Awal mulanya manusia adalah umat yang satu "ummatan wahidah" seiring waktu dan perkembangan budaya lalu mereka berselisih, berpecah-pecah "tafarroq" dalam setiap urusan dan persoalannya, baik dalam urusan individual dan kelompok.
Setiap kali datang ujian atau soal dan urusan yang harus dijawab, diselesaikan manusia selalu memperdebatkannya yang berujung pada perpecahan diantara mereka sendiri dan orang banyak.
Perselisihan sekalipun bukanlah ancaman dan alasan untuk memandang sebuah hal menjadi kehancuran. "tafarroqo" atau perpecahan satu akar kata dengan "farooqo-furqoon" Pemisah atau Pembeda.
Sementara perselisihan atau berselisih sebenarnya pemakaiannya khusus diambail dari "ikhtilafa-khilafa" satu akar kata dengan "kholafa". Inilah tema yang akan saya bahas. Seiring semakin membudayanya ikhtilaf dan tafarroq dan perbedaan sudut pandang (ideologi).
Berselisih atau perselisihan ( ikhtilaf ) sebenarnya hal yang biasa selagi masih dalam garis ketentuan seperti berselisih dalam hal makanan, kesukaan akan sebuah warna.semua ini memang harus sesuai dengan tempat dan budayanya masing-masing.
Berbeda sekalipun warna kulit tidak perlu jadi persoalan, justru harus berbeda agar menambah keindahan: Putih, Hitam, Kuning dan lain sebagainya. Sebagaimana berjalannya rotasi bumi ini yang memang harus berganti dan pergantian.
Kalau tidak maka tidak akan tercipta sebuah peradaban dan musim baik di-Barat dan di Timur. Adakah yang salah pada hal ini? Lantas mengapa dipermasalahkan? manusia dan umat beragama menjadi bodoh dan seakan agama itu berjalan keluar dari ketentuan Sunnahtullah salah satunya nature's of law atau hukum alam.
Tidak semua hal dalam kehidupan manusia harus dipandang berdasarkan Sunnah para Nabi / Rosul. Begitu pula dalam setiap teks-books maupun konteks yang ada dalam setiap Kitab umat beragama seluruhnya.
Siapapun manusia, dimanapun dia berada, maka sudah menjadi kebiasaannya untuk beradaptasi dalam menjalani kehidupan. Maka sudah harus difahami oleh kita semua ekses pasti terjadi akibat tentu selalu ada, itulah konsekwensi dalam menghadapi ujian demi melanjutkan kesinambungan kehidupannya dibumi yang telah diwariskan Sang Pencipta (Al-Kholik / The Creator) untuk seluruh makhluknya yang dikuasai dan dipimpin oleh umat manusia baik yang di Timur dan Barat (masyriq wal maghrib). Ketika Sang Maha Aku berbuat maka seluruh makhluk hidup akan kebagian rahmat-Nya, kasih-Nya dan perhatian-Nya.
Maka kalau Sang Pencipta ( Al Kholik ) sendiri saja berbuat berdasarkan sunnah yang telah Dia ciptakan sendiri, maka apalagi manusia? bahkan nyaris dari semenjak bumi ini tercipta hingga ke-hari ini dan akan datang Sang Pencipta bertindak sesuai aturan yang telah Dia tetapkan sejak awal mula Dia merancang dan menggagas semua makhluk, baik yang di-langit maupun yang di-bumi, dari wadah terkecil hingga wadah yang besar dan sangat luas.
Qur'an surat Al Baqarah[2] ayat 115: "Milik,Kepunyaan, atau Hak Allah Timur dan Barat maka: kemanapun manusia menghadap disitulah wajah Allah. Sungguh ilmu / science Allah teramat luas."