Kehadiran Negara itu memiliki tujuan untuk mensejahterakan warganya sebagaimana yang tercantum dalam konstitusi Negara. Kesejahteraan ini sendiri meliputi terpenuhinya kebutuhan warga Negara atas kebutuhan barang, jasa, dan administrasi. Kebutuhan barang yaitu kebutuhan atas barang-barang public seperti contohnya pengadaan air bersih, lampu jalan, dan pelayanan telepon public.Â
Sedangkan pelayanan jasa adalah jenis pelayanan yang menyediakan jasa kepada public seperti contohnya pengadaan akses pendidikan, kesehatan, keamanan dan pelayanan administrasi adalah jenis pelayanan yang mengurus berkas-berkas administrasi public seperti contohnya pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu Keluarga (KK), Buku Nikah, Akta kelahiran dan kematian. Semua jenis pelayanan ini menjadi tugas dan tanggung jawabnya Negara dalam mewujudkan.
Untuk mewujudkan pemenuhan kebutuhan warga Negara lewat pelayanan public, Negara membentuk sistem pemerintahan. Sistem pemerintahan adalah susunan atau tatanan utuh atas berbagai komponen pemerintahan yang bekerja saling bergantungan dan mempengaruhi dalam pencapaian tujuan dan fungsi pemerintahan.
 Berdasarkan pengertian tersebut sistem pemerintahan terdiri dari beberapa instansi pemerintahan yang bekerja melayani pemenuhan kebutuhan masyarakat sehingga itu menjadi tujuan dan fungsi pemerintahan. Instansi pemerintahan secara garis besar dikelompokan berdasarkan 3 (tiga) jenis pelayanan yaitu instansi pemerintahan yang melayani barang, instansi pemerintahan jasa dan instansi pemerintahan administrative.
Pelayanan di bidang administrative merupakan salah satu bidang pelayanan yang diselenggarakan oleh pemerintah yang menjadi focus perhatian oleh public maupun oleh pemerintah mengingat nilai urgent yang dimiliki bidang pelayanan ini.Â
Nilai urgent yang dimaksud adalah salah satunya berkaitan dengan pertumbuhan serta perkembangan ekonomi Negara karena beberapa urusan ekonomi seperti ijin investor, ijin pemberian modal Usaha Mikro kecil dan Menengah (UMKM), ijin pembangunan tempat usaha dan lain sebagainya itu merupakan urusan pelayanan di bidang administrasi, sehingga kualitas dari pada penyelenggaraan pelayanan administrasi itu akan mempengaruhi kualitas perumbuhan dan perkembangan perekonomian disuatu Negara.Â
Dalam perkembangan penyelenggaraan pelayanan administrasi di beberapa Negara-negara yang sedang berkembang seperti Indonesia masih terdapat kekurangan maupun hambatan. Kekurangan dan hambatan tersebut seperti pada persoalan mendasar pelayanan yang masih kurang responsif, kurang informative, kurang accessible, kurang koordinasi , terlalu birokratis dan inefesiensi.Â
Lebih lanjut berkaitan dengan persoalan etika yang meliputi integritas, akuntabilitas, profesionalisme, transparansi, kesetaraan, dan keadilan. Kemudian pada persoalan mal administrasi atau kesalahan dalam kegiatan administrasi yang meliputi penyimpangan prosedur, penyalahgunaan wewenang, kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum, diskriminatif, dan permintaan imbalan. Kemudian pada persoalan kinerja dan efektifitas pelayanan seperti pemahaman program, ketetapan sasaran, ketepatan waktu, tercapainya tujuan, perubahan nyata.Â
Kemudian pada persoalan akuntabilitas pelayanan seperti proses, biaya, dan produk. Kekurangan dan hambatan yang terjadi dalam penyelenggaraan pelayanan public menjadi isu/permasalahan yang harus untuk segera diselesaikan oleh pihak pemerintah selaku penanggungjawab pelayanan public baik pemerintahan di level pusat maupun pemerintahan di level kecamatan.Â
Berdasarkan latar permasalahan diataslah yang menjadi pertimbangan dibuat dan ditetapkannya kebijakan Peraturan Menteri dalam Negeri (Permendagri) Nomor 4 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan (PATEN).Â
Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan atau yang lebih sering disingkat dengan PATEN merupakan suatu penyelenggaraan pelayanan publik di tingkat pemerintah kecamatan dimana dalam proses pengelolaannya mulai dari permohonan sampai ketahap diterbitkannya dokumen yang dimohonkan tersebut hanya dilakukan dalam satu loket atau meja pelayanan.Â
PATEN sesuai dengan pengertiannya merupakan kebijakan yang ditujukan kepada pemerintah kecamatan sebagai jawaban terhadap patologi birokrasi yang sering di alami oleh pemerintah daerah. Dengan diterapkannya PATEN diharapkan mampu mengatasi patologi birokrasi yaitu kekurangan dan hambatan dalam penyelenggaraan pelayanan public sebagaimana yang dijabarkan diatas.
Selain itu PATEN juga sebagai bentuk respon terhadap dinamika perkembangan penyelenggaraan pemerintahan menuju tata kelola pemerintahan yang baik atau Good Governance. Kemudian PATEN juga bertujuan meningkatkan kualitas dan mendekatkan pelayanan kepada masyarakat serta ditetapkannya pemerintah kecamatan sebagai penyelenggara PATEN berdasarkan pertimbangan kondisi geografis daerah, maka perlu mengoptimalkan peran kecamatan sebagai perangkat daerah terdepan dalam memberikan pelayanan public.Â
Lebih lanjut penetapan pemerintah kecamatan sebagai penyelenggara PATEN ditetapkan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota berdasarkan bentuk hak otonomi yang dimiliki oleh pemerintah daerah. Menurut Undang-undang nomor 23 Tahun 2014 menerangkan Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Maka lewat peraturan Bupati atau walikota mendelegaskan sebagian wewenang bupati/walikota kepada camat selaku pemimpin pemerintah kecamatan yang menyelenggarakan PATEN.
Menurut pasal 7 dalam Permendagri Nomor 4 Tahun 2010 bahwa pendelegasian sebagian wewenang yang ditetapkan tersebut dilakukan dengan memperhatikan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pelayanan. Kemudian pendelegasian sebagian wewenang yang dimaksud meliputi : Bidang perijinan dan Bidang Non Perijinan.Â
Dalam pelaksanaan kebijakan PATEN di beberapa tempat pemerintah kecamatan di daerah sejak diterbitkannya kebijakan ini dianggap belum mencapai hasil yang maksimal dan sesuai dengan tujuaannya sebagaimana berdasarkan beberapa hasil penelitian terdahulu masih terdapat beberapa permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah kecamatan.Â
Seperti hasil penelitian yang dilakukan oleh Ilham dalam Paranoan, Enos Panelle (2021) dengan judul penelitian Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan (PATEN) Di Kantor Camat Loa Janan Kabupaten Kutai Kartanegara Dalam Meningkatkan Pelayanan Publik (Studi Implementasi Peraturan Bupati Kutai Kartanegara No. 7 Tahun 2012) menyatakan bahwa secara kapabilitas pelayanan administrasi terpadu belum mencapai hasil yang maksimal, sewalaupun secara tranformatif sudah menunjukan perubahan yang sangat signifikan berarti terhadap kualitas pelayanan.Â
Kemudian berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Fajar dkk (2021), dengan judul Implementasi Kebijakan Paten (Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan) dengan tujuan bagaimna Upaya Meningkatkan Kualitas Pelayanan Publik (Studi pada Pelayanan e- KTP di Kecamatan Krian, Kabupaten Sidoarjo).Â
Hasil penelitian secara garis besar menunjukan bahwa implementasi kebijakan PATEN dapat dilaksanakan dengan baik. Tapi aspek komunikasi, sumber daya kecamatan dan disposisi masih kurang berhasil dalam menunjang keberhasilan implementasi kebijakan PATEN dikarenakan masih terkendala pada struktur birokrasi. Yaitu khususnya pada prosedur dalam penerbitan e-KTP yang masih memakan waktu lama. Jadi untuk sementara dapat diketahui bahwa masyarakat setempat belum dapat merasakan dampak dari keberhasilan Pelaksanaan kebijakan Pelayanan Adminstrasi Terpadu Kecamatam khususnya pada prioritas pelayanan e-KTP.Â
Selain permasalahan yang telah ditunjukkan oleh hasil penelitian terdahulu dalam pelaksaan Kebijakan PATEN di Pemerintah tingkat Kecamatan, ada beberapa permasalahan maupun penyebab yang menyebabkan permasalahan tersebut yang terjadi secara lintas sector kecamatan yaitu: Pemerintah Kecamatan masih terkendala pada persoalan kinerja aparatur dan fasilitas pelayanan, kemudian belum optimalnya pengaturan staf kerja atau manajemen sehingga kurang efisien dan efektif dalam pelaksanaannya, dan masyarakat masih sulit mengakses pelayanan di kecamatan karena berbagai faktor diantaranya kondisi alam, geografis dan infrastruktur.Â
Untuk menanggulangi segala macam dinamika permasalahan yaitu kekurangan dan kelemahan implementasi kebijakan PATEN di pemerintah kecamatan di beberapa daerah, maka diperlukan untuk menggunakan pendekatan Teori Edward III. Teori Edward III merupakan sebagai solusi serta jawaban dalam menyikapi permasalahan dalam implementasi suatu kebijakan.Â
Menurut Edward III keberhasilan dan kegagalan dalam mengimplementasikan suatu kebijakan public itu dipengaruhi oleh 4 (empat) faktor antara lain : Faktor Komunikasi, Faktor Sumber Daya, Faktor Disposisi, dan Faktor Struktur Birokrasi. Adapun penjelasannya sebagai berikut:Â
1. Faktor KomunikasiÂ
Menurut Edward III salah satu faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan yaitu komunikasi. Arti komunikasi dalam implementasi kebijakan publik yaitu proses penyampaian mengenai informasi isi kebijakan kepada implementor kebijakan dan sasaran kebijakan yaitu masyarakat. Dalam proses komunikasi ini ada 3 aspek yang perlu diperhatikan yaitu: (a) transmisi, yaitu cara informasi disampaikan kepada publik, (b) kejelasan informasi yang disampaikan, dan (c) konsisten penyampaian informasi itu.Â
2. Faktor Sumber DayaÂ
Menurut Edward III faktor yang kedua yang mempengaruhi implementasi kebijakan yaitu sumber daya. Sumber daya dalam implementasi kebijakan publik diartikan segala kekuatan atau peralatan yang dapat dimanfaatkan untuk menunjang proses implementasi kebijakan. Sumber daya utama dalam implementasi kebijakan adalah Anggaran, Sarana prasaran dan aparatur/pegawai atau sumber daya manusia.Â
3. Faktor DisposisiÂ
Faktor yang ketiga yang mempengaruhi implementasi kebijakan yaitu Disposisi. Menurut Edward III dalam Winarno, disposisi adalah suatu keinginan, kemauan dan kecenderungan para pelaku kebijakan untuk melaksanakan serta mewujudkan kebijakan secara sungguh-sungguh. Proses disposisi merupakan faktor ketiga yang mempunyai konsekuensi-konsekuensi penting bagi keberhasilan implementasi kebijakan yang efektif.Â
4. Faktor Struktur BirokrasiÂ
Faktor yang keempat yang mempengaruhi implementasi kebijakan yaitu Struktur Birokrasi. Struktur birokrasi menurut Edward III merupakan faktor penting ke empat dalam implementasi kebijakan publik. Struktur birokrasi ini mencakup dua aspek penting yaitu (a) mekanisme atau standar prosedur pelaksanaan Standard Operating Procedur (SOP), dan (b) struktur organisasi atau pembagian kerja.Â
Dalam mewujudkan tujuan dari pada kebijakan PATEN, Pemerintah kecamatan sebelum atau sedang mengimplementasikan kebijakan PATEN harus memperhatikan 4 (empat) factor keberhasilan Implementasi Teori Edward III diatas. Dengan mempehatikan dan mengikuti petunjuk Teori Edward III diatas maka akan memperbesar peluang keberhasilan Kebijakan PATEN dalam mencapai tuujuannya yaitu “Meningkatkan kualitas dan mendekatkan pelayanan kepada masyarakat".…..!!!Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H