Diperbarui: 7 Desember 2023   12:52 510
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Vol. 4 No. 1 (2022): JURNAL RISET PERIKANAN DAN KELAUTAN 

Perairan Papua Barat Daya terletak di ujung timur Indonesia, yang merupakan salah satu  wilayah perairan yang kaya akan sumber daya laut yang luar biasa. Keindahan bawah laut, keragaman hayati, dan kehidupan masyarakat pesisir yang tergantung pada sumber daya laut menjadikan wilayah ini sangat penting untuk dilestarikan. Namun, tantangan besar muncul dalam bentuk perburuan ikan ilegal yang dapat mengancam ekosistem laut dan mengurangi kesejahteraan masyarakat pesisir. Illegal fishing merupakan kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan secara ilegal, seperti menangkap ikan di wilayah yang dilarang, menggunakan alat tangkap yang dilarang, atau menangkap ikan di luar musim penangkapan yang ditentukan (Ika, 2023).

Eksploitasi Perikanan Laut

Kegiatan eksploitasi dan illegal fishing di Perairan Papua Barat Daya telah menjadi masalah yang serius. Eksploitasi perikanan laut berkaitan dengan nilai MSY (Maximum Sustainable Yield) pada suatu perairan  salah satunya di Pulau Soop Kota Sorong.

Vol. 4 No. 1 (2022): JURNAL RISET PERIKANAN DAN KELAUTAN 
Vol. 4 No. 1 (2022): JURNAL RISET PERIKANAN DAN KELAUTAN 

Berdasarkan data di atas, (MSY) di perairan laut di Pulau Soop selama tahun 2016 s.d. 2019 sebesar 3.802,50 ton per tahun, dengan jumlah tangkapan yang diperbolehkan sebesar 3.042,00 ton/tahun (80% dari MSY). Selama satu tahun jumlah trip upaya tangkapan tidak boleh melebihi 195.000,00 trip. Pada tahun 2018 hasil tangkapan mengalami kenaikan yang signifikan mencapai 3.786,00 ton/tahun sehingga menyebabkan over fishing. Sedangkan effort pada tahun 2017 mengalami kenaikan yang signifikan mencapai 226.800,00 trip yang mengakibatkan hasil tangkapan terus menurun sehingga pada tahun 2019 hasil tangkapan mulai fluktuatif karena effortnya berlebih (Iksan et al. 2022).

Illegal Fishing

Salah satu kegiatan illegal fishing yang pernah terjadi di Perairan Papua Barat Daya adalah pembantaian puluhan hiu di Pulau Sayang dan Pulau Piai. Menurut artikel dari tempo.com (2021), bahwa terdapat aktivitas ilegal kapal penangkap ikan di sekitar Pulau Sayang dan Pulau Piai. Pembantaian puluhan hiu spesies whitetip shark diketahui saat tim patroli gabungan memergoki aktivitas ilegal kapal penangkap ikan di kawasan tersebut. Kawasan ini berada di dalam Kawasan Konservasi Perairan Waigeo Barat, Kabupaten Raja Ampat. Dari tujuh kapal yang digunakan nelayan, satu kapal berasal dari Buton, dua kapal berasal dari Sorong, dan empat kapal berasal dari Kampung Yoi, Halmahera.

Sumber : tempo.com (2021)
Sumber : tempo.com (2021)

Dampak Kelam

Menurut Kementerian Kelautan dan Perikanan, Republik Indonesia menderita kerugian keuangan sebesar USD 20 miliar atau IDR 240 triliun setiap tahun dari illegal fishing (Info Papua, 2020). Selain itu, illegal fishing juga dapat  mengurangi jumlah ikan yang dapat ditangkap oleh nelayan lokal dan mengurangi pendapatan mereka. Salah satu wilayah perairan di Papua Barat Daya yang menjadi sasaran illegal fishing adalah Raja Ampat. Raja Ampat merupakan wilayah kepulauan dengan memiliki luas perairan lebih besar dari daratan yang kurang lebih mencapai 80% dari total luas Raja Ampat (Petrus, 2020).

Illegal fishing merupakan masalah serius di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Provinsi Papua Barat Daya memiliki wilayah laut yang kaya akan sumber daya ikan. Namun, praktik illegal fishing dapat mengancam keberlanjutan ekosistem laut dan mata pencarian masyarakat setempat, ketidakadilan bagi masyarakat, terutama nelayan lokal, karena aktivitas ilegal ini dapat mengungguli nelayan lokal dalam hal teknologi penangkapan ikan yang lebih canggih, mengancam keanekaragaman hayati terumbu karang dan biota laut di wilayah tersebut. Penggunaan bom ikan dan teknologi penangkapan yang tidak ramah lingkungan dapat merusak ekosistem laut dan mengancam keberlanjutan sumber daya perikanan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun