Mohon tunggu...
Farhah Kamilatun Nuha A.
Farhah Kamilatun Nuha A. Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Hukum

Mari menulis

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Ibarat Pepatah, Oknum Demi Oknum Lama-Lama Menjadi Instansi

6 Desember 2021   19:15 Diperbarui: 6 Desember 2021   19:33 345
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akhir-akhir ini timbul beberapa trend atau tagar yang terjadi di Media Sosial tentang keresahan terhadap Kepolisian Republik Indonesia. Tagar ini menjadi trending pada awal Oktober yang dimana pada saat itu terjadi ketidakjelasan penyelesaian kasus pelecehan seksual yang terjadi Luwu Timur. Tagar ini tentunya juga muncul karena keresahan masyarakat yang selama ini kesal terhadap kinerja polisi yang tidak bersungguh-sungguh dalam menyelesaikan aduan masyarakat. Tagar ini trending dikarenakan spontanitas netizen dalam bermedia sosial. Hal ini menunjukkan bahwasanya masyarakat indonesia merasakan kekecewaan berat terhadap instansi Kepolisian Indonesia. Hal ini seharusnya menjadi tamparan keras bagi Kepolisian Indonesia untuk membenahi secara internal. Mengingat semboyan Rastra Sewakottama yang artinya “Polri adalah Abdi Utama dari pada Nusa dan Bangsa”, Namun masyarakat saat ini menilai Polri sudah mulai menyimpang dari semboyan ini. Hal ini tentunya akan mengakibatkan terjadinya suatu hal yang tidak diinginkan.


Contoh lain dari buruknya pelayanan polisi adalah tindakan represif ketika berhadapan dengan demonstran. Kontras mencatat sebanyak 651 tindakan kekerasan oleh aparat kepolisian terhadap masyarakat sipil terjadi selama setahun belakangan. Tidak perlu dipungkiri lagi, sederet catatan kelam ini menjadi faktor yang memperburuk wajah Kepolisian RI di mata masyarakat, sebab, dengan tidak diakhirinya budaya represif dan birokrasi yang buruk tersebut berdampak terhadap rasa percaya masyarakat akan pelayanan polisi.


Kemudian timbul pertanyaan, tidak adakah upaya dari pihak Kepolisian dalam mengembalikan rasa kepercayaan masyarakat? Tercatat, Polri telah mengadakan lomba mural yang merupakan respons atas protes masyarakat terhadap tindakan aparat dalam penghapusan mural di jalanan. Tak berhenti di situ, Polri baru-baru ini kembali mengadakan lomba orasi, dengan unsur penilaian yang lengkap bak sebuah demonstrasi sungguhan. Hadiahnya pun tak tanggung-tanggung, juara pertama akan mendapatkan uang tunai sebanyak 50 juta rupiah beserta piala dan piagam. Akan tetapi, ini bukanlah langkah tepat bagi Polri. Sebab, kegiatan yang bersifat seremonial dan simbolis ini tidak menunjukkan upaya berkelanjutan dalam mengurangi tindakan represif, justru menimbulkan respons absurd dari masyarakat pengguna internet.


Jika terdapat argumen yang mengatakan buruknya layanan polisi disebabkan oleh rendahnya kesejahteraan aparat, rasanya tidak juga. Sebab, di antara berbagai instansi pemerintahan, gaji polisi termasuk yang tinggi. Untuk pangkat terendah, Bhayangkara Dua, gaji pokok berkisar Rp1.643.500 - Rp2.538.100. Di sisi lain, gaji seorang guru PNS dengan pangkat terendah (Golongan Ia) berkisar Rp1.560.800 – Rp2.335.800. Lebih rendah daripada gaji seorang polisi. Tentunya, jika ditinjau dari perbandingan gaji pokok, kesejahteraan pegawai bukanlah sebab buruknya kualitas pelayanan polisi.

Trending Topik Twitter Hastag Percuma Lapor Polisi (inspired by : projectmultatuli.org)
Trending Topik Twitter Hastag Percuma Lapor Polisi (inspired by : projectmultatuli.org)

 
Tagar #PercumaLaporPolisi yang mendadak ramai di media sosial yang memancing besar atensi masyarakat sehingga bertanya-tanya apakah polisi benar-benar bekerja. Trendingnya tagar ini berarti sudah geram dan memuncaknya keraguan masyarakat terhadap kinerja polisi sebagaimana dengan visi dan misi kepolisian yakni presisi. Tagar #PercumaLaporPolisi itu menjadi tamparan keras kepada aparat kepolisian untuk sadar bahwa rakyat itu butuh bukti dalam kinerja mereka bukan hanya dari omongan saja. Anehnya aparat kepolisian terlihat tidak segera membersihkan nama mereka sendiri yang sudah terlanjur buruk di mata masyarakat. Suara rakyat seharusnya menjadi bahan evaluasi dan ditanggapi dengan serius, bukan hanya sebagai angin lewat saja. Dari pihak kepolisian pun tidak boleh resisten atau anti kritik terhadap suara tersebut. Sebagai masyarakat kita juga harus ingat akan pentingnya peran aparat kepolisian di masyarakat.


Masalah kepercayaan ini sangat penting dan harus segera diatasi karena akan berakibat fatal bila masyarakat benar-benar menganggap kepolisian itu tidak ada. Hal yang paling ditakuti ialah masyarakat akan menyelesaikan permasalahan yang seharusnya dibawa ke ranah kepolisian menjadi main hakim sendiri yang pastinya akan melanggar kebijakan hukum yang tertera. Oleh karena itu, marilah kita untuk tidak mengabaikan dalam menyikapi masalah ini. Jangan sampai masalah ini tidak terselesaikan dengan bukti nyata dan tenggelam seiring berjalannya waktu. Jika tidak, maka aparat kepolisian akan seterusnya semena-mena. Marilah kita mengawal masalah ini sampai tuntas demi kepentingan bersama dan mengajak semua media untuk terus bersinergi dengan meliput terkait permasalahan kepolisian ini, agar cepat tuntas dan menjadi ajang rujukan informasi kinerja aparat kepolisian bagi masyarakat seterusnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun