UMK Banyuwangi Rp  2.132.779,35. Artinya ada kenaikan Rp. 181.499,52.
Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) Jawa Timur 2020 sudah disahkan. Kabupaten Banyuwangi besaran UMK ditetapkan Rp. 2.314.278,87. Angka ini mengalami kenaikan dari tahun 2019. Tahun laluMelansir Radar Banyuwangi edisi Jum'at 22 November 2019, selisih kenaikan UMK jauh lebih kecil jika dibandingkan kenaikan UMK dari tahun 2018 (Rp. 1.881.680,81) ke tahun 2019, yakni dengan selisih Rp. 251.094,94.
Jika dibandingkan dengan kabupaten lain di wilayah eks Karesidenan Besuki UMK Banyuwangi jauh lebih besar dibandingkan dua kabulaten tetangga. UMK Kabupaten Situbondo berada di angka Rp. 1.913.321,73 dan Kabupaten Bondowoso Rp. 1.964.705,75. Â Meski demikian Banyuwangi masih berada di bawah Kabupaten Jember yang UMK-nya Rp.2.355.662,90.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Banyuwangi Syaiful Alam Sudrajat mengatakan, upaya sosialisasi besaran UMK kepada pelaku usaha dan perwakilan serikat buruh akan terus diupayakan. Hal itu guna memberikan informasi bagi pelaku usaha agar tahun depan saat peraturan berlaku tidak terkejut.
Fakta Akar Rumput
Jika melihat besaran UMK Banyuwangi, tampaknya akan menjadi angin segar bagi karyawan di Bumi Blambangan. Namun memang selalu saja idealitas tak selalu sejalan dengan realitas yang ada. Narasi kenaikan UMK terbentur dengan belbagai ihwal alasan perusahan guna tak memenuhi hak karyawan.
"Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) Jawa Timur 2020 sudah disahkan. Kabupaten Banyuwangi dengan besaran Rp. 2.314.278,87. Ada kenaikan dari tahun  2019."
Menyikapi persoalan ini memang harus bijaksana. Perusahaan, disatu sisi, ditekan sektor kanan dengan beban biaya upah yang terus meningkat. Pun di sisi lain harus mencari jalan keluar disektor kiri saat kondisi perekonomian global yang tengah melemah akibat gejolak ekonomi. Seperti perang dagang Amerika Serikat (AS) dan China, juga perang dagang antara Jepang dan Korea Selatan.
Meski tetap saja hemat penulis hal yang harus diperjuangkan adalah hak karyawan guna mendapatkan apa yang seharusnya ia peroleh. Mengingat fakta di akar rumput besaran upah yang diperoleh kadang cukup jauh dari ambang batas yang ditentukan oleh pemerintah sesuai aturan yang berlaku.
Sepengalaman penulis yang tinggal di wilayah perkebunan. Bagi pekerja yang menggantungkan hidupnya sebagai buruh kebun baik di lingkungan Swasta maupun milik Negara yang ada di Banyuwangi. Tampaknya besaran UMK tersebut bagai pungguk merindukan rembulan.Â
Hal ini lantaran besaran upah yang diperolah masih menggunakan sistem borongan. Ironisnya pemerintas sendir membuat landasan hukum yang mendefinisikan pekerja borongan dalam Pasal 1 angka 3 Keputusan Mentri Tenaga Kerja (Kepmenaker) Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja Bagi Tenaga Kerja Harian Lepas, Borongan dan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu.
Di mana dalam aturan itu menyebut jika tenaga kerja borongan merupakan tenaga kerja yang bekerja pada pengusaha untuk melakukan pekerjaan tertentu dengan menerima upah didasarkan atas volume pekerjaan atau satuan hasil kerja yang diperoleh.