Mohon tunggu...
Cut Farhani Rizky
Cut Farhani Rizky Mohon Tunggu... -

saya adalah diri saya, karena saya tidak mau melebur menjadi orang lain

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Anak sebagai Pelampiasan dari Ambisi dan Amarah Orang Tua

13 Oktober 2011   09:49 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:00 809
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Manusia dilahirkan di dunia dengan tujuan agar terciptanya generasi baru (anak) sebagai penerus dari generasi sebelumnya (orang tua). Tetapi bagaimana jadinya bila tujuan itu disalahgunakan oleh orang tua yang menginginkan anak-anak mereka menjadi seseorang berdasarkan keinginan dan ambisi oleh orang tua tersebut? Hal ini banyak ditemukan di kota-kota, dimana anak tidak mendapatkan haknya untuk memutuskan apa yang menjadi kehendak mereka, segala sesuatunya sudah ditentukan oleh orang tua mereka sendiri.

Kasus ini dapat menyebabkan pembunuhan karakter secara tidak langsung terhadap perkembangan mental seorang anak, yang dapat mengakibatkan anak menjadi bandel dan membangkang. Bahkan tidak jarang anak menjadi depresi yang berujung pada penyimpangan perilaku. Setelah semuanya terjadi barulah orang tua sadar akan perbuatannya, dan menyesali perbuatan tersebut. Namun tidak sampai disitu, rasa sesal dan kesal yang di alami oleh orang tua masih tetap dibebankan kepada si anak dengan menyalahkan dan mengungkit-ungkit kekeliruan yang telah dibuat anak tersebut sampai anak merasa tidak ingin lagi tinggal bersama orang tua, dan pada titik akhir anak tadi akan melakukan percobaan bunuh diri.

Mengutip dari Media Anak Indonesia, di Eropa dan Amerika Serikat kebanyakan pencobaan bunuh diri dilakukan oleh perempuan muda yang bermasalah emosional. Setiap tahun sekitar 500.000 sampai 1,2 juta orang melakukan bunuh diri di seluruh dunia. Tetapi perempuan melakukan pencobaan bunuh diri lebih banyak daripada pria (http://mediaanakindonesia.wordpress.com/2011/10/11/bunuh-diri-gejala-penyebab-dan-pencegahannya/).

Hal ini dapat dipicu oleh kurangnya rasa kasih sayang kepada anak dan terlalu membebankan anak untuk mengikuti keinginan orang tua. Memberikan cap/stigma yang buruk kepada anak atas kekeliruan yang pernah dilakukan anak tersebut. Padahal secara tidak sadar cap/stigma yang dilontarkan oleh orang tua tersebut akan terpendam di alam bawah sadar anak dan sewaktu-waktu akan mengingatkannya kembali kepada trauma yang sebenarnya ingin dilupakan.

Kejadian traumatik merupakan peristiwa kehidupan yang dapat mengenaisetiap orang. Dalam setiap kejadiantraumatik, selalu ada implikasi pada kesehatan jiwa dan anak lebih rentan terhadap kondisi traumatik tersebut, ada rasa cemas dan rasa bahwa dirinya tidak berguna pasca kekeliruan yang telah diperbuatnya. Anak merasa tidak mempunyai hak lagi untuk hidup karena apa yang akan dilakukannya pasti akan selalu salah dimata orang tua. Kompleksitas gangguan kecemasan inidikenal sebagai gangguan stres pasca trauma (Posttraumatic Stress Disorder/PTSD)

Tiga kategori utama gejala yang terjadi pada PTSD adalah pertama, mengalami kembali kejadian traumatik. Anak kerap teringat akan kejadian tersebut dan mengalami mimpi buruk tentang hal itu. Gejala flashback (merasa seolah-olah peristiwa tersebut terulang kembali), nightmares (mimpi buruk tentang kejadian-kejadian yang membuatnya sedih), reaksi emosional dan fisik yang berlebihan karena dipicu oleh kenangan akan peristiwa yang menyedihkan.

Kedua, penghindaran stimulus yangdiasosiasikan dengan kejadian terkait atau mati rasa dalam responsivitas. Gejala ini menjadikan anak menghindari aktivitas rutin dan percakapanyang berhubungan dengan trauma. Selain itu, juga kehilangan minat terhadapsemua hal, perasaan terasing dari orang lain, perasaan tidak berharga dan emosi yang dangkal serta kurangnya harapan akan masa depan yang menganggap bahwa segala hal tidak akan pernah bertambah baik.

Ketiga,gejala ketegangan. Gejala ini meliputi sulit tidur, sulit berkonsentrasi, waspada berlebihan, respon terkejut yang berlebihan. Yang menyebabkan anak tersebut selalu merasa dalam kondisi bahaya. Anak akan mengalami psikotraumatik seumur hidupnya apabila hal ini tidak cepat-cepat ditangani.

Anak-anak seperti ini kerap kali mengancam untuk melukai dirinya sendiri agar mendapat perhatian lebih dari orang yang dipercaya dan disayangnya. Hal seperti ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut.

Tangani anak tersebut dengan kasih sayang, bukan dengan cara mengungkit masa lalunya. Beri dia kepercayaan bahwa dia mampu untuk mengubah hidupnya jadi lebih baik, walaupun terkadang cara yang dilaluinya untuk berubah bukan cara yang semestinya. Dampingi Anak tersebut ketika dia ingin berkeluh kesah, bukan malah menghakiminya karena itu akan membuat mentalnya tambah hancur. Lalu beri anak tersebut pandangan bahwa apapun yang dialaminya tersebut adalah jalan untuk dia bisa bertahan hidup dengan kondisi yang mungkin akan jauh lebih parah lagi yang akan dihadapinya di masa yang akan datang, namum tetap berikan dukungan dan jaminan bahwa apapun yang terjadi tidak akan mengubah kasih sayang yang telah diberikan selama ini.

Cut Farhani Rizky, SP

Jakarta, 12 oktober 2011

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun