Beberapa waktu lalu, muncul wacana untuk mengadakan kembali Ujian Nasional (UN) di Indonesia. Sejak terakhir kali Ujian Nasional ditiadakan banyak laporan anak SMP tidak bisa membaca. Hal ini dikarenakan ditiadakannya UN membuat siswa merasa tidak ada kewajiban, dikarenakan nilai seberapapun akan tetap naik kelas. Padahal UN dapat menjadi alat pemantau untuk mengurangi kesenjangan kualitas pendidikan antara sekolah di daerah maju dan tertinggal.
Tanpa ujian yang ketat seperti UN, banyak siswa berisiko naik kelas tanpa menguasai kompetensi yang seharusnya. Ini akan berdampak pada kesulitan belajar di tingkat yang lebih tinggi dan memperburuk kualitas sumber daya manusia di masa depan. Â UN dapat berfungsi sebagai alat evaluasi untuk memastikan semua siswa mencapai kompetensi dasar yang diperlukan sebelum melanjutkan ke jenjang berikutnya.
Sementara itu, bagi siswa SMA, kembalinya UN justru bisa menjadi beban tambahan yang tidak perlu. Mengapa? Karena siswa SMA, terutama kelas 12, sudah dihadapkan pada tantangan besar yaitu persiapan SNBT yang menjadi penentu utama kelulusan mereka ke perguruan tinggi. Jika diadakannya UN kembali, siswa kelas 12 akan banyak yang mengalami stress akibat persiapan yang banyak seperti ujian sekolah, ujian nasional, dan juga SNBT sebagai tes untuk masuk perguruan tinggi.
Daripada memberlakukan UN secara seragam di semua jenjang pendidikan, kebijakan ini sebaiknya disesuaikan dengan kebutuhan dan tantangan masing-masing jenjang:
-UN untuk SD dan SMP: Fokus pada evaluasi kemampuan dasar literasi, numerasi, dan sains. UN dapat menjadi tolok ukur yang penting untuk memastikan siswa memiliki keterampilan dasar sebelum melanjutkan ke jenjang berikutnya.
-Penghapusan atau Modifikasi UN untuk SMA: Di tingkat SMA, evaluasi sebaiknya lebih fleksibel dan relevan dengan kebutuhan masuk perguruan tinggi. Fokusnya bisa dialihkan ke ujian berbasis SNBT atau penilaian proyek yang mendukung jalur karier siswa.
Menghidupkan kembali Ujian Nasional bisa menjadi langkah yang tepat untuk meningkatkan kualitas pendidikan di tingkat SD dan SMP, terutama dalam mengatasi krisis literasi dan numerasi. Namun, di tingkat SMA, kebijakan ini perlu dipertimbangkan ulang agar tidak mengganggu persiapan siswa menuju perguruan tinggi.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H