Mohon tunggu...
Farhan Kudlori
Farhan Kudlori Mohon Tunggu... Mahasiswa - Islamic family law

Mahasiswa aktif jurusan hukum keluarga Islam Universitas Islam negeri Raden mas said Surakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Beberapa Pertanyaan yang Sering Muncul dalam Kasus Hukum Perdata di Indonesia

29 Maret 2023   22:10 Diperbarui: 29 Maret 2023   22:17 1074
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

4. Bagaimana pendapat ulama dan KHI tentang perkawinan wanita hamil?

Perkawinan wanita hamil adalah seorang wanita yang sedang hamil/mengandung seorang anak sebelum melangsungkan akad nikah, kemudian dinikahi oleh seorang pria yang menghamilinya. Oleh karena itu, masalah kawin dengan perempuan yang sedang hamil ini diperlukan ketelitian dan perhatian yang bijaksana terutama oleh Pegawai Pencatat Nikah (PPN). Hal ini, dimaksudkan dengan adanya fenomena social mengenai kurangnya kesadaran masyarakat muslim terhadap kaidah-kaidah moral, etika dan agama sehingga tanpa ketelitian terhadap perkawinan wanita hamil memungkinkan terjadinya seorang pria yang bukan menghamilinya tetapi ia menikahinya. Dasar pertimbangan Kompilasi Hukum Islam terhadap perkawinan wanita hamil adalah Q.S. An-Nur ayat ke 24 surat yang ke- 3 dalam al-qur’an yang artinya “laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang -orang yang mukmin” Ketentuan ini dapat di pahami bahwa kebolehan kawin dengan perkawinan hamil bagi laki-laki yang menghamilinya adalah merupakan pengecualiannya, karena laki-laki yang yang menghamili itu yang tepat menjadi jodoh mereka sedangkan laki-laki yang mukmin tidak pantas bagi mereka. Dengan demikian, selain laki-laki yang menghamili perempuan yang hamil itu di haramkan untuk menikahinya. Hukum menikah dengan wanita yang hamil diluar nikah. para ulama berbeda pendapat tetang pernikahan wanita hamil ini, dimana Ulama mazhab yang empat yaitu Hanafi, Syafi’i dan Hambali berpendapat bahwa perkawinan keduanya sah dan juga boleh menikah sebagai suami istri tetapi dengan ketentuan apabila si pria itu yang menghamilinya dan kemudian baru dia menikahinya, dan bertaubat. Sedangkan menurut para ulama seperti Ibnu Hazm Zahiriyah, Ibnu Rusyd, Sayyid Sabiq, Quraisy Syihab, an-Nawawi berpendapat bahwa keduanya boleh dan sah dikawinkan dan boleh pula berhubungan layaknya suami istri, serta tidak ada iddah bagi wanita hamil, dengan ketentuan, bila telah bertaubat dan menjalani hukuman dera atau cambuk, karena keduanya telah berzina. Berbeda dengan Ulama Malikiyah, beliau tidak membolehkan perkawinan wanita hamil zina secara mutlak sebelum yang bersangkutan benar-benar terbebas dari hamil yang dibuktikan dengan tiga kali haidh selama tiga bulan. Dan yang terakhir menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan tidak secara khusus mengatur tentang perkawinan wanita hamil. Dalam Kompilasi Hukum Islam di Indonesia yang diatur dalam Inpres Nomor 1 Tahun 1991 dan Keputusan Mentri Agama Nomor 154/1991 disebutkan dalam Pasal 39 bahwa seorang wanita hamil diluar nikah hanya dapat dikawinkan dengan pria yang menghamilinnya. Perkawinan dengan wanita hamil tersebut dapat dilaksanakan secara langsung tanpa menunggu wanita itu melahirkan, tidak diperlukan kawin ulang.

