Oleh: Syamsul Yakin dan Faras Nasywa AmmaraÂ
Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah JakartaÂ
Pada bagian sebelumnya telah dijelaskan bahwa seorang mukmin yang melewati ujian imannya akan berkembang menjadi seorang muhsin, yang berarti seorang muslim dengan iman yang kuat dan perilaku yang konsisten, baik lahir maupun batin. Proses ini dimulai dengan berislam dan beriman dan diakhiri dengan berihsan, posisi tertinggi. Dalam dialog berikut, Rasulullah menunjukkan penganut Islam secara praktis: Seseorang berkata, "Hai Muhammad, beritahukan padaku tentang Islam." Rasulullah menjawab, "Islam itu engkau lihat bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan sesungguhnya Muhammad itu utusan Allah, engkau mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, berpuasa di bulan Ramadhan, dan mengerjakan ibadah haji ke Baitullah jika engkau mampu melakukannya."
Setelah orang itu berkata lagi, "Beritahukan aku tentang Iman," Rasulullah menjawab, "Engkau beriman kepada Allah, kepada para Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, kepada para rasul-Nya, kepada hari Kiamat, dan kepada takdir yang baik maupun yang buruk." Orang itu kemudian berkata, "Engkau benar." Ini adalah penggalan riwayat yang menjelaskan iman secara praktis. Selain itu, istilah berihsan secara praktis berarti, "Engkau kepada beribadah kepada Allah seolah-olah kamu melihat-Nya. Apabila kamu tidak bisa melihat-Nya, maka yakinlah bahwa Allah melihatmu."
Terdapat perbedaan praktis antara berislam, beriman, dan berihsan, menurut uraian di atas. Sementara beriman lebih fokus pada keyakinan hati kepada Allah, berislam menunjukkan iman melalui perbuatan baik seperti ibadah. Berislam dan beriman menyebabkan menjadi ihsan. Sasaran dakwah berkembang dari orang kafir menjadi muslim, menjadi mukmin, dan menjadi muhsin.
"Dan bersegeralah kamu kepada pengampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa" (QS. Ali Imran/3: 133), kata Al-Qur'an tentang sifat orang yang bertakwa. "(Yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik dalam waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan," kata ayat ketiga belas dari surah Ali Imran. Oleh karena itu, muttaqin dan muhsinin memiliki korelasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H