Pada tanggal 12 Desember 2024, saya memutuskan untuk melakukan observasi di Alun-Alun Kidul. Alun-Alun Kidul atau yang biasa kita kenal sebagai alkid, merupakan destinasi yang sering dikunjungi oleh turis, wisatawan, maupun masyarakat lokal. Di penghujung tahun, akan ada banyak pengunjung yang berasal dari luar daerah untuk berkunjung ke alun-alun kidul, dan sebagian besar pengunjung menggunakan bahasa Jawa untuk berkomunikasi. Beberapa dari mereka mencoba melakukan tradisi masangin, yaitu melewati celah diantara 2 pohon beringin dengan mata yang tertutup. Hal ini berkaitan dengan mitos masangin yang dipercayai oleh sebagian masyarakat lokal, bahwa orang yang berhasil melewati celah antara 2 pohon beringin tersebut, maka keinginan mereka akan dikabulkan.
Selain itu, banyak pengunjung yang datang untuk mencoba wisata kuliner, juga terdapat beberapa makanan dan minuman yang dijual, mulai dari makanan ringan hingga makanan berat. Pengunjung biasanya akan duduk di lapangan berumput untuk sekedar berbincang, baik dengan pasangan, teman, maupun keluarga. Alun-Alun Kidul juga sering dijadikan sebagai spot olahraga, karena adanya lintasan aspal yang terletak di pinggir lapangan. Olahraga yang dilakukan juga bermacam-macam, mulai dari jogging, lari, jalan cepat, senam, dan lain sebagainya.
Ada beberapa aspek makro yang saya temui, salah satunya pada perubahan sosial di masyarakat. Pada awalnya Alun-Alun Kidul yang dibangun di tahun 1755-1792 ini berfokus sebagai tempat latihan prajurit keraton untuk tradisi grebeg, tetapi kini Alun-Alun Kidul beralih menjadi tempat wisata yang menghadirkan berbagai macam penjual makanan ataupun barang. Sehingga warga lokal dan wisatawan bisa mengunjungi tempat ini
Meskipun terdapat banyak sekali pedagang kaki lima yang mengitari Alun-Alun Kidul, namun hampir semua pedagang menyediakan sistem pembayaran menggunakan QRIS, hal ini membuat transaksi menjadi lebih cepat dan praktis, sehingga pembeli tidak perlu repot untuk membawa uang tunai.
 Pengunjung yang hadir juga berasal dari berbagai kalangan, sehingga lahan parkir dipenuhi oleh kendaraan motor dan juga mobil, tak jarang terjadi kemacetan di daerah sekitar Alun-Alun Kidul karena sebagian lahannya sudah dipenuhi oleh berbagai macam kendaraan. Apalagi jika pada malam minggu atau pada saat libur panjang, pengunjung yang datang akan membeludak, sehingga polisi-polisi dikerahkan ke daerah sekitar Alun-Alun Kidul untuk menjaga keamanan, dan menjaga situasi agar tetap kondusif.
Untuk menintegrasikan distingsi tersebut, saya menggunakan pendekatan yang menghubungkan interaksi individu dengan fenomena yang lebih besar, dengan mengaitkan interaksi individu dan struktur sosial. Kita bisa melihat interaksi pengunjung dengan pedagang, pedagang dengan pedagang, atau pengunjung dengan pengunjung. Dari interaksi yang terjadi, kita bisa melihat bagaimana struktur sosial yang lebih besar mempengaruhi kehidupan sehari-hari. Misalnya, pedagang yang berasal dari lapisan ekonomi tertentu dan hanya mengandalkan pendapatan dari pengunjung, serta perbedaan status sosial antara wisatawan dan penduduk lokal. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan status sosial yang lebih luas di Yogyakarta, serta bagaimana fenomena tersebut dapat memengaruhi kehidupan sosial pada masyarakat setempat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H