Mohon tunggu...
FARHANAH MAULINDA
FARHANAH MAULINDA Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Universitas Padjadjaran

ketertarikan dalam penulisan sosial dan budaya masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Prosesi Tradisi Tingkeban (Nujuh Bulanan)

7 Maret 2024   09:27 Diperbarui: 7 Maret 2024   09:31 2077
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Suku Sunda merupakan suku dengan adat yang sangat kaya. Sampai saat ini masyarakat Sunda masih menjaga dan menghormati tradisi dari leluhur mereka. Demikian pula adat-istiadat yang diturunkan kepada masyarakat keturunan suku sunda oleh nenek moyangnya masih tetap dilestarikan dan dihormati hingga zaman ini baik adat dalam siklus kehidupan manusia, maupun upacara yang dikenal dengan ritual adat seperti upacara adat selama kehamilan, kelahiran, masa kanak-kanak, pernikahan hingga kematian. Menurut Lenaga Saburo (Situmorang, 2006) kebudayaan merupakan bagian dari kehidupan setiap manusia ningen no seikatsu no itonami kata. Lenaga menjelaskan bahwa budaya adalah sesuatu yang sangat alami, sedangkan budaya dalam arti sempit terdiri dari pengetahuan, sistem kepercayaan dan juga seni. Dalam arti luasnya Lenaga mengatakan bahwa kebudayaan adalah segala sesuatu bersifat konkret yang dapat diolah manusia untuk memenuhi kebutuhannya.

Salah satu tradisi yang tetap dijalankan masyarakat sunda ialah ritus, ritus merupakan sebuah tradisi yang biasanya dalam bidang keagamaan dan bersifat seremonial serta tertata. Dalam hal ini tentunya ritus masyarakat sunda berkesinambungan dengan agama yang dipeluk oleh mayoritas masyarakat sunda yakni agama Islam. Paradigma ini menggaris bawahi sebuah fakta bahwa Islam tidak datang untuk mengganggu budaya lokal. Mengutip ungkapan KH Abdurrahman Wahid: "Indigenisasi Islam adalah upaya "harmonisasi" Islam dengan kekuatan budaya lokal agar budaya lokal tidak hilang. Pribumisasi juga bukan upaya subordinasi Islam dengan budaya lokal, karena Islam harus melestarikannya. berkarakter Islami.Di Nusantara, tradisi dan budaya lokal seringkali menjadi suatu sistem untuk memenuhi ajaran agama Islam.Islam yang sejatinya adalah agama baru, diterjemahkan ke dalam konteks struktur sosial budaya yang sudah mapan sehingga menjadi sebuah ciri Islam di Nusantara ini yang tidak dimiliki oleh negara lain, termasuk negara Indonesia tempat Islam berasal. Bagi masyarakat Jawa Barat (Sunda), "domestikasi" simbol Islam secara eksternal menghasilkan apa yang dapat dirasakan sebagai warisan otentik yang seolah-olah dihasilkan oleh budaya lokal. Ungkapan "Islam Sunda" dan "Nunda-Islam" membuktikan bahwa mayoritas masyarakat Sunda memeluk Islam dan menjadikan Islam sebagai salah satu ciri khas mereka. Kemudahan budaya antara Islam dan budaya Sunda juga tidak terlepas dari kesamaan. antara esensi ajaran dan keyakinan Islam. Sunda kuno Misalnya, masyarakat pra-Islam yang meyakini adanya Sanghyang Tunggal memiliki kesamaan dengan konsep Taulud dalam agama Islam.

Adat-istiadat yang diwariskan oleh nenek moyang suku sunda masih dilestarikan dan dihormati seperti perayaan daur hidup masyarakat dimulai dari kehamilan sampai kematian. Adapun upacara-upacara ritus saat hamil, salah satunya adalah upacara Tingkeban yakni upacara yang paling meriah dan paling banyak aksesorisnya. Oleh karena itu upacara ini juga dimeriahkan oleh banyak tamu undangan diantaranya; ajengan atau kiyai, tetangga, kerabat, teman, orang tua laki-laki dan perempuan, dan tentunya dihadiri oleh wanita hamil dan dihadiri oleh suaminya. Tingkeban ini merupakan tradisi turun temurun keluarga, untuk mengambil barokah supaya bayi selamat di dalam kandungan, sekaligus bertujuan untuk mempererat silaturahim antar tetangga dan kerabat.

Dalam prosesi tingkeban ini terdiri dari tahapan-tahapan yang terdapat poin keislaman, diantara tahapan prosesi tingkeban ialah:

  • Rasulan, yakni tahapan ini dimulai dengan pembukaan yang biasanya dibawakan oleh suami dari wanita hamil itu sendiri, kemudian dilanjutkan dengan membaca ayat suci Al-Quran, yakni wanita hamil dituntun oleh ajengan untuk membaca ayat-ayat Alquran, khususnya membaca Surah Yusuf dan Surah Maryam, serta menyalakan tujuh pelita berisi minyak. Setelah membaca ayat-ayat Al-Qur'an, mulailah membaca Barzanzi yang berisi pujian kepada Nabi Muhammad dan diakhiri dengan doa ucapan selamat.
  • Ketika prosesi pengajian selesai, pemberkatan dibagikan kepada para tamu yaitu para besek yang memberikan nasi dan lauk pauk, tujuh jenis kue manis, dll. Biasanya makanan diikat dengan daun kelapa atau enau.
  • Setelah itu wanita hamil melakukan prosesi mandi bunga, dalam prosesi ini terbilang cukup rumit karena ada banyak sekali adat yang dilakukan yakni siraman dilakukan di ruang terbuka dengan wanita hamil terlebih dahulu mengganti pakaiannya dengan memakai baju yang dibalur dengan melati yang telah dirajut untuk menutupi bagian dada serta menggunakan bando yang dibuat dari melati juga. Kemudian dalam siraman ini wanita hamil dianjurkan untuk mengganti kain sebanyak 7 kali sebanyak siraman air yang disiramkan kepada wanita hamil tersebut (setiap sekali siraman mengganti kain). Kemudia air yang digunakan untuk siraman ini yaitu air yang berisi 7 kembang yang berbeda-beda. Siraman pertama biasanya dilakukan oleh suami atau orang yang paling tua dalam keluarga tersebut (kebiasaan ini sering kali berbeda-beda sesuai tradisi yang dipercayai keluarga), setelah disiram dengan air 7 kembang, wanita hamil diluncurkan belut di dalam kainnya, kepercayaan ini dikaitkan agar proses persalinan nanti berjalan dengan lancar, kemudian setelah itu barulah kain diganti dan siraman ini dilakukan 7 kali secara bergantian dengan runtutan yang sama seperti sebelumnya.
  • Setelah proses siraman ini dilakukan prosesi meluncurkan telor yang diluncurkan dari atas kain oleh sesepuh yang kemudian ditangkap oleh tangan suami yang menanggap di bagiam bawah kain isterinya.
  • Setelah prosesi ini dilakukan prosesi meluncurkan kelapa yang diluncurkan dari atas kain oleh sesepuh yang kemudian ditangkap oleh tangan suami yang menanggap di bagiam bawah kain isterinya, kemudian membelah kelapa.
  • Kemudian dilakukan saweran yakni prosesi menaburkan uang baik berupa koin maupun uang kertas yang nantinya diambil oleh tamu undangan.
  • Terakhir adalah rujakan, yaitu membagikan rujak kepada tamu undangan yang berisi 7 macam buah yang berbeda-beda.

Tahapan prosesi tingkeban ini berbeda-beda dilakukan oleh masyarakat sunda, faktor budaya inilah yang menyebabkan terjadinya stratifikasi masyarakat dan subkulturnya serta mempengaruhi adanya beberapa perbedaan dalam upacara adat, dalam hal ini berkaitan dengan siklus kehidupan masyarakat Sunda, meskipun ada yang dianggap relatif sempurna. dan standar, yaitu kaum bangsawan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun