Mohon tunggu...
Farah Rizky Farhanah
Farah Rizky Farhanah Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi Jurusan Ilmu Hubungan Internasional Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta

Mahasiswi Jurusan Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional Veteran Daerah Istimewa Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Gertakan Diplomatik Indonesia di Tengah Konflik Rusia-Ukraina

5 Juni 2023   21:56 Diperbarui: 5 Juni 2023   22:55 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Presiden Jokowi saat KTT G20, 21 November 2020 (BPMI Setpres)

Hal tersebut dibuktikan dengan pernyataan Bendahara Australia Josh Frydenberg, yang menyatakan dukungannya untuk mengusir Rusia dari G20.

Pernyataan Australia menyebabkan beberapa negara lainnya juga mempunyai keinginan sama dengan Australia yakni tidak setuju Rusia bergabung G20, negara-negara tersebut yaitu Lithuania, Polandia, Amerika Serikat, dan Kanada.

Menurut negara-negara tersebut, penolakan yang mereka lakukan bukan tanpa alasan, namun karena invasi Rusia yang tidak dapat dibenarkan telah terjadi ke Ukraina.

Namun, tidak hanya negara-negara yang kontra terhadap diundangnya Rusia beberapa negara seperti China, India, dan Afrika Selatan dengan tegas menolak rencana tersebut dengan alasan bahwa Rusia merupakan negara yang penting dalam perekonomian dunia sehingga tidak bisa dicampakkan begitu saja kehadirannya.

Selain mengetahui adanya fakta bahwa Indonesia mempunyai peran penuh sebagai penggerak gertakan diplomatik di situasi tersebut, gertakan diplomatik merupakan kondisi dalam melakukan perundingan dan terkadang para pihak yang bernegosiasi sangat sulit untuk mencapai kesepakatan seperti di situasi tersebut.

Hal ini disebabkan sikap keras kepala aktor yang kuat dan tidak mau menerima aspirasi dari aktor lainnya karena menurutnya dianggap lebih lemah sehingga ini berdampak oleh pihak yang lebih rendah yang kemudian menggertak dengan tidak mau melanjutkan perjanjian.

Kritik yang terus bermunculan membuat Indonesia mengelak untuk menerima berbagai kritikan, dimana akhirnya Indonesia tetap mengundang Presiden Vladimir Putin untuk menghadiri pertemuan Presidensi G20, yang berlangsung pada November 2022 di Bali.

Hal tersebut berdasarkan pada keinginan Indonesia karena tidak memiliki alasan khusus yang dapat diberikan untuk tidak mengundang Rusia dalam KTT G20 tahun 2022 sehingga apabila menolak atau melarang Rusia berpartisipasi dalam Presidensi G20 cukup rentan untuk direalisasikan.

Tidak hanya itu, adanya fakta bahwa Rusia juga menjadi salah satu anggota berpengaruh dari KTT G20 tidak dapat diabaikan begitu saja.

Indonesia yang juga merupakan bagian dari negara anggota organisasi GNB (Gerakan Non-Blok), harus bersikap netral terhadap boikot dan ancaman berupa gertakan diplomatik yang diberikan oleh negara-negara barat.

Sehingga keputusan dan posisi Indonesia dianggap sudah tepat dan menjadi peluang untuk menegaskan pengaruhnya guna mengurangi ketegangan antara kedua negara yang bertikai dengan negara-negara anggota G20 yang menentang kehadiran Rusia di KTT.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun