Sebagaimana tulisan saya sebelumnya yang berjudul Hijrah dari Doktrin Tassawuf Spritualis ke Rasio Materialis, saya tidak menjelaskan lebih detail tentang Nabi Khidir as, dimana sekilas terlihad bahwa saya telah mengabaikan peranan Nabi Khidir as, dan lebih condong kepada perjuangan dan missi pembebasan yang dibawahkan oleh Nabi Musa as. Â
Adalah benar saya lebih suka kepada Spritualismenya Nabi Musa as, yang menurut saya spritualismenya sangat relevan pada kontek raja Firaun yang lalim dikala itu. Dimana dimensi spritual terlibat langsung dengan pergolakan sosial bukan spritualisme yang mengasingkan diri dari realitas sosial.Â
Apakah kemudia saya menskreditkan peran  Nabi Khidir as, atau mengabaikan dan tidak sepakat dengan spritualisme Nabi Khidir as?, saya tegaskan saya tidak menskreditkan atau mengabaikan ataupun tidak sepakat dengan peran yang diambil oleh Nabi Khidir as.Â
Nabi khidir as tetap menjadi seorang guru Spritual yang sukses sekalipun menganggap Nabi Musa as gagal, karena Nabi Khidir as telah mengjarkan keberanian kepada Nabi Muasa as, mengajarkan kepada Nabi Musa as untuk bertanya dan memprotes dengan kebijakan-kebijakan yang diambil oleh Gurunya, pada akhirnya sifat-sifat itulah yang kemudian musa tampilkan di hadapan Kelaliman Raja Firaun.
Dalam hal ini Nabi khidir as adalah bentuk kemantapan spritual dan hanya dalam lanskap spritualis peranannya, dimana prospek yang direduksi adalah laku spritual, dan laku spritual itulah atas izin Allah swt. Nabi Musa as mampu membelah laut merah dengan tongkatnya, menghidupkan burung yang mati, mengeluarkan delapan mata air dari batu hingga menerima sepuluh firman Allah diatas bukit tursina.
Spritualisme Nabi Khidir as sekalipun hanya dalam lanskap spritualisme saja, tetapi memiliki dimensi profan yang dapat menggerakkan demensi materil.Â
Nabi Khidir yang disepakati oleh para ulama belum pernah mati sampai sekarang ini karena "maul hayat" yang dimilikinya. Alkisah, Hasdratussyaikh K.h Hasyim As'ari pernah bertemu dengan Nabi Khidir as, tatkala itu datang Nabi Khidir as dalam wujud kakek tua yang lapar, kotor dan susah jalan, maka Kiyai Kholil Bangkalan (guru para santri) memerintahkan anaknya untuk mengantar kakek tua itu ke tempat tujuannya, tetapi anak itu tidak mau mengantar kakek tua itu, kemdian Kiyai Kholil memerintahkan murid-muridnya yang lain, tidak ada satupun yang mau menyanggupinya. Saat itu K.h Hasyim sedang membersihkan halaman pesantren dengan semangat mengajukan dirinya menngantar sang kakek.Â
Selesai mengantar kakek itu Kiyai Kholil membeberkan bahwa yang datang tadi adalah Nabi Khidir as. dan K.H hasyim adalah santri yang sangat beruntung, sehingga itu muncul penyesalan para murid maupun anak Kiyai Kholil.Â
Kelak K. Hasyim menjadi Ulama yang memiliki kontribusi yang sangat luar biasa bagi dunia pesantren dan Bangsa Indonesia. restorasi pemikirannya yang bukan saja memikirkan demensi transendendal tetapi demensi Profan yang sangat maju, dinataranya mendirikan pesantren Tabuireng, Mendirikan Jamiatul Nahdlatul Ulama dan mencetuskan Resulusi Jihad mengusur penjajah.Â
Seandainya Spritualisme Nabi khidir as tidak menyentuh dimensi profan dan tidak memiliki kekuatan menggerakan demensi materil tentunya hadratussyaikh K.h Hasyim tidak akan menjadi seorang pembaharu dan penggerak peradaban terutama melawan penjajah jepang dan Belanda.Â
Spritualisme Nabi Khidir as saya terima dengan semangat, karena sekalipun Nabi Khidir tidak terlibat dalam demensi materil dan pergolakan sejarah, sentuhan spritualisme Nabi Khidir as kepada Nabi Musa as maupun Kepada K.H Hasyim Asy'ari terbukti mampu menggerakkan peradaban atau memiliki nilai-nilai revolusioner. Â