Mohon tunggu...
Farhan AkbarAnbya
Farhan AkbarAnbya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi UMY

Mahasiswa dengan jalan yang panjang berdasar niat yang lapang.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno Pilihan

Penggunaan AI dalam Industri Kreatif

22 November 2024   22:03 Diperbarui: 22 November 2024   22:16 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

AI yaitu Artificial Intellegence atau dalam bahasa Indonesia adalah Akal Imitasi (Kecerdasan Buatan). AI sendiri muncul pertama kali pada tahun 1956 dan berkembang hingga hari. Pada Konferensi Dartmouth adalah asal mula AI dirancang oleh para ilmuwan dengan tujuan menciptakan mesin cerdas. Para ilmuwan yang menginisiasi penemuan AI yakni George Boole, Alfred North Whitehead, dan Bertrand A.W. Russel. 

AI dipergunakan dalam berbagai hal dalam kehidupan sehari-hari. AI pada sektor kesehatan dapat memberikan data, diagnosa, dan memprediksi resiko kesehatan dengan lebih efektif dan efisien. AI pada bidang ekonomi bekerja sebagai pemberi rekomendasi barang atau produk yang diinginkan oleh pembeli hingga sistem ChatBot bertenaga AI. Penggunaan AI kian meluas hingga ranah kreatif, contohnya iklan dan desain grafis yang diproduksi oleh bantuan AI.

Implementasi AI dalam ranah 'creative industry' memiliki berbagai perspektif. Penggunaan AI dalam dunia kreatif dapat berdampak positif dan berdampak negatif. Dampak positif AI dalam dunia kreatif memiliki keragaman. 

Pertama, AI sebagai alat komunikasi yang mendistribusikan informasi dari sumber infomasi kepada audiens. Kedua, AI digunakan sebagai eksplorasi seniman terhadap hal-hal yang belum pernah difikirkan oleh seniman itu sendiri, dengan kata lain AI sebagai inspirasi seniman. Ketiga, inclusive access yang diberikan oleh AI kepada para audiens. 

Dampak negatif AI kepada para seniman dan dunia kreatif juga sangat bermacam-macam. Pertama, AI memungkinkan peranannya menggantikan tokoh seorang seniman yang selama ini memiliki eksistensi dalam dunia kreatif. Kedua, AI Influencer yang memiliki hubungan kerjasama dengan brand dalam mempromosikan produk merupakan contoh nyata akan seni tanpa jiwa. 

Hal yang terpenting juga, AI membuat nilai, rasa dan hal esensial dari seni yang diproduksi oleh seniman menghilang karena adanya peran AI yang berkembang dalam industri kreatif.

Pada akhirnya, seniman dan AI memiliki ragam perbedaan dan intriks dalam perjalanannya hingga saat ini sehingga menimbulkan perspektif yang kerap bersebrangan. Namun, dengan adanya AI dan peran seniman dalam dunia kreatif bukan berarti bahwa AI dan dunia kreatif tidak dapat berkembang dan berkolaborasi. Hal ini dapat disesuaikan, dengan berbagai cara. 

Salah satunya adalah masifikasi narasi "AI bukan menggantikan, AI membantu". Dengan perkembangan narasi tersebut yang dibantu oleh penyelarasan sistem AI dan seniman dalam dunia kreatif, AI tidak akan melukai peran seniman dalam dunia kreatif. AI akan menghancurkan seniman, seniman yang tidak berkembang mengikuti zaman. AI tidak menggantikan peran seniman dalam industri kreatif, AI membantu peranan seniman dalam industri kreatif.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun