Mohon tunggu...
Farah NabilaYuliani
Farah NabilaYuliani Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Farah Nabila Yuliani

Menjadi penulis yang handal itu tidaklah mudah, maka dari itu teruslah belajar dan berlatih.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pernikahan Dini di Era Milenial

16 Juni 2023   07:00 Diperbarui: 16 Juni 2023   07:11 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pernikahan dini juga masih ada di era milenial meskipun ada beberapa perubahan dan tren yang mungkin mempengaruhinya.

Pernikahan dini adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan pernikahan yang terjadi pada usia yang relatif muda, biasanya di bawah usia legal atau usia dewasa yang ditentukan oleh hukum negara tersebut.

Pernikahan dini adalah akad nikah yang dilangsungkan pada usia dibawah kesesuaian aturan yang berlaku. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyebutkan bahwa perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19 tahun.

Faktor Pernikahan Dini

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya pernikahan dini dapat bervariasi, tergantung pada konteks budaya, sosial, ekonomi, dan individu. Berikut ini beberapa faktor yang dapat berperan dalam pernikahan dini:

  • Faktor budaya dan tradisi: Beberapa masyarakat memiliki tradisi atau norma budaya yang mengharuskan pernikahan dilakukan pada usia muda. Faktor-faktor seperti nilai-nilai tradisional, tekanan sosial, dan harapan keluarga dapat mendorong pernikahan dini.
  • Faktor sosial dan ekonomi: Kondisi sosial dan ekonomi yang rendah dapat memicu pernikahan dini. Di beberapa daerah, keluarga mungkin menghadapi kesulitan finansial atau ketidakstabilan ekonomi yang membuat mereka berpikir bahwa menikahkan anak mereka pada usia muda akan mengurangi beban ekonomi keluarga atau melindungi anak perempuan dari risiko lainnya.
  • Ketidaksetaraan gender: Ketidaksetaraan gender dapat menjadi faktor penting dalam pernikahan dini. Di beberapa masyarakat, anak perempuan dianggap memiliki nilai sosial yang lebih rendah daripada anak laki-laki, dan pernikahan di usia muda dianggap sebagai cara untuk melindungi kehormatan keluarga atau mengamankan masa depan anak perempuan.
  • Akses terbatas terhadap pendidikan: Keterbatasan akses terhadap pendidikan juga dapat berkontribusi pada pernikahan dini. Anak-anak yang tidak memiliki kesempatan untuk menerima pendidikan formal sering kali lebih rentan terhadap pernikahan dini karena kurangnya pengetahuan tentang hak-hak mereka, pilihan hidup, dan dampak negatif pernikahan dini.
  • Kondisi kesehatan dan kehamilan: Kadang-kadang, kondisi kesehatan atau kehamilan yang tidak direncanakan dapat menjadi faktor pendorong pernikahan dini. Di beberapa kasus, pernikahan di usia muda dianggap sebagai solusi untuk menghindari stigma sosial terkait dengan kehamilan di luar nikah.

Dampak Pernikahan Dini

Pernikahan dini di era milenial dapat memiliki dampak yang kompleks dan bervariasi, baik positif maupun negatif. Berikut adalah beberapa dampak yang dapat terjadi:

  • Pendidikan Terhambat: Pernikahan dini seringkali mengganggu kelanjutan pendidikan para pasangan yang masih muda. Mereka mungkin terpaksa meninggalkan sekolah atau universitas untuk fokus pada pernikahan dan tanggung jawab keluarga. Hal ini dapat mengurangi peluang mereka untuk mengembangkan keterampilan dan mendapatkan pekerjaan yang lebih baik di masa depan.
  • Kesejahteraan Ekonomi Terbatas: Banyak pasangan yang menikah pada usia yang masih muda belum memiliki stabilitas ekonomi yang cukup. Mereka seringkali belum memiliki pekerjaan yang mapan atau pendapatan yang memadai untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sendiri, apalagi membesarkan anak. Ini bisa berdampak pada kesejahteraan mereka dan kesulitan dalam menjalani kehidupan yang layak.
  • Kesehatan Reproduksi dan Kesehatan Anak: Pernikahan dini seringkali berhubungan dengan risiko kesehatan reproduksi yang lebih tinggi. Wanita yang menikah pada usia yang masih muda memiliki risiko lebih tinggi terkena komplikasi saat melahirkan, seperti anemia, preeklampsia, dan persalinan prematur. Selain itu, anak-anak yang dilahirkan dari ibu yang masih remaja juga berisiko mengalami komplikasi kesehatan, seperti berat badan lahir rendah dan gangguan perkembangan.
  • Hubungan yang Tidak Seimbang: Pernikahan dini seringkali melibatkan pasangan yang belum matang secara emosional dan belum siap untuk menghadapi pernikahan yang serius. Mereka mungkin belum memiliki pemahaman yang cukup tentang komitmen, komunikasi, dan penyelesaian konflik yang sehat. Hal ini dapat menyebabkan ketegangan dan ketidakseimbangan dalam hubungan, yang pada akhirnya dapat berkontribusi pada perceraian atau ketidakbahagiaan dalam rumah tangga.
  • Pengaruh Sosial: Pernikahan dini di era milenial dapat dipengaruhi oleh tekanan sosial, seperti norma budaya atau agama. Beberapa individu mungkin merasa terpaksa menikah pada usia muda karena ekspektasi dari keluarga, teman, atau lingkungan sekitar. Hal ini dapat mengurangi kebebasan individu dalam mengambil keputusan tentang kehidupan mereka sendiri.

Namun, pernikahan dini juga bisa memiliki dampak positif dalam beberapa situasi, seperti meningkatkan keberlanjutan hubungan, memberikan dukungan sosial dan emosional, serta memperkuat ikatan keluarga. Penting untuk memahami bahwa dampak pernikahan dini dapat berbeda untuk setiap individu dan bergantung pada banyak faktor seperti kesiapan pribadi, dukungan sosial, dan keadaan ekonomi.

Pencegahan pernikahan dini

Mencegah pernikahan dini di era milenial memerlukan pendekatan yang komprehensif dan melibatkan berbagai aspek dalam masyarakat. Berikut ini adalah beberapa langkah yang dapat diambil untuk mencegah pernikahan dini di era milenial:

  • Pendidikan seksual komprehensif: Melakukan pendidikan seksual yang inklusif dan komprehensif di sekolah-sekolah dapat membantu para remaja memahami pentingnya kesehatan seksual, tanggung jawab, dan konsekuensi pernikahan dini.
  • Peningkatan akses terhadap pendidikan: Membangun dan mendukung program pendidikan yang memungkinkan para remaja untuk mengakses pendidikan tinggi dan meningkatkan keterampilan mereka, sehingga mereka dapat mengembangkan karir dan mencapai kemandirian ekonomi sebelum mempertimbangkan pernikahan.
  • Penghapusan ketimpangan gender: Mengurangi ketimpangan gender dalam masyarakat dengan mempromosikan kesetaraan hak dan peluang bagi perempuan dan laki-laki. Ini melibatkan penghapusan diskriminasi gender, peningkatan kesadaran akan hak-hak perempuan, dan pemberdayaan ekonomi perempuan.
  • Pemberdayaan perempuan: Memberikan pelatihan dan dukungan kepada perempuan muda untuk mengembangkan keterampilan dan mandiri secara finansial. Hal ini akan membantu mereka membangun masa depan yang lebih baik dan mengurangi tekanan untuk menikah pada usia yang masih terlalu muda
  • Penggalangan dukungan komunitas: Melibatkan keluarga, komunitas, dan pemimpin agama dalam upaya untuk mencegah pernikahan dini. Membangun kesadaran akan dampak negatif pernikahan dini serta mengedukasi orang-orang tentang pentingnya memberikan kesempatan kepada anak-anak untuk mengeksplorasi pilihan hidup mereka sebelum menikah.
  • Sosialisasi kesadaran: Mengadakan sosialisasimedia sosial, seminar, dan diskusi kelompok untuk meningkatkan kesadaran tentang konsekuensi negatif pernikahan dini, seperti risiko kesehatan, pembatasan pendidikan, dan kesempatan ekonomi yang terbatas.
  • Pembangunan keterampilan hidup: Membantu para remaja mengembangkan keterampilan hidup yang penting, seperti komunikasi efektif, manajemen emosi, dan pemecahan masalah. Ini akan membantu mereka membuat keputusan yang lebih baik dan mempersiapkan diri untuk masa depan yang lebih stabil sebelum mempertimbangkan pernikahan.
  • Pembatasan hukum: Memperkuat undang-undang yang melarang pernikahan di bawah usia yang ditetapkan secara hukum. Memastikan perlindungan hukum yang memadai bagi anak-anak dan menghukum pelanggaran pernikahan dini

Pencegahan pernikahan dini membutuhkan kerja sama dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, lembaga pendidikan, organisasi masyarakat, keluarga, dan individu.

#Artikel ini di ajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Patologi Sosial yang di ampu oleh bapak Alimudin Gabriez

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun