Mohon tunggu...
Farhani Ade Pratiwi
Farhani Ade Pratiwi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Ekonomi

Tertarik pada isu-isu sosial dan kependudukan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Tinjauan Kebijakan Kependudukan Indonesia: Pernikahan Dini

21 Mei 2023   19:00 Diperbarui: 21 Mei 2023   18:57 554
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Diagram Integrasi Kebijakan Pencegahan Perkawinan Anak yang Melibatkan Berbagai Pihak (Latifiani, 2019)

Pada tahun 2021, Komnas Perempuan mencatat adanya 59.079 kasus pernikahan dini (Puspapertiwi, 2023). Di Asia Tenggara, Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki kasus pernikahan dini terbanyak kedua setelah Kamboja. Maraknya pernikahan dini di Indonesia tidak lepas dari hal-hal yang menyebabkan peristiwa tersebut terjadi. 

Penyebabnya antara lain married by accident, membantu ekonomi keluarga, hingga faktor budaya (Fadilah, 2021). Pernikahan dini banyak membawa dampak buruk, antara lain peningkatan angka perceraian, stunting, kemiskinan, ancaman kekerasan, hingga masalah kesehatan alat reproduksi. Tentu kondisi ini sangat mengkhawatirkan bagi Indonesia kedepannya. 

Berkaitan dengan fenomena tersebut, sejatinya Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan peraturan berkaitan dengan batas minimal usia menikah dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 yang merupakan perubahan dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. 

Perubahan undang-undang tersebut mengubah usia minimal pernikahan yang semula 16 tahun menjadi 19 tahun guna menekan angka pernikahan dini di Indonesia. 

Walau sudah ada peraturan yang mengikat, masih banyak anak-anak yang mengajukan dispensasi umur untuk melaksanakan pernikahan dini. Penegakan undang-undang tersebut dinilai belum kuat dengan banyaknya pengajuan dan penerimaan dispensasi berkaitan proses pernikahan dini pada proses peradilan (Puspapertiwi, 2023).

Untuk itu, diperlukan beberapa solusi lain untuk mengatasi dampak buruk dari fenomena tersebut. Tindakan preventif yang dilakukan harus secara holistik dan terintegrasi dengan berbagai instansi , disusun oleh Latifani (2019). 

Partisipasi kolektif dari berbagai pihak juga sangat dibutuhkan untuk menghadapi kepercayaan atau praktik tradisional yang sudah sangat mengakar pada masyarakat. Integrasi kebijakan ini dimulai dengan internalisasi dan kesadaran akan kesiapan dalam pernikahan. 

Selanjutnya, peran akan dilanjutkan oleh sekolah, masyarakat, aparat desa/kelurahan, dan institusi lainnya. Diharapkan dengan adanya skema pencegahan ini bisa mengurangi angka pernikahan dini di Indonesia dan kemudian mengatasi berbagai dampak buruk yang menyertainnya demi menciptakan Indonesia Maju tahun 2045.

Referensi : 

Puspapertiwi, E. R., & Kurniawan, R. F. (ed). Ramai Soal Pernikahan Dini Anak Belasan Tahun, KPAU: Belum Ada Aturan Tegas. kompas.com, 5 Februari. Diakses pada Sabtu, 18 Februari 2023. https://www.kompas.com/tren/read/2023/02/05/200000865/ramai-soal-pernikahan-dini-anak-belasan-tahun-kpai--belum-ada-aturan-tegas?page=all.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun