Dan ketika Tuhan kita katakan atau simpulkan sebagai object yang dicipta, bisakah? Atau adilkah? dan benarkah? jawaban kembali pada syarat dan aturan yang sesuai porsi-Nya, yang sesuai keberadaan-Nya dan law of nature sesuai contoh-contoh diatas tanpa melanggar batas dan ketentuan, jangan di ada-adakan, tak perlu untuk disastra-sastrakan, juga bukan konsep hayalan bak negri dongeng yang tak pernah ada, bukan gambaran bak Superman si-manusia terbang hanya terjadi dalam dunia permainan anak-anak. Ingat topiknya adalah Tuhan Yang Maha bukan seperti maha-maha hayalan yang tak pernah terbukti empiris dan nyaris membuat manusia terkesima dan terpana yang mematikan potensi akal. Analogi boleh dibuat namun bukan Analogi menurut mau dan ego manusia.
Konsep silahkan buat namun tidak melanggar aturan yang ada (law of nature). Keterbatasan pasti menyertai namun bukan menjadi alasan untuk menerima bukti dan sejarah bahkan fakta keberadaan lewat gugusan alam semesta yang kesemua tersusun rapi, sesuai, selaras dan sejalan pada poros, tempat, waktu yang semua kita melihatnya dan merasakan segala sesuatu yang telah Dia ciptakan. Pada hakikatnya Tuhan telah memberikan kemudahan kepada manusia agar bisa memahami keberadaan-Nya dengan benar, sebab apabila ideologi dalam memahami hakikat Sang Pencipta sampai salah maka akan merugikan diri kita sendiri.
Dari sejak hadirnya Adam kemuka bumi seiring itu pula Dia telah memberikan bekal pada setiap individu untuk mau memberdayakan potensi secara lebih objektif dan mendalam sesuai dengan ketetapan-Nya agar manusia selalu selaras dengan fisik dan substansinya, keselarasan inipun tetap terikat dengan law of the universe. Ketika manusia dan semua peralatan canggihnya tak mampu membuktikan bukan berarti sesuatu yang diriset tidak ada bak bulan sebelum dan sesudah ditemukan dan diriset oleh mereka yang pernah kesana. Jangan nafikan keberadaan sesuatu dikarenakan keterbatasan dan kebandelan manusia untuk bisa menerima dan menjawab apapun yang ingin diketahui.
Semua sudah ada, semua telah tersedia, semua tinggal manusia menjalankan dan memerankan sesuai porsi diri dan keberadaannya sebagai makhluk layaknya makhluk yang lain, semua yang ingin diketahui tetap ada disana terbentang luas dan masih banyak menyimpan misteri, namun tak seluas isi di-dalam diri manusia jika saja manusia mau menggunakan aqal dan daya nalar untuk bisa menyentuh qolbi wadah tersimpannya pemahaman agar menjadi keyakinan yang kuat dan tak terbantahkan. Semua ini baru bisa dikatakan Ideology dan Hujjah.
Jika semua penjelasan diatas tersebut sudah dimengerti dan terpahami sesuai tempat, waktu dan system yang ada, sebenarnya siapapun pasti bisa mengambil kesimpulan yang sama, yang memberi pengertian untuk sebuah jawaban yang tepat, jelas lagi kokoh bak gunung yang menjulang kelangit menghunjam kedasar perut bumi.
Sebagai kutipan terakhir: Al Qur'an telah memberikan gambaran Idoeologi Ketuhanan dengan sangat jelas dan lugas. Surat Al Ikhlash:
قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ
اللَّهُ الصَّمَدُ
لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ
وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ
Salam bagi kita yang mau menyadari dan menghidupkan potensi aqal demi menyirami wadah yang gersang agar kembali kepada fitrah sebagai makhluk ciptaan Allah Al-Fathir.
NB: Jika pembaca marasa kesulitan memahami tulisan ini, sebaiknya coba baca tulisan saya sebelumnya yang berjudul Asal Usul
اللَّهُ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُور
Author by Fardhie
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H