Premis "Jika tidak ingin diperkosa, maka jangan mengenakan rok mini !", merupakan suatu ungkapan yang timbul berdasarkan visualitas subjek yang melihatnya, dan menjadi persoalan yang sangat umum.Â
Timbul rasa apa yang nyaman dilihat dan apa yang tidak nyaman dilihat, apa yang dilihat orang menganggu, maka yang dilihat itulah yang menjadi persoalan.Â
Konteks pembedaan iklan berdasarkan tata letak ruang kota ini merupakan persoalan mengenai keterlihatan iklan yang juga bagian dari pertarungan antar warga kota dalam ranah pemaknaan.
Karena perbedaan antara penempatan pada tiang listrik dengan penempatan iklan pada billboard LED sangat kontras jika dilihat dari segi estetika, etika dan substansi yang terkandung.Â
Tetapi, belum tentu apa yang kurang terlihat justru memiliki makna yang dalam terhadap subjek yang melihatnya. Setiap warga kota memiliki pemaknaan visualitas tersendiri dalam menilai hal tersebut.
Spanduk dan iklan merupakan suatu hubungan yang tidak dapat dipisahkan, ketika ada spanduk pasti disitulah sebuah iklan ditawarkan.Â
Terlepas dari hubungan tersebut, penempatan iklan bukan hanya merupakan persoalan estetika kota.Â
Para penentu kebijakan juga perlu disadarkan bahwa iklan di ruang kota mencerminkan warganya, seperti billboard dan spanduk yang memiliki nilai komersial, dan hanya orang dengan status ekonomi tertentu yang dapat mengaksesnya, mengingat biaya sewa tersebut tidaklah murah. Â
Salah satu cara agar mereka dapat mempromosikan usaha dan jasanya, yaitu melalui iklan-iklan yang ditempel pada tiang listrik. Kehadiran iklan tersebut merepresentasikan kesetaraan yang paling hakiki, terlepas dari sekar-sekat  kelas yang terlanjur dikukuhkan oleh penguasa kota.
Keseharian warga kota terlah terlebih dahulu diinvasi  oleh kapitalisme melalui kesehariannya, warga kota telah dipengaruh oleh reklame, spandukm dan iklan yang mempengaruhi visual warga kotanya.Â