Mohon tunggu...
Fardan Rezpector
Fardan Rezpector Mohon Tunggu... -

sang pengagum dzat tuhan..

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Multifungsi Bahasa Daerah Indonesia

17 Februari 2017   13:13 Diperbarui: 17 Februari 2017   13:30 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

LUPA ATAU (SENGAJA) DILUPAKAN

Etika atau tata krama mulai agak hilang pada masa sekarang ini, dan mungkin akan hilang (semoga saja tidak). Indonesia yg dulunya terkenal dgn tinggi budi luhurnya, dgn pribahasa yg terkenal "dimana bumi dipijak, disitu langit di junjung" yg artinya dimanapun kamu berada, etika harus tetap dijunjung tinggi. Sempat ada beberapa video yg menjadi viral media sosial, yaitu saat seorang murid dgn pongahnya ia seperti melawan gurunya dan seorang anak kecil ketika diganggu lalu keluar kata-kata yg tidak pantas diucapkan. Pemerintah-pun bukannya tidak peduli dgn hal itu, terbukti dgn sering bergantinya kurikulum dari KBK, KTSP sampai saat ini dgn kurikulum 2013 yg menitikberatkan kepada pendidikan karakter namun masalah itu tetap ada.

Sempat timbul pertanyaan, kenapa murid sekarang berbeda dgn murid dulu ?. Saya sempat bertanya kepada seorang teman dgn hal itu, dia menjawab, "ya bedalah, orangnya juga beda, jamannya sudah beda". Menurutku itu bukan jawaban, karena kenapa ?, ya karena dimana2 orang terlahir sama tidak ada bedanya, jamanpun sama cuma bedanya aksesnya lebih mudah bukankah itu sebuah keuntungan. Dimanakah yg beda ?. 

Menurutku, jalan keluarnya sudah ada, namun kita lupa atau sengaja dilupakan. Yaitu dari memaksimalkan bahasa daerah, seperti jawa, madura dan lain-lain, karena kenapa harus bahasa daerah ? Karena dulu walaupun pun sekolah tidak begitu tinggi tapi etikanya sangat tinggi. Bahasa daerah memang multifungsi, selain sebagai alat untuk percakapan tapi juga sebagai alat untuk mengajarkan tatakrama sebab di bahasa daerah ada tingkatan tergantung siapa lawan bicaranya, nada bicara-pun diatur. Dan itu yg membedakan dgn bahasa manapun termasuk bahasa indonesia. Memang bahasa daerah sudah diajarkan secara intensif semenjak SD sampai SMA, di mata pelajaran muatan lokal. Namun di pelajaran sekolah hanya di ajarkan kulit luarnya saja dari bahasa daerah, faktanya di kampus saya banyak orang jawa tidak bisa bahasa jawa kromo dan di teman madura saya ternyata banyak yg tidak bisa bahas madura engghi-bunten.

Substansi dari bahasa jawa itu sendiri yg jarang dikeluarkan di sekolah2 dan orang tua di jaman sekarang. Bagaimana bertutur kata yg baik, bagaimana nada bicaranya jika oranga tua atau guru menjadi lawan bicaranya. Semoga bermanfaat.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun