sejarah yang teraktualisasikan dalam bentuk peninggalan budaya arkeologis, telah dilakukan oleh manusia sebagai bentuk jejak transformasi yang membedakan kebudayaan mereka dengan bentuk kebudayaan lain di sekitarnya.
Kepentingan menjaga nilai-nilaiPeninggalan bawah air terutama, menjadi suatu sensasi yang dibawa kembali ke zaman ini, dalam arahan kemendikbud untuk mencari sisa-sisa “Kejayaan Maritim” maupun ekspedisi “Jalur Rempah” di Indonesia.
Kesadaran untuk melindungi tinggalan peradaban dan eksplorasi hasil kebudayaan, sudah dilakukan oleh manusia, sejak mereka memahami pentingnya melindungi sejarah sesame mereka.
Tidak hanya menghasilkan beragam benda unik dan aneh dari berbagai masa waktu, namun juga membentuk identitas serta paradigm yang membentuk suatu negara dalam ruang lingkup yang lebih luas.
Manusia akan menyadari bahwa interaksi sejarah yang dihasilkan, ternyata tidak hanya persoalan antara komunitas yang memang sudah terbentuk di wilayahnya sendiri, namun juga persoalan antara jalinan komunikasi yang dilakukan dengan komunitas lain di luar daearah mereka secara terintegrasi dalam bentuk penjejalahan.
Eksplorasi yang demikian, bisa ditemukan dalam bentuk interaksi perdagangan, pernikahan antara putra-putri raja dengan penguasa daerah lain, hingga ekspansi dan peperangan perebutan wilayah bahkan dengan tujuan untuk mempelajari agama tertentu, hingga penelitian kebudayaan yang menciptakan pergerakan politik.
Perubahan dalam bentuk secara fisik, terhadap tinggalan budaya bawah air, tentu akan menyulitkan para ahli dalam mengungkap misteri serta latar belakang sejarah yang dikandung dalam benda-benda tersebut.
Peninggalan budaya bawah air dalam lain hal, memiliki kesulitan yang tentu berbeda dengan tinggalan budaya yang berada di darat.
Umumnya tinggalan budaya bawah air dapat berupa antara lain; kapal perang, kapal dagang, pesawat tempur, barang muatan kapal tenggelam (BMKT) yang juga dapat berasal dari kapal berjenis dagang ataupun perang, peradaban kuno tertentu yang tenggelam di laut disebabkan oleh perubahan iklim ekstream semisal banjir bandang, tsunami, ataupun bencana gunung berapi.
Banyak tinggalan budaya bawah air yang sulit untuk diangkat ke permukaan sehingga dapat menjadi konsumsi public, disebabkan oleh mahalnya biaya pengangkatan, serta adanya risiko tinggalan tersebut memiliki tingkat kerapuhan yang tinggi sehingga sangat memungkinan adanya resiko perusakan lebih lanjut jika diangkat.
Para ahli akhirnya lebih memilih hanya mengangkat BMKT ataupun sisa-sisa fragmen yang dapat dikumpulkan dan meninggalkan tinggalan budaya bawah air yang lebih besar tersebut, dalam status perlindungan serta penjagaan (konservasi) lebih lanjut.