Mohon tunggu...
fareast mister
fareast mister Mohon Tunggu... -

Penulis bekerja di perusahaan telekomunikasi swasta di jakarta

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Apakah Istri Saya Telah Menjadi Korban Target Operasi yang Salah?

21 Mei 2014   17:49 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:16 308
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di kesempatan ini saya mencoba menuliskan suatu perjalanan peristiwa yang masih terus istri saya alami sampai saat ini, berharap dari tulisan ini kami mendapatkan pencerahan atau apapun masukan yang bisa membantu saya dan istri dalam menghadapi situasi seperti ini.

Sesuai dengan judul tulisan ini “ APAKAH ISTRI SAYA TELAH MENJADI KORBAN TARGET OPERASI YANG SALAH ?? “ itulah yang istri saya alami dari awal tahun 2006 sampai saat ini pada saat kami berpergian keluar rumah khususnya ketempat keramaian. Kami pun sangat tidak mengerti apa yang membuat kami selalu diikuti atau diperhatikan orang lain di beberapa tempat yang kebanyakan adalah tempat belanja, hotel, bank, wisata bahkan rumah sakit. Pelaku yang melakukan pengawasan pun beragam dari petugas cleaning service, petugas rumah sakit sampai yang paling sering adalah security gedung atau tempat umum lain.

Awalnya kecurigaan kami diawasi karena saya gemar menggunakan kaca mata hitam dan saya memelihara jenggot/jambang pada saat itu jadi mungkin penampilan saya tersebut yang mengundang orang terus memperhatikan, namun setelah saya meninggalkan kaca mata hitam dan menghilangkan jenggot tetap saja kami beberapa kali di perhatikan / diawasi orang lain oleh karena itulah saya meyakini bukan saya yang diawasi tapi istri saya, hal ini diperjelas dengan kejadian di pusat belanja di wilayah Margonda Depok, ketika itu istri saya dan adiknya membawa anak-anak untuk belanja dan mereka menitipkan anak-anak di tempat bermain, istri saya diikuti oleh seorang pria berpakaian bebas menggunakan HT sebelumnya juga diikuti oleh security membawa HT ketika turun dari mobil, bahkan ketika di musholla pun seorang cleaning service wanita dengan tatapan yang sinis mengawasi keberadaan istri saya.

Sebagai orang awam kami berfikir bagaimana mungkin kejadian-kejadian tersebut berulang diberbagai lokasi yang berbeda-bedadengan pola yang sama, yaitu mengawasi kami. Kami yakin security setempat menjalankan tugas pengawasan tersebut karena mendapat perintah dari suatu institusi yang memang memiliki kewenangan untuk memberikan informasi siapa-siapa saja pengunjung yang harus diawasi. Mungkinkan istri saya menjadi Target Operasi mereka ? karena saya yakin istri saya bukanlah obyek menarik untuk diawasi dan kami pun menjamin bahwa kami tidak berprilaku yang mencurigakan, walaupun demikian kami berusaha biasa biasa saja karena tujuan kami ke tempat tersebut untuk rekreasi, belanja, wisata kuliner atau berobat. Tapi sampai kapan kezholiman ini harus kami alami ? Kami khawatir jika kejadian ini kami diamkan imbasnya akan merugikan kami secara psikologis bahkan sudah kami rasa, karena kami merasa tidak nyaman dan aman dan merasa diperlakukan yang tidak menyenangkan setiap mendatangi tempat-tempat umum. Tapi saya dan istri bertekad tidak mau mati konyol menjadi korban pihak-pihak yang sudah mendzolimi istri saya.

MENCARI SOLUSI

Setelah kejadian tersebut kami memantapkan diri untuk mengkonsultasikan masalah tersebut kepada Paman istri yang kebetulan bertugas sebagai seorang polisi dikawasan pasar minggu. Dan beliau menyarankan agar kami segera melaporkan semua kejadian diatas ke RT diteruskan ke RW dan keamanan komplek. Tak lupa juga beliau menyarankan untuk segera melapor ke Mapolda untuk mengklarifikasi masalah ini agar kekhawatiran istri sebagai target operasi yang salah segera diselesaikan. Pada awalnya kami menolak untuk pergi ke kepolisian. Tapi karena Paman istri meyakinkan Polisi adalah sebagai Pelayan, Pengayom dan Pelindung Masyarakat, maka pada hari sabtu tanggal 25 Mei 2013 kami mendatangi Polsek di kecamatan kami untuk mengkonsultasikan permasalahan yang kami hadapi. Kami memang belum sempat ke Mapolda tapi langkah yang kami ambil untuk melaporkan ke RT, RW dan keamanan komplek serta kepolisian terdekat dalam hal ini Polsek di kecamatan kami pada saat itu sudahlah cukup.

Namun tampaknya belum membuat istri tenang, terbukti istri saya mengalami lagi kejadian diawasi secara berlebihan oleh sekuriti di sebuah rumah sakit swasta di wilayah Kramat Jakarta Pusat. Yang saya khawatirkan adalah sekuriti setempat berusaha memobilisasi karyawan setempat yang bukan keamanan dalam hal ini administrasi di pendaftaran untukikut mengawasi istri saya. Saya bisa berkesimpulan demikian karena ada kejadian yang janggal yaitu istri saya di perhatikan oleh beberapa karyawan tersebut dengan tatapan curiga baik di ruang tunggu maupun setelah kami keluar dari kantin. Istri tidak keberatan kalau diperhatikan atau diawasi karena itu sudah bagian tugas dari keamanan setempat, tapi kalau mengandung unsur fitnah tentu saja saya dan istri sangat keberatan.

Langkah selanjutnya kami merasa perlu berkonsultasi ke tingkatan yang lebih tinggi lagi dilingkungan kami yaitu ke Polres kota karena setelah saran dari Polsek kecamatan untuk melaporkan hal tersebut ke RT dan RWmasih belum ada tanda-tanda perubahan, kondisi istri masih belum nyaman dan tenang. Di Polres saya dan istri menjelaskan apa yang kami alami selama ini dan mereka menanggapi bahwa selama istri saya tidak melakukan suatu tindakan yang merugikan orang lain maka kami tidak perlu dikhawatirkan masalah tersebut. Di Polres kasus yang terjadi pada istri saya tidak bisa difollow up karena mereka butuh bukti yang cukup dan siapa/apa yang telah mengamati istri saya selama ini.

Kami merasa belum mendapatkan titik terang dari kasus ini, saya pun berinisiatif untuk mengkonsultasikan ke KOMNAS HAM dengan harapan mendapatkan saran atau bantuan apa yang istri saya alami selama ini. Di KOMNAS HAM pada waktu itu diterima oleh petugas buku tamu dan ditanyakan maksud dan tujuannya, kemudian saya menjelaskannya dan mereka menanggapi bahwa laporan ke KOMNAS HAM harus jelas apa/siapa yang dilaporkan agar dapat ditindak lanjuti (hampir mirip dengan Polres). Untuk sementara saya dan istri mencoba untuk tenang walaupun sulit karena belum sama sekali mendapatkan bantuan dari pihak lain untuk mencoba menyelesaikan kasus tersebut.

Peristiwa lain terjadi ketika istri saya berpergian pulang kampung ke Jawa Tengah untuk liburan dan nyekar selama 4 hari dari tanggal 4 – 7 April 2014. Ketika sedang berwisata di Candi Borobudur istri saya diikuti oleh beberapa security. Dengan kondisi seperti itu istri sayadibuat tidak nyaman. Pada saat itu istri tidak membawa tulisan-tulisan ini sehingga tidak sampai diberikan ke mereka sebagai isarat kalau istri tahu diawasi dan sebagai pernyataan bahwa “ kalian semua salah orang “. Selama perjalanan pulang pun istri merasa diawasi didalam kereta sampai tiba di stasiun Senen.

Langkah apapun akan saya tempuh untuk memperjuangkan nama baik istri saya dan menuntut pihak pihak yang telah menyebarkan nama baik istri dan mengklarifikasi hal tersebut di atas jika memang terbukti mereka salah informasi. Walaupun saya dan istri tahu resikonya berhadapan dengan institusi yang kuat, kami tidak berkeberatan dikonfrontasi dengan pihak pihak yang telah menuduh istri saya sebagai pelaku tindak kriminal. Saya ingin tahu bukti apa yang mereka miliki sehingga mereka dengan gegabahnya menyebarkan informasi keliru cenderung mencemarkan nama baik dan menyebarkan fitnah yang keji. Karena selama ini istri saya tidak pernah berbenturan dengan hukum maka saya berani memperjuangkan nama baik istri saya, karena saya yakin hanya cctv Alloh SWT-lah yang selalu ON tidak pernah mati dan tidak pernah salah memonitor tindakan kita kapanpun dan dimanapun.

DAMPAK PSIKOLOGIS

Kerugian yang kami alami adalah pada akhirnya istri enggan pergi ke rumah sakit padahal dia memerlukan penanganan masalah kesehatannya karena dia khawatir pihak keamanan akan kembali menyebarkan informasi ke pengunjung atau karyawan setempat bahwa istri saya adalah seorang pelaku kriminal, seperti yang sudah dialami di kereta maupun tempat wisata sebelumnya.

Kerugian lain adalah ketika anak-anak kami butuh refreshing ke tempat-tempat wisata seperti Ancol, The Jungle, Trans Studio, Jatim Park yang memang sudah lama mereka idamkan, namun istri selalu menolak atau menghindar atau menyarankan pergi bersama saya (ayahnya) saja sedangkan istri hanya ingin di rumah.

Bahkan yang menyedihkan jika anak saya sakit dan harus segera membutuhkan penanganan dokter, istri cenderung menunggu saya pulang kantor untuk bisa mengantar anak saya ke rumah sakit.

BANTUAN INFORMASI

Karena semua saran sudah saya dan istri jalankan dan masih terjadi hal-hal yang membuat istri saya tidak nyaman dalam berpergian ke tempat umum, adakah kiranya pembaca yang bisa membantu dalam hal ini sharing informasi bahkan solusi yang baik kemana dan bagaimana dalam menyelesaikan/mengklarifikasi peristiwa-peristiwa yang istri saya alami. Kami mendokumentasikan waktu, tempat dan siapa-siapa saja yang melakukan pengawasan tersebut dalam bentuk tulisan yang kami fikir tidak mungkin dituliskan di forum ini.

Semoga Alloh SWT memberi jalan keluar yang terbaik dan menenangkan hati saya dan istri dimana saja kami berada. Aamiin.

Wallahu a’lam bishowaf.

Depok, 20 Mei 2014

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun