"The climate emergency is a race we are losing, but it is a race we can win"
Antnio Guterres (Sekretaris Jenderal PBB).
Perubahan iklim merupakan isu penting yang dibahas oleh berbagai negara di dunia, mengingat dampak yang ditimbulkan sangat memengaruhi kelangsungan makhluk hidup di bumi. Sejumlah negara Perserikatan Bangsa-Bangsa melalui Konferensi Perubahan Iklim berkomitmen dan bekerja sama untuk mencapai net zero emission. Melalui Perjanjian Paris, yang merupakan perjanjian dan negosiasi dalam United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC), yang disepakati oleh 195 negara-negara Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa ke-21 di Paris, Prancis. Perjanjian ini menjadi tonggak awal negara-negara di dunia dalam memerangi isu perubahan iklim. Tujuan utama dari perjanjian tersebut adalah tercapainya net zero emission pada pertengahan abad ini.
Indonesia melalui industri kelapa sawit berkomitmen mencapai net zero emission. Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) dibentuk untuk menjadi badan pengelola dana dalam pengembangan kelapa sawit dengan prinsip sustainability. BPDPKS didirikan berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) No. 61 Tahun 2015 tentang Penghimpunan dan Penggunaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit. Lembaga ini berada di bawah pengawasan Kementerian Keuangan Republik Indonesia, dan pendiriannya bertujuan untuk mengelola dana yang diperoleh dari pungutan ekspor produk kelapa sawit, yang kemudian dialokasikan untuk mendukung berbagai program di industri kelapa sawit. Lantas, apa peran BPDPKS dalam mencapai net zero emission dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia?
Peran BPDPKS Dalam Mencapai Net Zero Emission
- Program Pengembangan Biofuel.
BPDPKS berkontribusi secara langsung dalam pengembangan bahan bakar nabati (BBN) berbasis sawit. Program pengembangan dan penggunaan BBN yang telah dilakukan adalah mandatori biodiesel. Program ini mewajibkan penggunaan bahan bakar biodiesel dengan kadar campuran tertentu ke dalam bahan bakar fosil. Program ini telah berjalan sejak 2008 dengan campuran biodiesel hanya sebesar 2,5% kemudian meningkat hingga tahun 2019 diresmikan penggunaan B30 dengan campuran biodiesel sebesar 30% dan terus dikembangkan hingga saat ini penggunaan B40 sudah masuk dalam tahap uji coba. Penggunaan campuran bahan bakar ini terbukti lebih ramah lingkungan dibandingkan bahan bakar fosil. Berdasarkan hasil Laporan Kajian dan Uji Pemanfaatan Biodiesel 20% (B20) yang dilakukan oleh Ditjen EBTKE bersama beberapa pemangku kepentingan terkait pada tahun 2014, didapat bahwa kendaraan berbahan bakar B20 menghasilkan gas CO dan emisi Total Hydrocarbon (THC) yang lebih sedikit.
- Sertifikasi ISPO (Indonesian Suistainable Palm Oil).
ISPO adalah sertifikasi yang dikembangkan oleh Pemerintah Indonesia untuk memastikan bahwa pengelolaan industri kelapa sawit dikelola secara berkelanjutan baik dari segi aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan. Menurut data Direktorat Jenderal Perkebunan terbaru, per Juni 2023, lahan sawit yang telah disertifikasi ISPO mencapai 5,3 juta hektar dengan jumlah sertifikasi sebanyak 863 unit sertifikasi. Sertifikasi ISPO mewajibkan dalam pengelolaan lahan harus memperhatikan konservasi tanah dan air, menjaga keseimbangan ekosistem di sekitarnya, dan harus menghindari pengrusakan lingkungan termasuk menjaga kawasan hutan lindung, lahan gambut, dan kawasan hutan konservasi. Dengan kata lain, sertifikasi ini memastikan bahwa perusahaan perkebunan kelapa sawit beroperasi dan dikelola dengan benar dan tidak merusak lingkungan.
Kontribusi BPDPKS Â terhadap Penerimaan Negara
- Pendanaan Program Pengembangan Sawit Berkelanjutan.
BPDPKS didirikan dengan tujuan untuk mengelola yang diperoleh dari pungutan ekspor produk kelapa sawit. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2022 nilai ekspor kelapa sawit Indonesia meningkat dari tahun sebelumnya yang mencapai 29,75 miliar US$, angka ini merupakan nilai harga ekspor tertinggi selama 5 tahun terakhir. Â