Padahal pada aturan yang sama diatas pasal 16 poin c merubah atau membongkar trotoar untuk keperluan pribadi juga memiliki landasan hukum untuk tidak ditindak. Nahasnya fokus pada PKL saja menjadikan pelanggaran yang pada dasarnya melawan aturan justru malah seperti didiamkan.
Hasilnya, di pusat-pusat keramaian tiap kecamatan sebut saja Rogojampi, Genteng, Gambiran dan wilayah lainnya, mafhum dijumpai adanya pelanggaran tersebut. Hal ini terlihat dari masifnya upaya pemanfaatan jalur tersebut untuk dikelola yang ironisnya malah justru merugikam pejalan kaki.
Idealnya memang harus dilakukan upaya-upaya persuasif yang sama dan merata diseluruh tingkatan bagi yang melakukan pelanggaran sesuai Perda tersebut. Upaya penegakan aturan juga selaiknya disertai solusi untuk tempat relokasi pedagang.
Upaya dari Pemerintah Kecamata Rogojampi dengan memberikan solusi relokasi ke Ruang Terbuja Hijau (RTH) memang patut diapresiasi. Meski kedepanya upaya perawatan untuk tetap menjaga RTH agar tetap asri dan bersih pasca adanya pedagang juga perlu difikirkan.
Selain itu, upaya penataan kembali lokasi-lokasi berjualan juga perlu menjadi perhatian Pemerintah (Pemkab) Banyuwangi. Kawasan kota yang lebih tertata dengan meletakan PKL pada lokasi yang semestinya juga perlu diberlakukan diwilayah lain secara berkala.
Sehingga keindahan kawasan kota tidak hanya tercermin dipusat saja melainkan juga wilayah pusat kecamatan lainnya. Sehingga akses bagi wisatawan yang datang ke Banyuwangi utamanya saat memanfaatkan jalur pedestrian tidak terhambat.
Payung Hukum Lain
Sepengalaman penulis, wisatawan yang sering menghabiskan waktu liburan di wilayah Banyuwangi tidak sedikit yang mengapresiasi upaya dari Pemkab untuk mempercantik kota dengan membangun jalur pedestrian disetiap pusat kecamatan agar ramah bagi pejalan kaki.
Namun upaya positif dari Pemkab justru dimanfaatkan untuk kegiatan yang tidak sesuai peruntukannya menjadikan penegakan Perda itu perlu ditinjau ulang. Pun begitu, penulis tidak memungkiri jika pada nomenklatur lain terkait aturan berjualan bagi PKL juga memiliki landasan hukum.
Seperti Peraturan Menteri (Permen) Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Nomor 03/PRT/M/2014 tentang Pedoman Perencanaan, Penyediaan, dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Jaringan Pejalan Kaki di Kawasan Perkotaan.
Permen tersebut juga mengatur izin PKL jika lebar trotoar di atas lima meter. Pada trotoar dengan lebar tersebut, area yang bisa digunakan untuk berjualan maksimal selebar tiga meter. Perbandingan antara lebar jalur pejalan kaki dan lebar area berdagang yakni 1:1,5.Â