Pesantren salafi, dengan ciri khasnya yang menekankan pada pendidikan agama Islam tradisional, telah lama menjadi bagian integral dari lanskap pendidikan Indonesia. Di tengah arus modernisasi dan globalisasi, muncul pertanyaan tentang relevansi pesantren salafi di era sekarang. Artikel ini akan mengkaji relevansi pesantren salafi dari tiga aspek: yuridis, sosiologi, dan filosofis.
Landasan Yuridis
Secara yuridis, keberadaan pesantren salafi dilindungi oleh Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 29 ayat (2) yang menyatakan bahwa "Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya".
Lebih lanjut, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional juga mengakui keberadaan pesantren sebagai salah satu bentuk satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat.
Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan further memperkuat landasan yuridis pesantren dengan mengatur penyelenggaraan pendidikan agama dan keagamaan, termasuk pesantren.
Landasan Sosiologis
Pesantren salafi memiliki peran penting dalam masyarakat, terutama dalam hal pendidikan agama dan moral. Di tengah arus modernisasi yang kian deras, pesantren salafi menawarkan pendidikan yang berlandaskan nilai-nilai agama yang kokoh.
Pesantren salafi juga berperan sebagai agen sosialisasi nilai-nilai budaya dan tradisi Islam. Di era globalisasi yang penuh dengan budaya asing, pesantren salafi membantu menjaga identitas dan jati diri bangsa.
Landasan Filosofis
Secara filosofis, keberadaan pesantren salafi sejalan dengan tujuan pendidikan nasional, yaitu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk manusia seutuhnya.