5. Perceraian adalah perbuatan yang dibenci Allah dan halal, apa yang dilakukan untuk menghindari perceraian?

tujuan dari perkawinan adalah terjaganya dan terpeliharanya keturunan dan kesucian diri manusia. dengan perkawinan, manusia akan memperoleh ketenangan, mendapatkan kasih sayang dan dapat memperoleh ketentraman dalam hidup. faktor Penyebab terjadinya kasus-kasus perceraian adalah kurangnya saling pengertian suami ataupun dari istri itu sendiri dalam suatu rumah tangga sehingga setiap yang mengalami keributan akan selalu menempuh jalan perceraian dan yang paling signifikan yang dihadapi suatu keluarga adalah tidak terpenuhinya kebutuhan lahir dari segi faktor ekonomi sehingga paling rentang mengalami perceraian dan adanya perubahan sifat salah satu pihak yang menyebabkan ketidakharmonisan disebabkan adanya orang-orang yang tidak terduga masuk dalam rumah tangga mereka, sehingga dapat menyebabkan suatu permasalahan dalam rumah tangga. Untuk menanggulangi perceraian ini seharusnya setiap instansi yang terkait dengan pernikahan harus Memberikan Bimbingan Penasehatan Pelestarian Perkawinan dan Perceraian sebelum melangsungkan Pernikahan. Mereka juga harus mengadakan Mengadakan penyuluhan tentang pelaksanaan pernikahan dan perceraian. Lebaga instansi tersebut juga harus Membentuk majelis ta’lim yang berfungsi memberikan motivasi dalam berumah tangga. Dan menurut saya yang juga penting adalah, saat persidangan seharusya hakim mempersulit putusan perceraian mereka dengan memberatkan perdamaian hubungan pasangan, tetapi tetap dengan alasan yang logis dan apabila alasan perceraian mereka benar-benar jalan keluar satu-satuya maka hakim boleh mempersetujuinya.

6. Jelaskan judul buku, nama pengarang dan kesimpulan tentang buku yang anda review, inspirasi apa yang anda dapat setelah membaca buku tersebut!

Judul buku yang saya review berjudul Pelaksanaan eksekusi hak asuh anak terhadap istri yang keluar dari agama Islam dengan Penulis Zulfan effendi M. Pd. Terbitan dari pustaka STAIN SULTAN ABDURRAHAMAN PRESS pada Tahun 2019. Dari pengertian pemeliharaan- pemeliharaan anak( hadhanah) tersebut dapat di simpulkan bahwa pemeliharaan anak adalah mencakup segala kebutuhan anak baik jasmani dan rohaninya. Sehingga termasuk pemeliharaan anak adalah mengembangkan jiwa intelektual anak melalui pendidikan. Dasar Hukum Hadhanah Menurut para ulama, bahwa pemeliharaan anak itu hukumnya wajib, sebagaimana wajib memeliharanya selama berada dalam ikatan perkawinan. Adapun dasar hukumnya mengikuti umum perintah Allah untuk membiayai anak dan istrinya. Dalam kasus perceraian, hak asuh anak di bawah usia dewasa( masih 12 tahun) adalah hak ibu, begitu anak mencapai usia dewasa, anak tinggal memilih. Atau ibu sebagai pemilik hak asuh. Tunjangan anak tetap ditanggung oleh sang fraulein, semua biaya tunjangan dan pemeliharaan tetap menjadi tanggung jawab sang ayah kepada anak- anaknya yang berusia di bawah 21 tahun sesuai dengan kemampuannya. Dan dari buku ini saya mengerti bawasanya hak asuh terhadap anak itu pada ayahnya apabila sang anak masih di bawah umur 12 tahun, dan apabila sudah berumur sekian maka sang anak akan memilih untuk tinggal hidup bersama ayahnya atau bersama ibunya. Dari buku ini juga saya berfikir sangatlah penting menjaga hubungan pernikahan, apabila pernikahan tidak di jaga hubunganya akan kasihan pada anaknya yang akan menanggung beban pikiran dan beban mental akan berpengaruh juga pada pola pikir anak tersebut tentang jahatnya perceraian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun