Mohon tunggu...
fardhian dhiyawardhana
fardhian dhiyawardhana Mohon Tunggu... Dokter - Dokter Gigi, Mahasiswa Ilmu Hukum Universitas Wisnuwardhana Malang

saya tenaga medis yang tertarik di dunia medikolegal atau seputar ilmu hukum, etik dan kesehatan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tukang Gigi yang Seperti Dokter Gigi

27 Juli 2024   14:14 Diperbarui: 27 Juli 2024   14:21 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Profesi di bidang kesehatan merupakan profesi yang memiliki tanggung jawab yang besar, karena berkaitan secara langsung dengan nyawa individu lain yang menjadi pasiennya. Dalam pelaksanaannya, para praktisinya harus memperhatikan betul prosedur yang dilakukan apakah sudah sesuai dengan Standar Prosedur Operasional (SPO), sehingga tidak membahayakan pasiennya. Agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan, maka ada ketentuan-ketentuan yang harus diperhatikan oleh para praktisi kesehatan agar dapat melaksanakan kewenangannya dengan aman dan nyaman, baik bagi praktisi tersebut, atau bagi pasiennya.

Para praktisi di bidang kesehatan harus menjalankan tugasnya sesuai dengan aspek tanggung jawab tersebut agar tidak menimbulkan kerugian pada kedua belah pihak antara pasien dan praktisi itu sendiri. Salah satu yang diperhatikan dalam hal ini adalah Kesehatan gigi dan mulut. Kesehatan gigi dan mulut sedikit kurang diperhatikan karena masih banyak masyarakat yang beranggapan kalau berobat di dokter gigi itu memakan biaya yang besar. Hal itu dimanfaatkan oleh sebagian orang untuk membuat jalan pintas bagi orang-orang yang tidak mau menggunakan jasa dokter gigi, yaitu menjadi tukang gigi.

Profesi tukang gigi sendiri sebenarnya sudah banyak dikenal oleh masyarakat Indonesia, dan datang dengan berbagai macam nama, seperti ahli gigi, salon gigi, dan lain sebagainya. Profesi tukang gigi sendiri bahkan sudah dikenal sebelum dunia kedokteran gigi berdiri di Indonesia. Tukang gigi yaitu pelayanan kesehatan yang termasuk ke dalam pengobatan tradisional karena tekniknya dipelajari secara turun-menurun. Terhitung sejak awal Januari 2013, jumlah praktisi tukang gigi yang terdata resmi sebanyak +75.000. itu menandakan bahwa jasa tukang gigi masih diminati. Meskipun standar pelayanan dan keamanan  tidak seperti praktik dokter gigi, namun biaya yang dikeluarkan untuk membayar jasa tukang gigi masih dapat dibilang terjangkau bagi masyarakat, sehingga masyarakat lebih berminat menggunakan jasa tukang gigi daripada periksa ke dokter gigi.

Profesi tukang gigi diakui oleh negara, dan untuk pekerjaannya diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 39 Tahun 2014. Pasal 6 Permenkes tersebut menyatakan bahwa ruang lingkup pekerjaan tukang gigi  hanya membuat dan memasang gigi tiruan lepasan dari bahan heat curing acrylic. Namun pada kenyataannya masih banyak tukang gigi yang memberikan pelayanan kepada masyarakat melebihi ruang lingkup pekerjaan yang telah ditetapkan pemerintah seperti melakukan tindakan perawatan gigi yang seharusnya dilakukan oleh dokter gigi. Tindakan perawatan gigi yang sering ditawarkan oleh tukang gigi diantaranya menambal, mencabut, memasang behel gigi, mahkota/veneer gigi, pembersihan karang gigi/scalling, yang dimana tindakan tersebut merupakan kompetensi dokter gigi. Selain itu, banyak juga tukang gigi yang  memasang gigi tiruan tidak sesuai dengan SPOnya, karena gigi tiruan yang berbahan akrilik tidak menggunakan akrilik yang heat cure, tapi menggunakan self cure acrylic serta dipasang secara permanen. hal itu terjadi karena mayoritas tukang gigi ini hanya memiliki pengetahuan yang seadanya, bahkan praktisi tukang gigi tersebut mempelajari secara otodidak. Sedangkan ilmu di dunia kesehatan sendiri tidak bisa dipelajari secara otodidak, karena praktisi di bidang kesehatan harus terlebih dahulu mempelajari ilmu kesehatan secara formal, agar dapat menjalankan praktik yang sesuai Standar Prosedur Operasional (SPO), yang diharapkan dapat menjamin keselamatan dan kesehatan pasien. Kurangnya pengetahuan seputar kesehatan gigi dan mulut yang dimiliki para tukang gigi dapat berisiko pada kesehatan dan keselamatan pasien. Tukang gigi yang tidak menempuh pendidikan ilmu kedokteran gigi secara formal dan berpraktik seperti layaknya dokter gigi, tidak akan  dapat melakukan tindakan perawatan gigi sesuai dengan SPO yang dapat berisiko terhadap keselamatan pasien sendiri.

Agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan kepada pasien, negara memfasilitasi bagi praktisi tenaga kesehatan dan pasien dengan mengatur bagaimana jalannya profesi tenaga kesehatan melalui penyusunan undang-undang yang mengatur tentang kesehatan, yaitu Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan. Terkait dengan praktik tukang gigi yang menjalankan perawatan melebihi kompetensinya, hal itu diatur dalam Pasal 312b Undang-Undang tersebut yang menyatakan bahwa setiap orang dilarang menggunakan alat, metode, atau cara lain dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang menimbulkan kesan yang bersangkutan merupakan Tenaga Medis atau Tenaga Kesehatan yang telah memiliki STR dan/atau SIP. Dan apabila peraturan perundangan tersebut tidak dipatuhi, maka pihak yang bersangkutan akan mendapatkan sanksi sesuai dengan ketentuan yang  berlaku, termasuk apabila tindakan yang dilakukan melanggar ketentuan yang telah tercatat di undang-undang, maka akan diberi sanksi sesuai undang-undang yang berlaku.

Oleh karena itu, masyarakat yang memiliki kebutuhan seputar kesehatan gigi dan mulut dapat mempertimbangkan apabila mau menggunakan jasa dari tukang gigi. Apabila pekerjaan yang dilakukan oleh tukang gigi tersebut tidak sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundangan yang berlaku, dan menimbulkan kerugian terhadap pengguna jasanya, maka pengguna jasa tersebut dapat menuntut tukang gigi yang bersangkutan secara perdata, dengan menggunakan peraturan perundangan yang menjadi dasar hukum pekerjaan dari tukang gigi, yaitu UU No. 17 Tahun 2023 serta Permenkes No. 39 Tahun 2014 agar tukang gigi yang bersangkutan dapat diberikan sanksi secara pidana dan administrasi. Selain UU dan Permenkes tersebut, para pengguna jasa yang dirugikan tersebut dapat merujuk ke UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, dan tukang gigi tersebut dapat dituntut untuk membayar ganti rugi kepada pengguna jasanya, karena dapat dikategorikan melanggar kewajiban sebagai penyedia jasa, yaitu tidak membahayakan kesehatan dari pengguna jasanya. 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun