Pernahkah kamu merasa tersudut atas kalimat yang dilontarkan oleh orang lain kepadamu? Padahal, pada awalnya kamu memang merasa bahwa lawan bicara bermaksud memberikan pujian ataupun suatu komentar yang sifatnya positif, tapi kenapa lama-kelamaan kamu malah merasa tidak nyaman atas alur pembicaraan tersebut sih? Nah, hal tersebut biasanya terjadi tanpa kita sadari lho.
Orang-orang cenderung memberikan komentar secara spontan terhadap apa yang mereka lihat, hal tersebut kemudian memicu terjadinya interaksi berkelanjutan yang dapat mengarah pada suatu tanggapan berupa kritik, saran, atau pujian. Kamu mungkin pernah merasa, mengapa kalimat pujian yang dilontarkan oleh seseorang membuat kita justru merasa disudutkan pada suatu titik tertentu ya?
Kita perhatikan contoh ilustrasi berikut, kamu adalah seorang aktivis organisasi perkuliahan yang selalu menyelesaikan segala pekerjaanmu dengan cermat, tepat waktu, dan memiliki branding diri yang baik, oleh kerena itu, orang-orang tak pernah luput memberikan pujian terhadap kinerjamu sewaktu-waktu.
Pada suatu kesempatan, kamu dan rekan sejawatmu mengadakan perayaan kecil-kecilan setelah menyelesaikan proker besar-besaran. Salah satu temanmu membuka pembicaraan dengan pujian tipis-tipis yang diarahkan kepada kamu. Kinerja baikmu yang sukses membuat semua orang menaruh harapan lebih atas potensi dirimu dijadikan perbincangan hangat pada percakapan mereka.
Mula-mula kamu merasa senang bisa mendapatkan feedback baik sesuai dengan harapanmu, namun lama-kelamaan, kamu mulai merasa bahwa alur percakapan yang terjadi tidak lagi mengarah sesuai bayanganmu, sayangnya, secara spesifik kamu tidak dapat mengerti apa yang sebenarnya sedang terjadi pada dirimu.
“Wajar saja dia disegani, kinerjanya luar biasa walau penampilannya tidak begitu menarik, sekarang kita kan jadi tahu bahwa penampilan tidak menentukan segalanya.” Ujar salah satu rekanmu disela-sela perbincangan yang tengah berlangsung.
Pada awalnya, kamu hanya ikut tertawa karena orang-orang disekitarmu terlihat menanggapi pernyataan tersebut sebagai lelucon belaka. Tapi kemudian hal yang serupa terjadi berulang-ulang, hingga tanpa sadar kamu mulai tidak dapat menanggapinya dengan senyuman dan merasa bahwa apa yang mereka lontarkan tidak lagi lucu.
Satu sisi dalam dirimu mendorongmu untuk menanggapi apa yang mereka lakukan, namun kamu masih merasa ragu, apakah berlebihan ya jika kamu menanggapi hal tersebut dengan serius? Bagaimana jika sebenarnya mereka tidak memiliki maksud buruk atas apa yang mereka ucapkan dan hanya dirimu saja yang terlalu perasa?
Pada tahap ini, sering kali kita akan menganggap perasaan kita tidak lebih penting dari pandangan orang lain. Kita merasa khawatir apabila orang-orang akan merasa tidak nyaman atas respon yang kita berikan terhadap hal-hal sepele.
Pernahkah kamu mendengar istilah mikroagresi? Istilah tersebut sering diartikan sebagai perundungan terselubung, dalam artian yang lebih luas, mikroagresi adalah suatu tindakan atau komentar yang dilontarkan secara halus namun menyinggung yang ditujukan baik secara verbal maupun non-verbal terhadap individu atau kelompok. Hal ini sering dilakukan secara tidak sadar dalam keadaan tertentu sehingga kerap membuat orang yang menerima tindakan ini tidak dapat merasakan niat buruk atas apa yang dia terima.
Tindakan ini mungkin terdengar sepele, tapi dampak yang dirasakan oleh korban dapat menjadi pemicu menurunnya kesehatan mental bahkan timbulnya gangguan psikologis. Korban yang mengalami perundungan terselubung cenderung memendam apa yang dirasakannya karena merasa cemas jika apa yang ada dipikirannya adalah suatu kekhawatiran yang sebenarnya tidak pernah terjadi.