Mohon tunggu...
Farah Rizky Farhanah
Farah Rizky Farhanah Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi Jurusan Ilmu Hubungan Internasional Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta

Mahasiswi Jurusan Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional Veteran Daerah Istimewa Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hubungan Sengit antara Rusia dengan Perdana Menteri Boris Johnson

3 Oktober 2022   14:25 Diperbarui: 3 Oktober 2022   15:18 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rusia dan Inggris merupakan negara yang pada masa lampau memliki hubungan antar negara yang cukup baik. Hubungan antara Presiden Rusia Vledimir Putin dan Perdana Menteri Inggris Boris Johnson mulai memburuk dikarenakan tindakan hubungan diplomatik yang menegang antara London dan Moscow sehingga Putin berupaya untuk memberhentikan beberapa tokoh-tokoh hingga anggota pemerintahan dan politisi Inggris untuk memasuki kawasan Rusia. Tindakan permusuhan antara kepemimpinan Inggris yang sebelumnya belum pernah terjadi, juga akhirnya memaksa Rusia untuk menetapkan adanya pengenaan sanksi yang akan diterapkan kepada beberapa anggota yang menjadi tokoh utama dalam pemerintahan Inggris. Rusia menganggap bahwa kepemimpinan Inggris sejatinya hanya ingin memperburuk situasi yang terjadi di sekitar Ukraina hingga memaksakan terbentuknya rezim Kiev dengan perlengkapan senjata yang mematikan bahkan melakukan koordinasi dengan upaya yang serupa hingga memengaruhi pihak NATO. Putin mengecam sanksi kepada London yang berselisih disebabkan oleh munculnya sejumlah oknum dari Rusia yang mempunyai hubungan baik dengan Kremlin setelah perang antara Rusia dan Ukraina, sehingga Putin mencanangkan sanksi yang akan diberikan kepada Inggris.  Pemerintah Inggris tentu tidak membiarkan ini hanya berdampak bagi pemerintahannya, namun juga Inggris menetapkan beberapa sanksi yang diberikan kepada sekutu utama Negara Rusia masa Pemerintahan Presiden Vledimir Putin, contohnya penyitaan aset yang berkaitan dengan inggris, bahkan milliarder dari pemilik klub sepak bola Chealsea Roman Abramovich yang memiliki aset berkaitan dengan Inggris disita sehingga untuk mengakses uangnya hingga ke wilayah Inggris tidak lagi dapat dilakukan. Tindakan yang dilakukan Inggris ini bagian dari tindakan keuangan yang dijadikan sebagai sanksi untuk merusak ekonomi Rusia dan menjadi hukuman bagi Presiden Putin, pejabat tinggi hingga orang-orang yang memiliki peran penting dalam rezim kepemimpinan Putin.

Seiring berjalannya waktu, konflik antara Rusia dan Ukraina pun terjadi, Inggris dengan Perdana Menteri Boris Johnson ikut terlibat dalam kasus tersebut. Invasi yang sebelumnya akan dilakukan oleh Rusia kepada Ukraina, sudah dikritik secara berulang kali oleh Johnson kepada Putin untuk tidak melakukan invasi kepada Ukraina namun Putin sama sekali tidak memperdulikan kritik yang diberikan oleh Johnson dan menganggapnya sebagai kabar angin. Putin selaku pemimpin Rusia pada saat itu hingga mendapat sebutan buruk dari Johnson, yaitu Putin sebagai kepala Kremlin yang kejam bahkan tidak rasional. Menurut Johnson, dampak yang diberikan dari kebijakan-kebijakan Putin dalam cakupan internasional justru akan membahayakan dikarenakan ambisi Putin untuk membangun Rusia yang semakin tidak masuk akal. 

Setelah invasi terjadi, Boris Johnson kemudian mengangkat Inggris untuk menjadi salah satu pendukung Ukraina terbesar di daerah Barat, bahkan Johnson meminta untuk mengirimkan senjata sebagai persiapan bagi Ukraina untuk menghadapi serangan yang akan diberikan oleh Rusia juga menetapkan beberapa sanksi kepada Rusia jika berupaya untuk mengecam Ukraina. Terdapat sanksi yang paling berat sepanjang sejarah modern yang ditetapkan oleh Johnson kepada Rusia yaitu dengan mendesak upaya yang dapat diberikan oleh Ukraina untuk menjatuhkan angkatan bersenjata milik Rusia sehingga potensi besar tujuan Rusia untuk menghancurkan Ukraina tidak dapat tercapai.

Walaupun hubungan sengit yang terjadi antara Boris Johnson selaku perdana Menteri Inggris dengan Presiden Vladimir Putin terus berkelanjutan, mundurnya Johnson sama sekali tidak memberikan pengaruh untuk mengubah kebijakan yang sebelumnya telah ditetapkan antara Ukraina dan Rusia. Rusia seolah-olah memperingati turunnya Boris Johnson dari jabatannya sebagai bagian dari pemerintahan Perdana Menteri Inggris dengan mengganggap bahwa kejadian mundurnya Boris Johnson merupakan akibat dari yang telah dilakukannya dengan berpihak kepada Ukraina. Berpihak yang dimaksudkan yaitu dengan menjadi pelengkap di pihak Ukraina dalam melawan Rusia. 

Boris Johnson menjadi penunjang bagi pihak Ukraina untuk melawan Rusia dari konfik yang terjadi antara Ukraina dan Rusia, tentunya hal ini menimbulkan amarah bagi Rusia sehingga menganggap Boris Johnson bagian dari lawan mereka yang tidak dapat dihindari keberadaannya. Oleh karena itu, Rusia merasa bahagia saat Boris Johnson mengundurkan dirinya dan menganggap remeh Boris Johnson yang berlagak ingin membantu Ukraina dari Rusia.

Rusia yang diwakili oleh juru bicaranya yaitu Kremlin Dmitry Peskov saat itu mengikuti proses pengunduran diri Boris Johnson yang diadakan dalam konferensi Pers di Moskow, Kremlin mengungkapkan bahwa dengan upaya yang dilakukan oleh Boris Johnson untuk berpihak pada Ukraina maka hal tersebut sudah menunjukkan jika Boris Johnson tidak menyukai keberadaan Rusia sehingga Rusia juga sama sekali tidak menginginkan keberadaan Boris Johnson terlebih lagi jika harus menyukainya yang sedari awal menjadi bagian dari senjata milik Ukraina. Oleg deripaska yang merupakan Taipan Rusia juga menanggapi dalam salah satu sosial media dan mengatakan bahwa dengan Boris Johnson mengundurkan dirinya justru akan menjadi sesuatu yang memalukan baginya diibaratkan bagaikan hati nuraninya segera dirusak oleh puluhan ribu nyawa yang telah jatuh dalam konflik Rusia dengan Ukraina yang tidak logis jika berdasarkan dari akal sehat. 

Menteri luar negeri Rusia, Sergey Lavrov juga ikut berkomentar bahwa menurut Johnson, Rusia harus diisolasi, sementara partai Johnson justru telah mengisolasinya sebagai ganti dari upaya yang akan dilakukan untuk mengisolasi Rusia, bahkan dengan semua kegiatan yang Johnson lakukan sebagai perdana menteri dari Inggris juga sebagai perwakilan menteri luar negeri Inggris, hal tersebut telah membuktikan bahwa dirinya hanya memikirkan tentang karir dan kekuasaannya di bidang politik yang ingin diperjuangkan olehnya dengan berbagai cara.

Sumber :  

https://www.cnnindonesia.com/internasional/20220707174219-134-818680/rusia-senang-boris-johnson-mundur-kami-juga-tidak-suka-dia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun