Mohon tunggu...
Fardelyn Hacky
Fardelyn Hacky Mohon Tunggu... profesional -

Tinggal di Banda Aceh. Belajar di Universitas Syiah Kuala dan Prince of Songkla University, Thailand.\r\nBlog pribadi: http://fardelynhacky.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Serunya Bermain Air di Songkran Festival, Thailand

7 Mei 2014   15:31 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:46 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah satu hari besar yang dinyatakan sebagai libur nasional di Thailand ada di pertengahan April. Ada apa dengan bulan April di Thailand? Jadi, libur nasional tersebut adalah karena adanyasalah satu event terkenal di sini yaitu Songkran Day. Tahun ini, Songkran Day dimulai sejak 13 hingga 15 April 2014. Saat ini momen Songkran Day lebih dikenal sebagai Songkran Festival. Yang terpenting adalah, Songkran Festival ini mesti dan selalu dilaksanakan di bulan April, setiap tahunnya.

Tahun ini merupakan pengalaman pertama saya melihat serunya Songkran Festival tersebut. Event ini sudah lama saya nanti-nantikan, bahkan sejak pertama sekali saya datang ke Thailand, namun baru tahun ini bisa menyaksikannya langsung. Tahun 2012, saya pulang ke kampung halaman di Aceh untuk menghabiskan liburan musim panas. Lalu April 2013, saya juga lagi di Aceh karena sedang melakukan penelitian. Dan yeayy…April tahun ini saya ada di Thailand. Kesempatan untuk melihat langsung Songkran Festival tidak akan saya sia-siakan. Tapi sebelum itu, mari kita mengenal Songkran Day terlebih dahulu.

Apa itu Songkran Day?

Songkran Day adalahhari awal Tahun baru tradisional Thai. Lho, Tahun baru tradisional Thai? Bukankah Thailand punya kalender tersendiri yang penggunaannya bahkan sudah diakui dunia? Saya pernah menuliskannya di Sistem Penanggalan di Thailand. Jadi begini, secara umum, masyarakat Thai tetap menggunakan penanggalan Thai Calender, seperti yang saya tulis di link di atas.Namun ternyata,mereka juga punya Thai Traditional Calender di mana awal tahun barunya jatuh pada bulan April setiap tahunnya. Inilah yang kemudian disebut sebagai Songkran Day. Sistem penanggalan ini sudah tidak dipakai lagi saat ini, namun masyarakat Thailand masih memeringati tahun baru Thai Traditional Calender atau Songkran Day tersebut. Thailand menjadikan event istimewa ini menjadi begitu semarak melalui sebuah festival yang mereka sebut Songkran Festival.

Songkran Day itu identik dengan dua hal; sembahyang ke kuil (bagi umat Buddha) serta memberi penghormatan untuk orang-orang tua dan mencipratkan air ke patung Buddha juga ke orang-orang di sekitar mereka. Menurutpenuturan teman saya, mencipratkan air ke patung Buddha hanya sekadarnya saja, bukan dalam artian menyiramnya secara keseluruhan (apalagi dilakukan secara kasar) dan membuat patung tersebut basah di semua bagian.

Di hari ini juga, orang-orang khususnya umat Buddha akan terlihat seperti memakai bedak tebal. Biasanya, itu karena dibubuhi oleh seseorang yang mereka temui di jalan atau di mana saja. Inilah yang kemudian manjadi inti dari kegiatan Songkran Festival yaitu bedak dan air (menyiramkan air). Air yang digunakan untuk dicipratkan ke seseorang atau banyak orang. haruslah air yang bersih. Tidak dibenarkan mengisi pistol-pistol air atau galon air yang berisi air kotor.

***

13 April, tepat hari dilaksanakannnya Songkran Festival adalah hari di mana saya juga harus ke perbatasan untuk memperpanjang masa tinggal saya di Hatyai. Ini adalah semester terakhir buat saya, jadi saya memutuskan untuk tidak lagi membeli visa. Jadinya setiap dua minggu sekali saya harus keluar masuk antara dua negara, kalau tidak ingin kena denda. Perbatasan tersebut adanya di salah satu kota besar di Songkhla, yaitu Danok. Saya pikir, sebagai salah satu kota besar di Songkhla dan sebagai salah satu destinasi wisata bagi turis asing, tentulah Danok tak akan ketinggalam merayakan Songkran Festival. Ternyata benar, sesampainya saya di Danok setelah menempuh satu jam perjalanan dari Hatyai, suasana riuh dan ramai a la sebuah festival langsung menyambut saya dan penumpang van yang saya tumpangi.

Van tersebut terpaksa harus mengambil jalan pintas karena macet yang luar biasa. Oh, ternyata Songkran Festival dilaksanakan di ruas jalan utama di Danok. Pantas macet. Padahal jalan tersebut merupakan jalur utama arus keluar masuk kendaraan yang melintasi perjalanan dua negara. Saya lihat sebuah panggung besar sudah berdiri dengan megahnya. Panggung tersebut selebar satu ruas jalan. Jadi, satu bagian ruas jalan (jalan bagian masuk ke Thailand) otomatis ditutup untuk jarak sekitar 300 meter. Jadinya kendaraan dari Malaysia yang masuk ke Thailand dialihkan pada ruas jalan satunya lagi, sepanjang jalan yang ditutup tersebut. Untungnya ruas jalan-jalan di Thailand ini lebar-lebar, jadi pada sisi satunya lagi, tidak terlalu kelihatan berdesak-desakan antara kendaraan yang masuk dan yang akan keluar dari Thailand.

Setelah mendapat empat cap di paspor saya, saya berpikir ingin masuk ke ‘arena tempur’ Songkran Festival. Belum lagi saya sampai ke tempat tersebut, plasss… tiba-tiba seseorang menembakkan senjata airnya ke arah saya. Oh My God! Saya baru sadar; saya salah kostum dan saya lupa membawa pelindung untuk hape. Padahal satu-satunya kamera yang saya punya saat itu hanyalah kamera di hape tersebut, sejak kamera saku saya rusak sejak setahun lalu. Ditambah dengan kenyataan hari itu saya memakai tas punggung berbahan katun Jepang. Memang tas mahal sih, tapi kalau bahannya dari kain, dengan suasana festival air seperti ini, tetap saja akan basah, kan? Boleh dibilang, hari itu saya benar-benar tidak siap jika ingin terjun ke ‘arena tempur’ Songkran Festival’. Tidak siap secara pakaian dan segala properti pelindung lainnya. Sementara orang-orang; tua-muda, perempuan-laki-laki, besar-kecil, berkebalikan dari saya. Mereka tidak menyandang tas seperti tas saya, mereka tetap membawa hape namun memasukkannya dalam tas plastik khusus sebagai pelindung sehingga tetap bisa dipakai untuk memotret, dan mereka juga memakai baju santai untuk berbasah-basahan.

Alhasil, saya hanya bisa terkaget-kaget sambil melindungi tas punggung dan hape saat pistol air diarahkan ke saya. Saya akhirnya membatalkan masuk ke ‘arena tempur’ festival tersebut yang berada tepat dan di sekitar panggung utama. Kegiatan memotretpun menjadi terbatas. Tentu saja saya tidak boleh marah ketika seseorang mengarahkan pistol airnya ke saya. Ini adalah hari mereka.

Akhirnya saya hanya bisa menyaksikan pusat pertarungan siram menyiram air dari jarak 100 meter saja. Saya tadi menyebutnya sebagai ‘arena tempur’ karena tepat di depan panggung utama itulah suasana ‘perang’ airyang sebenar-benarnya ‘perang’ air. Manusia di kota ini numplek tumpah ruah di depan panggung utama, dari yang kecil sampai yang tua. Musik yang agak nge-beat yang dinyanyikan oleh seorang penyanyi laki-laki mengiringi ‘perang air’ air tersebut. Tentu saja lagu-lagu berbahasa Thailand yang tidak saya mengerti sama sekali.

Medan ‘perang air’ sebetulnya tidak hanya di dekat panggung tersebut. Di mana saja akan terlihat orang-orang menenteng pistol air yang besar dan menyemprotkannya ke siapa saja, lalu biasanya akan terjadi balas semprot. Sebagian yang lain memutuskan untuk tidak bergabung di depan panggung, mereka mencari ‘mangsa’ di tempat-tempat yang sepi. Oleh karenanya, saya mencuri-curi sembunyi di tempat penjual ayam goreng. Sebagian yang lain, memutuskan untuk keliling bersama baik keluarga atau teman-teman dengan menggunakan mobil-mobil terbuka belakang. Di bagian belakang mobil terlihat galon-galon setinggi tubuh remaja yang berisi dengan air. Air dalam galon-galon tersebut tentu sebagai cadangan untuk mengisi pistol-pistol air yang disandang orang-orang yang duduk di belakang mobil. Dengan mobil ini, mereka akan berkeliling kota dan menembakkan airnya ke siapa saja yang mereka temui di sepanjang jalan. Masih lumayan menggunakan pistol air, namun sesekali mereka menggunakan gayung untuk menyiram seseorang atau siapa saja.

Intinya, hari itu adalah hari pesta air. Di mana-mana semua terlihat basah kuyup.

Matahari semakin beranjak naik, hari semakin panas dan menyengat. Namun manusia-manusia yang tumpah ruah di depan panggung sana terlihat semakin ramai saja, tak sedikitpun mereka beranjak dari arena ‘perang’ air tersebut meski sekujur tubuh mereka sudah basah kuyup dalam waktu yang lama. Apalagi lagu-lagu yang dibawakan semakin membakar semangat mereka. Dari jauh, terlihat semburan air semakin menderas, seperti hujan deras buatan. Tidak hanya semburan air yang melayang-layang di udara, juga busa keputih-putihan memenuhi udara. Saya sedikit heran dengan semburan yang air deras tersebut. Dari mana datangnya, ya? Memang, masing-masing individu sudah membekali diri dengan ‘alat perang’ berupa pistol air yang besar dan mengisinya dengan persediaan air yang penuh. Namun jika hanya mengandalkan tembakan dari pistol air, meski jumlahnya ribuan, tetap saja tidak akan menghasilkan semburan air yang terlihat seperti hujan yang tercurah dari langit. Apalagi kalau hanya sekadar siraman air dari gayung.

Ternyata, semburan air sedahsyat itu datangnya dari pipa-pipa besar yang sengaja diletakkan di depan panggung utama. Jumlahnya ada banyak, tidak hanya satu pipa. Di ujung pipa, dipasangi semacam mesin-mesin penyembur air yang ketinggian semburannya melebihi ketinggian panggung di depan sana, sehingga terjadilah hujan deras lokal buatan. Di samping pipa air, mereka juga menyediakan pipa penyembur busa. Jadi mereka akan menyemburkan air dan busa pada saat bersamaan. Wow…sebuah atraksi yang menarik!

Sayang sekali saya tidak bisa merekamnya melalui kamera hape saya karena saya tidak masuk langsung ke tempat penyemburan air dan busa. Bisa-bisa, basah semua dokumen dan hape saya. Saya hanya menyaksikannya dari dalam van ketika van membawa saya kembali ke Hatyai.

Bahkan saat van yang saya tumpangi berjalan pelan di ruas jalan di samping panggung utama tadi, badan van tersebut berulang kali mendapat semburan air. Ternyata, sasaran penyiraman air tidak hanya ke tubuh seseorang atau banyak orang, namun ke setiap mobil atau apapun yang terlintas. Pokoknya, siram/ciprat pakai air! Itulah inti dari Songkran Festival.

***

Di Thailand, tempat paling seru menyaksikan Songkran Festival adalah di Bangkok dan Thailand bagian utara. Mungkin sama seperti di Thailand Selatan, hanya saja Songkran Festival Thailand Selatan hanya dilaksanakan satu hari saja. Mungkin karena di Thailand Selatan banyak penduduk muslimnya. Tidak seperti di Thailand Utara, di mana festival biasanya akan berlangsung selama tiga hari. Bisa dibayangkan bagaimana suasana ‘hujan deras lokal’ dan berbasah-basahan akibat cipratan air yang berlangsung di sana.

Inilah salah satu festival paling menarik di Thailand; Songkran Festival.

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun