Mohon tunggu...
Farel Dafa Mointang
Farel Dafa Mointang Mohon Tunggu... Mahasiswa - -

-

Selanjutnya

Tutup

Politik

Perseteruan Tanpa Batas

10 Desember 2015   06:02 Diperbarui: 10 Desember 2015   07:15 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Turki merupakan negara yang menganut sistem pemerintahan parlementer, memiliki lambang dan bendera yang mirip namun tidak sama. Negara besar yang ada di kawasan Eurasia ini memiliki motto “Kedaulatan tanpa syarat adalah milik Bangsa”, dengan jumlah penduduk kira-kira 77.695.904 jiwa yang mayoritas beragama muslim. Meski demikian, pemeluk agama Kristen mencatat Turki sebagai tujuan wisata dalam hal keagamaannya. Menjadi sebuah negara yang banyak merekam jejak sejarah peradaban, bidang pariwisata merupakan salah satu keunggulan negara ini.

Sama halnya dengan bekas negara komunis terbesar di dunia yaitu Rusia, penganut sistem pemerintahan semi-presidensial dengan bentuk negara federasi dan bentuk pemerintahan republik, memiliki jumlah penduduk 146.582.640 jiwa, juga sangat berpotensi dalam bidang pariwisatanya.
Melihat dari sejarah antar kedua negara ini, konflik bukanlah hal yang tidak asing lagi bagi keduanya. Hubungan yang jarang akur ini telah berlangsung sejak ratusan tahun yang lalu. Genjatan senjata antar negara ini seakan-akan telah menjadi satu-satunya pilihan apabila terjadi perselisihan antar kedua-belah pihak. Hal tersebut terbukti dengan berlusin-lusin perang yang telah terjadi antar keduanya. Perang pertama yang melanda kedua negara ini adalah pada tahun 1568 sampai 1570 yang dilatar belakangi oleh ambisi masing-masing negara untuk memperluas kekuasaannya. Perang senjata yang paling terkenal dilakukan oleh Rusia dan Turki berlangsung sekitar tahun 1918 yang melibatkan mereka dalam perang dunia pertama . Perang-perang yang terjadi tentu saja memakan banyak korban jiwa baik bagi Rusia, Turki, maupun negara sekutu masing-masing. Tidak hanya memengaruhi jumlah penduduk, perang-perang ini pun menyebabkan kerugian dalam banyak bidang kehidupan. Walaupun demikian, negara pemenang juga mendapatkan keuntungan atas perang yang terjadi.

Pada abad ke-21 mulai sedikit perang militer yang berlangsung di dunia termasuk antara Turki dan Rusia. Rusia pun telah menjadi mitra perdagangan asing kedua yang paling penting bagi Turki setelah Jerman. Dapat dilihat dari tujuan wisata paling populer bagi para wisatawan Rusia yang adalah Turki. Seperti yang dikeluarkan oleh Dinas Pariwisata Rusia, sekitar 3,2 juta penduduk Rusia menghabiskan liburannya di Turki tahun lalu. Turki yang merupakan konsumen gas kedua terbesar di dunia setelah Jerman membeli 57% gas dari Rusia. Dalam pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir yang sedang dilakukan oleh Turki, Rusia menginvestasikan dana sebesar US$3 milliar. Beberapa contoh hubungan yang terjalin antar Rusia dan Turki menunjukan bahwa keadaan yang membaik antara keduanya. Namun, akhir-akhir ini konflik antar keduanya mulai timbul lagi. Pesawat jet tempur F-16 milik Turki menembak jatuh pesawat bomber Sukhoi Su-24 milik Rusia. Masalah otoritas wilayah merupakan hal mendasar akan peristiwa tersebut. Meskipun demikian, hal yang sangat berpotensi menimbulkan perang tersebut tidaklah membuat Rusia dan Turki melakukan perang senjata seperti dulu. Perang senjata tidaklah hadir lagi diantara keduanya, namun konsekuensi tetaplah dituntut oleh Rusia atas Turki seperti dikatakan oleh Presiden Vladimir Putin. Sebagai mitra penting bagi Turki dalam keadaan ekonomi. Konsekuensi tersebut sangat berdampak pada sektor pariwisata, energi, dan konstruksi.
Pada zaman milenium seperti saat ini, perang senjata antar negara sudah merupakan pilihan terakhir saat terjadinya konflik. Kekuatan ekonomilah yang menjadi penentu atas kehebatan suatu negara pada saat sekarang. Kehebatan dalam hal hubungan internasional pun menjadi faktor pendorong suatu negara untuk lebih dapat ‘dilihat’ dunia.

Untuk meningkatkan hubungan yang baik antar negara, Rusia mulai mencobanya dengan membuka peluang pelajar internasional untuk dapat mengenyam pendidikan di negara tersebut. Generasi saat ini telah menunjukan dampak modernisasi dengan cara berpikir yang mulai terbuka. Begitu banyak pelajar dunia yang tidak jarang meneruskan pendidikannya ke perguruan tinggi yang ada di luar negeri dengan mengambil jurusan hubungan internasional, mereka ingin membuat hubungan antar negara menjadi lebih baik lagi untuk kedepannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun